Ikon PKS adalah Fahri Hamzah bukan Hidayat Nurwahid, Tifatul Sembiring, Lutfi Hasan Ishaq, Anis Mata apalagi Sohibul Iman. PKS adalah Fahri Hamzah dan Fahri Hamzah adalah PKS. Begitu menyatunya Fahri Hamzah dengan partainya, sehingga segala gerak-gerik Fahri Hamzah dibaca sebagai gerak-gerik PKS.
Sepak terjang Fahri Hamzah di kancah perpolitikan Indonesia cukup mentereng. Fahri Hamzah Berjaya di era pemerintahan SBY, era kepemimpinan Tifatul Sembiring. Kepiawaian Fahri Hamzah dalam berpolitik terus berlanjut di era Presiden PKS Lutfi Hasan Ishaq dan Anis Matta. Puncaknya saat dia dipilih oleh partainya PKS menjadi wakil pimpinan DPR RI. Sebuah jabatan cukup prestisius di republik ini.
Kehebatan Fahri Hamzah tidak lepas dari sikapnya yang militan, ceplas-ceplos, garang, meluap-luap, khas PKS. Sosoknya yang demikian sangat mewakili kaum muda Indonesia yang energik, spontan, ganas, emosional dan memberontak. Maka keberadaan Fahri Hamzah di PKS sangat berpengaruh besar. Daya magis Fahri Hamzah bagi kader-kader PKS sangat memesona, menarik dan menjadi panutan. Apalagi seorang Fahri Hamzah belum pernah terbukti tersangkut dengan kasus hukum, jelas hal itu mempunyai daya tarik tersendiri bagi kader-kader PKS lainnya.
Berkat sepak terjang Fahri Hamzah di kancah nasional, kaderisasi PKS pun berhasil dengan gilang-gemilang. Di ibu kota Jakarta, pasangan gubernur Adang Daradjatun - Dani Anwar yang diusung sendiri oleh PKS, hampir menang melawan pasangan Fauzi Bowo-Prijanto. Puncaknya pada tahun 2009, perolehan PKS pun naik signifikan dari pemilu legislatif sebelumnya menjadi 7,88 % dari total perolehan suara nasional. Fahri Hamzah pun semakin percaya diri berbicara di depan media. Walaupun jabatannya, hanya sebagai wakil sekretaris jenderal PKS, namun dia menjadi primadona media. Ia pun didaulat oleh media sebagai juru bicara PKS.
Namun era keemasan PKS mulai sirna ketika fraksi PKS di DPR berdiri di dua kaki terkait Pansus Hak Angket Bank Century. Di satu sisi, PKS masuk dalam koalisi pemerintah SBY namun di Pansus hak angket Century, PKS berdiri di dua kaki dengan menghantam langsung pemerintah SBY. Corong PKS pun dilakoni dengan sangat baik oleh Fahri Hamzah. Akan tetapi publik menilai bahwa PKS telah mengkhianati pemerintah. Hal yang kemudian membuat citra PKS perlahan-lahan pudar.
Daya tarik masyarakat terhadap PKS pun langsung meredup ketika menjelang Pemilu 2014, Presiden PKS dicokol KPK terkait kasus korupsi daging sapi. Bukannya mendukung kerja KPK dalam mengusut kasus itu, Fahri Hamzah secara lantang menuduh pemerintah dan KPK melakukan konspirasi di balik kasus tersebut. Fahri pun kemudian terus melawan, menyuarakan pelemahan dan bahkan pembubaran KPK.
Begitu bencinya Fahri kepada KPK, sampai-sampai ia lupa bahwa masyarakat lebih banyak yang bersimpati kepada KPK daripada PKS itu sendiri. Kepercayaan masyarakat kepada PKS sebagai partai bersihpun menjadi pudar dan bahkan membuat kepanjangan PKS sebagai  ‘Partai Korupsi Sapi’. Namun Fahri seolah-olah tak peduli. Ia terus menyerang KPK secara membabi buta. Akibatnya kepercayaan masyarakat kepada PKS semakin luntur. Dan itu tidak lepas dari gaya Fahri berhadapan dengan KPK.
Lalu pada Pemilu 2014 pun menjadi hari yang kelam dalam sejarah PKS. Partai ini hanya mendapat 6,79% suara dari perolehan total suara secara nasional. Turun secara signifikan dibandingkan dengan perolehan pada Pemilu sebelumnya. Tentu saja hasil ini sangat mengecewakan PKS. Citra PKS pun semakin parah ketika pada Pilpres 2014, PKS melancarkan berbagai fitnah dan hinaan kepada capres Jokowi-JK. Bahkan Fahri sendiri menyebut Jokowi ‘sinting’ terkait janji Jokowi terhadap hari Santri.
Keputusan strategis Presiden Anis Matta untuk bergabung dengan pasangan Prabowo-Hatta yang ternyata kalah telah semakin memojokkan PKS. Publik pun masih ingat bagaimana PKS mengeluarkan hasil quick count dengan memenangkan pasangan Prabowo-Hatta dan ternyata abal-abal. Itu jelas membuat citra PKS semakin rusak. Setelah Jokowi-JK dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden, Fahri Hamzah pun tidak berhenti melancarkan berbagai kritikan bahkan cenderung menghina. Mengomentari setahun pemerintahan Jokowi-JK, Fahri Hamzah menyebut bahwa pemerintahan Jokowi-JK lemah dan bodoh.
Puncak blunder Fahri Hamzah adalah ketika dia secara membabi buta membela Setya Novanto dalam kasus catut nama Presiden Jokowi. Fahri Hamzah terus berbusa-busa mulutnya membela Setya Novanto kendatipun publik percaya bahwa Novanto jelas-jelas telah melakukan kesalahan. Oleh karena Fahri Hamzah adalah ikon PKS, maka pembelaan Fahri itu dimaknai sebagai pembelaan PKS. Dan itu membuat masyarakat semakin muak melihat Fahri Hamzah sekaligus PKS. Belakangan Sohibul Iman turun tangan dengan menegur Fahri Hamzah terkait pembelaannya kepada Setya Novanto.
Berkaca dari terjungkalnya Setya Novanto dari kursi ketua DPR dan terus melemahnya KMP, akhirnya timbul kesadaran mendalam bagi para elit PKS. Ternyata menjadi oposisi pemerintah, sangat tidak menguntungkan bagi PKS. Tanpa menteri di pemerintahan, pemasukan PKS pun menjadi kering-kerontang. Mereka tentu tidak selamanya bergantung kepada pemerintah daerah karena selalu diawasi KPK. Maka evaluasi yang dilakukan para elit PKS pun mengambil kesimpulan bahwa cara terbaik untuk memulihkan citra PKS adalah dengan merapat kepada pemerintah.