[caption caption="Rj Lino, mantan Direktur Utama Pelindo II. Illustrasi dari Kompas.com"][/caption]
Â
RJ Lino, CEO transformatif Indonesia, tersangka. Publik terkejut. Sosok yang dipuji-puji oleh Rheinald Kasali sebagai change leader di BUMN Perhubungan itu, kini tersangkut hukum. Begitu dramatis. Karir Lino yang mekar di era Soeharto, gemilang di era SBY, kini hancur di era Jokowi.
Tersangkanya Lino menimbulkan reaksi beragam publik. Ada yang menyayangkan, namun tak sedikit pula yang bersorak kegirangan. Lino memang sosok yang kontroversial. Ia terlihat sombong, angkuh, arogan, uncompromissed tetapi ia adalah bagian dari change leaders Indonesia.
Bagi para pendukungnya, Lino terlihat berani, lugas dan cerdas. Sebagai insinyur lulusan ITB, sebuah perguruan tinggi terbaik setelah UI, ia dididik untuk percaya diri, punya kemauan dan impian. Lalu publikpun bertanya siapa sebenarnya RJ Lino itu? Apa hubungannya dengan Soyan Djalil dan Jusuf Kalla?
Kita perlu menilik ke belakang sebentar. Setamat ITB 1976, Lino mengawali karirnya sebagai staf teknis di Departemen Perencanaan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Karena kehebatannya, Lino kemudian direkrut sebagai Direktur Pelabuhan Aneka Kimia Raya (AKR), sebuah perusahaan milik keluarga Soegiarto, yang beroperasi di Naning, China (Referensi baca di sini).
Di China, dengan impian yang menyala-nyala, Lino berhasil mengubah sebuah pelabuhan sungai menjadi sangat terkenal. Di sana ia membeli alat bongkar muat barang untuk pelabuhan itu dengan tujuan agar proses pemindahan barang dilakukan dengan cepat dan efisien. Dan ternyata ia berhasil.
Kemudian, karena kehebatannya, Lino kemudian dipercaya menjadi Direktur Pelaksana Pelabuhan Guigang, Guanxi, China (2005-2008) dan berhasil menjalin kerjasama dengan pemerintah lokal di sana. Ia pun juga berhasil memasarkan pelabuhan Guigang kepada pemerintah Provinsi Guangdong, Hong Kong, Senzhen dan berbagai kota lainnya (Referensi baca di sini).
Karena kinerjanya yang baik di luar neger itulah, akhirnya Lino dipanggil pulang oleh pemerintah era SBY dan diberikan jabatan sebagai Direktur Utama PT Pelindo II untuk dapat mengurusi Pelabuhan Tanjung Priok pada tahun 2009. Namun karena proses pengangkatannya sebagai direktur Utama Pelindo II di luar dari kelaziman, ada permainan, maka sosok keberadaan Lino di Pelindo II, selalu kontroversi.
Permainan pengangkatan RJ Lino Sebagai Direktur Utama Pelindo II
Pada tahun 2009, jabatan direksi di PT Pelindo II berakhir. Karena itu sesuai dengan undang-undang yang berlaku di BUMN, maka komisaris Pelindo II mengajukan nama-nama calon direktur Pelindo II yang dianggap layak.  Dari nama-nama yang direkomendasi itu , maka Kementerian BUMN berkewajiban melakukan  fit and proper test. Tetapi nyatanya nama RJ Lino saat itu tidak pernah diusulkan oleh dewan komisaris  kepada Menteri BUMN. Nah di sinilah kontroversi itu mulai terjadi. Bagaimana hal itu terjadi?