MENGGALI ALASAN DEMAM BERDARAH DENGUE TERUS MENINGKAT
LAILA FAJRINA FALAH/191241041
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
Â
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang ditularkan oleh virus Dengue melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini terjadi di seluruh dunia terutama di daerah beriklim tropis dan subtropis. DBD sendiri memiliki gejala umum seperti demam tinggi dan gejala flu. Namun DBD menjadi momok yang menakutkan karena penularannya dari nyamuk ke tubuh manusia dapat berlangsung cepat dalam suatu wilayah. Bahkan dalam satu bulan, jumlah kasus DBD pada wilayah endemik bisa mencapai puluhan manusia yang dan Indonesia merupakan negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara menurut World Health Organization (WHO).
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) tetap menjadi masalah kesehatan yang cukup sulit ditangani di masyarakat Indonesia sampai saat ini. Karena walau sudah dilakukan beberapa upaya untuk menanggulangi penyakit DBD ini, tetapi tetap saja beberapa daerah di Indonesia setiap tahunnya mengalami kenaikan kasus. Padahal DBD sendiri pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1968, yang berarti bukan merupakan kasus baru seperti pandemi covid-19 yang masih harus dilakukan banyak penelitian untuk menemukan cara penanganan dan penanggulangannya. DBD juga bukan merupakan penyakit tabu yang hanya sedikit orang yang tahu, tetapi sudah merupakan kasus umum yang setiap tahunnya memakan korban dan nyawa dalam angka yang tidak kecil. Ini menjadi persoalan dan tantangan untuk seluruh tenaga kesehatan dan masyarakat Indonesia untuk segera menanganinya.
Dinas Kesehatan Indonesia tidak lepas tangan atas kasus penyakit DBD ini, hampir setiap bulannya selama beberapa tahun ke belakang ini tenaga kesehatan sudah melakukan beberapa upaya salah satu upaya utama adalah edukasi dan penyuluhan kepada masyarakat tentang cara penularan, gejala, serta pencegahan DBD. Memberikan edukasi yang merupakan peran dari kesehatan masyarakat ini mencakup pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, melakukan "3M Plus" (Menguras, Menutup, Mengubur, dan tindakan pencegahan tambahan lainnya seperti penggunaan kelambu atau lotion anti nyamuk), serta mengenali gejala awal DBD agar masyarakat dapat segera mencari pertolongan medis. Selain itu, tenaga kesehatan juga aktif dalam pengendalian tumbuh kembang nyamuk Aedes aegypti melalui kegiatan fogging (pengasapan), pemberian larvasida untuk membunuh larva nyamuk di tempat penampungan air, serta melakukan Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan menginspeksi lingkungan secara rutin. Di samping itu, tenaga kesehatan melakukan survei dan pemantauan kasus untuk mendeteksi peningkatan kasus atau wabah DBD. Di fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan juga bertanggung jawab dalam penanganan masyarakat Indonesia yang sudah terkena penyakit DBD dengan memberikan penangan cepat, tanggap, dan benar agar pasien dapat segera sembuh.
Walaupun sudah melakukan penanganan dan banyak upaya untuk mengurangi dan meniadakan kasus DBD, tetapi tetap saja kasus DBD bahkan yang hingga meninggal mengalami kenaikan di beberapa daerah di Indonesia. Hal ini tidak lepas dari beberapa penyebab yang sebagian tidak bisa dikontrol manusia dan sebagian lagi merupakan kesalahan manusia. Salah satunya karena Indonesia merupakan negara tropis, yang mana lingkungan tropis sangat mendukung perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti, apalagi diperburuk oleh kondisi Indonesia yang masih banyak tempat genangan air yang tidak segera dikuras. Permasalahan yang lain adalah kurangnya kesadaran masyarakat Indonesia tentang bahayanya kasus demam berdarah Dengue ini. Beberapa masyarakat Indonesia masih menganggap enteng tentang penyakit ini, padahal korban meninggal sudah mencapai angka puluhan jiwa setiap tahunnya. Jadi sangat dibutuhkan peran seluruh aspek dan lapisan di Indonesia mulai dari pemerintah, dinas kesehatan, tenaga kesehatan, dan seluruh masyarakat Indonesia untuk saling berkesinambungan memberantas demam berdarah Dengue.
KATA KUNCI: Aegypti, DBD, Dengue, Kesehataan, Masyarakat
DAFTAR PUSTAKA