AKU.
Kedengarannya begitu tegas dan meyakinkan. Tapi siapakah sesungguhnya aku?? Tak ada yang bisa mendefinisikannya. Kata itu terlalu egois untuk dipahami. Ya, karena sesungguhnya manusia itu dilahirkan sebagai makhluk sosial. Sejak dalam kandungan saja bayi mendapat asupan makanan dari ibundanya, kemudian saat dilahirkan dibantu oleh dokter atau bidan. Lalu, apakah masih terpikirkan aku??
Terkadang disaat sendiri, semua terlalu pahit untuk dirasa. Meskipun juga ada saatnya seseorang menginginkan ketenangan untuk sendiri sebagai bentuk privasi darinya. Begitu terasa perbedaan saat bersama dan sendiri. Dikala bersama, tak ada kegundahan yang terasa dalam angan, saling mengisi dan memahami akan sikap dan sifat masing-masing. Namun, pemahaman itu juga sering disalah artikan sehingga dapat menimbulkan kesalahpahaman yang berakibat fatal. Tak dapat dipungkiri bahwa dalam sosialnya manusia kadang terbentur akan permasalahan yang kompleks. Sindiran dan tangisan akan menjadi warna dalam kebersamaan yang sejati.
Tapii,,, bagaimana jika dalam kebersamaan itu tumbuh cinta? Seringkali didengungkan bahwa cinta adalah hak setiap manusia. Memang benar demikian, namun apakah cinta itu tepat pada wadahnya? Tak ada lagi "aku" disini, melainkan "kita" yang selalu bersama dalam mengisi hari-hari yang disertai suka duka yang berwarna. Kebersamaan begitu indah dan akan indah pada waktunya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H