Menurutnya, hukuman yang dijatuhi kepada tersangka tidak dapat menjadikan efek jera kedepannya. Apabila mempertimbangkan kerusakan alam yang ditimbulkan juga kerugian yang didapat oleh negara, tentu dari pertambangan liar tersebut tidak sebanding dengan hukuman yang diterima.
Selain itu, dilansir dari detik.com, Direktur Penuntutan Jampidsus Kejagung, Sutikno, mengatakan pihaknya mengajukan banding atas terdakwa HM dan keempat lainnya yang juga terdakwa dari kasus korupsi komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk Tahun 2015-2022. Alasannya lagi-lagi karena vonis yang dijatuhkan dinilai terlalu ringan dan adanya ketimpangan hukum dalam vonis tersebut.
"(Alasan) satu, putusannya terlalu ringan ya khusus untuk pidana badannya. Dari situ nampak kelihatan hakim ini hanya mempertimbangkan peran mereka, para pelaku. Tetapi hakim nampaknya belum mempertimbangkan atau tidak mempertimbangkan dampak yang diakibatkan oleh mereka terhadap masyarakat Bangka Belitung," ucapnya kepada wartawan, Jumat (27/12/2024).
Lantas, apa saja pasal-pasal yang menjerat terdakwa HM? Dilansir dari news.detik.com, beberapa pasal yang menjerat terdakwa kasus korupsi komoditas timah diantaranya Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Berdasarkan kasus yang telah diuraikan, bisakah kita menyimpulkan bahwa hukum di Indonesia adil dan sesuai dengan ideologi kita, khususnya Pancasila sila ke-lima? Bagaimana kelanjutan dari kasus tersebut? Apakah akan berakhir dengan makna keadilan yang telah kita mengerti dan pahami? Ataukah...?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H