Gempita diskusi megenai jalur rempah masih hangat diperbincangkan hingga saat ini. Dapat dikatakan jakur rempah menjadi primadona topik diskusi di semua kalangan, mulai dari akademisi, politisi, hingga para penikamt kopi di cafe-cafe kekinian. Rempah ibarat seorang gadis cantik yang dilirik semua pihak. Rempah-rempah dari Nusantara menjadi daya tarik pedagang asing mulai dari Arab, Cina, dan Eropa. Harga rempah saat itu lebih mahal dari emas sehingga rempah dianggap sebagai simbol kemewahan karena hanya orang-orang kaya saja yang mampu membelinya.Â
Euforia rempah ternyata tidak hanya terjadi pada masa lalu. Saat ini euforia rempah kembali bergema. Diskusi-diskusi hangat sehangat aroma rempah terus bergulir. Topik yang dibahas mulai dari kuliner dengan aroma rempah yang kuat hingga wastra yang ditenun oleh tangan-tangan terampil para wanita penjaga tradisi.
Wastra yang memiliki hubungan erat dengan rempah adalah tenun songket yang berasal dari Aceh. Salah satu desa penghasil tenun songket adalah Desa Siem, Kabupaten Aceh Besar yang berada tidak jauh dari Kota Banda Aceh. Perjalanan ke Desa Siem dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua maupun empat dengan jarak tempuh lebih kurang 40 menit.Â
Tenun songket Siem pernah berada dipuncak kejayaan pada sekitar tahun 80-an hingga 90-an. Konflik Aceh yang berkepanjangan ditambah musibah gempa bumi dan tsunami Aceh pada tahun 2004 membuat pengrajin tenun songket Siem meninggalkan aktivitasnya. Barbara Leigh di dalam bukunya yang berjudul Tangan-Tangan Terampil menyebutkan bahwa songket Aceh selain rempah-rempah pada abad ke-18 merupakan salah satu komoditi dagang penting yang ditukar dengan barang-barang dari luar.Â
Salah satu pengrajin songket Siem yang memilili dedikasi tinggi terhadap tenun songket Siem adalah almarhumah Nyak Mu. Kepeduliannya terhadap songket Siem diganjar dengan penghargaan Upakarti tahun 1992 pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Tenun songket Siem terkenal dengan warnanya yang cerah dengan aneka motif. Motif tenun songket Siem selain bunga, suluran, pucuk rebung, motif awan, juga mengandung motif yang berkaitan dengan rempah, yakni motif bunga pala. Adanya penerapan motif bunga pala pada kain tenun songket Siem menunjukkan bahwa Desa Siem pada masa lalu juga bersinggungan dengan perdagangan rempah dan kemungkinan di sekitar Desa Siem pada masa lalu juga pernah ditanam pohon pala sehingga menjadi inspirasi para pengrajin tenun songket di Desa Siem.
Sudah saatnya aroma rempah pala di Aceh kembali dibangkitkan melalui wastra agar cerita mengenai jalur rempah tetap terpatri melalui karya tangan-tangan terampil wanita Aceh penjaga tradisi.
Salam budaya, salam lestari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H