Mohon tunggu...
Laila Dzuhria
Laila Dzuhria Mohon Tunggu... Penulis - Parenting and Family Bloger

Ibu dua orang putra ini hobi sekali menulis sejak duduk di bangku sekolah dasar. Namun, setelah kelahiran putra keduanya ia lebih menekuni dan fokus pada dunia pengasuhan dan keluarga. Tulisan-tulisan ini ia tuang atas ilmu yang telah didapatkan dari ahli dan berhasil diterapkan pada buah hati, sehingga ia tuangkan kembali melalui aksara untuk berbagi ilmu kepada parent lainnya. Semoga tulisan dalam blog ini dapat membantu parent pembelajar, ya.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Review Buku Mengajar dari Kebun

13 November 2023   19:11 Diperbarui: 13 November 2023   19:25 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjadi seseorang yang memiliki passion menulis, tentu akan merasakan kebahagiaan tersendiri, ketika sang pimpinan lembaga tempat kita bekerja mampu dan mau mewadahi passion kita. Mengajar dari Kebun adalah sebuah buku antologi dari keluarga kebun.

Di dalam buku ini, terasa beragam emosi dan perjuangan tenaga ahli Sekolah Alam Kebun Tumbuh. Dari mulai mereka melamar pekerjaan di sini, hari pertama menjajakkan kaki di Sekolah Alam Kebun Tumbuh, hingga rasa cinta yang tumbuh ketika mendidik amanah Allah yang begitu spesial. Lika liku inilah yang dituangkan ke dalam aksara begitu indah, sehingga pembaca dapat merasakan gejolak emosi para penulis. 

Tulisan yang Mengesankan

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi

Ketika mendapatkan buku bersampul putih hijau ini, yang terpikir olehku adalah kesan yang simple namun cantik. Halaman demi halaman mulai kunikmati, 33 kisah inspiratif mampu menyat hati. Di sinilah ragam kisah yang membuatku haru biru, diantaranya,

Back To School

Naskah yang diukir oleh Bapak Iqbal Riandi, selaku fasilitator kelas 2 SD,  begitu sepamahaman dengan saya, rasa heran dan kagum dengan semangatnya murid-murid untuk kembali lagi ke sekolah. Ada apa? Sedangkan saya sama seperti kisah pak Iqbal, ketika dahulu sekolah, rasa bosan dan malas senantiasa menyelimuti. Alih-alih bersekolah, namun nyatanya beribu alasan agar bisa tiduran di UKS atau cabut bersama teman-teman. 

Pelajaran-pelajaran yang memaksa otak untuk bisa dalam kurun waktu tertentu, membuat kita yang bersekolah di sekolah konvensional menjadi bosan, bahkan menurunnya prestasi. Hemm.. tapi, di dalam naskah ini, dituliskan bahwa Sekolah Alam Kebun Tumbuh telah melahirkan fitrahnya anak-anak murid. Mereka merasa dicintai apa adanya, tanpa adanya paksaan "harus bisa" dalam kurun waktu tertentu. Sehingga, inilah yang menjadikan murid-murid semangat untuk menimba ilmu. 

Tentu guru-guru seperti memiliki segudang kesabaran untuk menghadapi murid-murid yang beragam. Di sini tidak menjadikan suatu kecerdasan akademik sebagai tolok ukur. Namun, yang guru-guru ketahui setiap anak memiliki kelebihan masing-masing yang pantas untuk dihargai dan dikembangkan.

Untukmu 5 Bulan Kedepan

Kisah ini dituliskan oleh Pak Farhan, yang sedang melakukan tugas kuliah. Beliau yang kurang memiliki minat di dunia anak, harus menjalankan tugas sebagai seorang tenaga pengajar. Tetapi, seiring berjalannya waktu cinta itu tumbuh untuk dekat dan lekat dengan dunia anak. Perjalanan rotasi demi rotasi antar kelas, membuatnya mengenal karakter-karakter murid-murid tercinta. Sayangnya, lima bulan bukanlah waktu yang lama, ketika rasa cinta dan nyaman itu hadir, namun pak Farhan harus berpisah dengan Sekolah Alam Kebun Tumbuh. 

Melihat cara beliau mengukir aksara, rasanya ini bukan kali pertama beliau menulis. Padanan kata, alur kisah yang ditorehkan dapat terasa enak untuk dinikmati. Tak sadar air mataku menetes ketika kalimat terakhir dituliskan beliau, untuk meminta air matanya tidak menetes, namun pada akhirnya rasa itu tak terbendung, hingga akhirnya butir kristal itu merekah dari mata Pak Farhan, karena harus berpisah dengan Sekolah Alam Kebun Tumbuh.

A Lil' Story About Children with Special Needs

Inilah kisah yang sangat membuat saya meneteskan air mata, kisah yang sangat menohok hati. Dari kisah ini disampaikan alur demi alur perjuangan Ibu Tiara saat menemani dan berbicara dengan murid tercintanya. Saya membayangkan bagaimana ketika Ibu Tiara, memegang dahi dampingannya, itu. Bagaimana, antara kedua mata saling menatap, bagaimana rasa saat digigit oleh anak didiknya. Apakah ibu Tiara marah? Tidak. Beliau merasakan perasaan bahagia, karena dengan begitu, tentu anak didiknya sudah mampu memvalidasi emosi dengan caranya. 

Ahh.. Ibu Tiara, engkau adalah malaikat tanpa sayap. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun