Mohon tunggu...
yunita laila
yunita laila Mohon Tunggu... -

Sejak kecil aku ingin menjadi Guru Bahasa Inggris, namun keinginan itu kini telah sirna dan tinggallah kenangan. Ketika SMA, aku membangun keinginanku kembali hingga membawaku sampai di gerbang UNS. Thanks God,, aku bersyukur tercatat sebagai mahasiswa PGSD UNS Kampus VI Kebumen. Aku yakin ini yang terbaik untukku.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Aku atau Kita?

30 November 2010   16:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:09 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

AKU.
Kedengarannya begitu tegas dan meyakinkan. Tapi siapakah sesungguhnya aku?? Tak ada yang bisa mendefinisikannya. Kata itu terlalu egois untuk dipahami. Ya, karena sesungguhnya manusia itu dilahirkan sebagai makhluk sosial. Sejak dalam kandungan saja bayi mendapat asupan makanan dari ibundanya, kemudian saat dilahirkan dibantu oleh dokter atau bidan. Lalu, apakah masih terpikirkan aku??

Terkadang disaat sendiri, semua terlalu pahit untuk dirasa. Meskipun juga ada saatnya seseorang menginginkan ketenangan untuk sendiri sebagai bentuk privasi darinya. Begitu terasa perbedaan saat bersama dan sendiri. Dikala bersama, tak ada kegundahan yang terasa dalam angan, saling mengisi dan memahami akan sikap dan sifat masing-masing. Namun, pemahaman itu juga sering disalah artikan sehingga dapat menimbulkan kesalahpahaman yang berakibat fatal. Tak dapat dipungkiri bahwa dalam sosialnya manusia kadang terbentur akan permasalahan yang kompleks. Sindiran dan tangisan akan menjadi warna dalam kebersamaan yang sejati.

Tapii,,, bagaimana jika dalam kebersamaan itu tumbuh cinta? Seringkali didengungkan bahwa cinta adalah hak setiap manusia. Memang benar demikian, namun apakah cinta itu tepat pada wadahnya? Tak ada lagi "aku" disini, melainkan "kita" yang selalu bersama dalam mengisi hari-hari yang disertai suka duka yang berwarna. Kebersamaan begitu indah dan akan indah pada waktunya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun