Mohon tunggu...
Asaaro Lahagu
Asaaro Lahagu Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Isu

Warga biasa, tinggal di Jakarta. E-mail: lahagu@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Jokowi "Lompat Batu" di Nias, Rasakan Sensasi Pulau Impian

20 Agustus 2016   13:43 Diperbarui: 20 Agustus 2016   20:51 5965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi dengan baju adat Nias (Liputan6.com)

Kunjungan Jokowi ke Nias (19/8/2016), dimaknai sebagai sebuah lompatan. Karena Nias punya budaya unik lompat batu (hombo kara), maka kunjungan itu dimaknai sebagai ‘lompatan batu’. Jokowi adalah satu-satunya Presiden di masa damai, mau mengunjungi Nias dan merasakan sendiri sensasi ‘pulau impian’. Ia adalah presiden pertama yang memasukkan seorang putra daerah Nias, Yasona Laoly (Menteri Hukum dan HAM), duduk di jajaran elit kabinetnya. Itu adalah sebuah lompatan di era Jokowi.

Selama 20 tahun menjadi Presiden RI, Soekarno hanya sekali menginjakkan kakinya di Pulau Nias, yakni pada tahun 1947. Sesudahnya, Soekarno tak pernah lagi melirik pulau terpencil di bagian barat Sumatera itu. Bagi Soekarno, Nias adalah sebuah pulau mati, pulau miskin yang dibiarkan asyik mabuk tuak tuo nifaro dan memelihara utang turun-temurun dengan uang jujuran perkawinan mematikan yang disebut ‘bowo’ itu. Soekarno membiarkan orang Nias seperti katak di bawah tempurung, asyik dan puas dengan makanan khasnya ni’owuru (babi yang diasinkan), menjadikan rokok sebagai sebuah sumange (penghormatan) saat bertemu di jalan, di rumah, di pesta atau di mana saja. Jadilah pemuda Nias lebih baik tidak makan beras dari pada tidak merokok.

Hal yang sama dengan Soeharto yang memerintah selama 32 tahun. Soeharto tak pernah mau datang walau hanya sekedar ‘membuang kentut’ di Nias. Soeharto hanya mabuk kepayang sambil mengumbar senyum saat ia mendengar orang-orang Nias cinta mati kepada Golkarnya selama puluhan tahun. Namun itu tidak cukup meluluhkan hati sang ‘The Smilling face of President’. Ia malas mendengar cerita kemiskinan orang Nias yang hanya makan nasi, sekali seminggu. Sementara The Smilling face of President, puas mandi sup asparagus dengan kuah melimpah ikan salmon di istananya, jalan Cendana.

Berturut-turut presiden selanjutnya Habibie, Gusdur, Megawati, tak sekalipun menginjakkan kakinya di Pulau Nias. Hanya mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang tiga kali berkunjung ke Nias yakni 28 Desember 2004, 28 Maret 2005 dan 25 Desember 2005. Semuanya untuk menghibur masyarakat Nias yang menderita akibat gempa dahsyat plus Tsunami tahun 2004 sebelumnya. Setelah itu, masyarakat Nias hanya disuguhi alunan lagu SBY dari album ke album.

Saat SBY ke Nias, dia mengumbar kata ‘tabah dan akan dibantu semaksimal mungkin’. Hasilnya pada pemilu 2009, masyarakat Nias cinta mati kepada SBY. Pada pemilu 2009, Demokrat berjaya di Nias. Namun kisah cinta Demokrat di hati masyarakat Nias hanya janji dan slogan ‘katakan tidak pada korupsi’. Pada pemilu 2014, akhirnya Demokrat memanen hukum karma, menjadi partai gurem.

Ketika duit bantuan gempa mengalir ke Nias di era Bupati Nias, Binahati Baeha, Sang Bupati yang juga pentolan partai Demokrat, berpesta pora mengkorupsi uang bantuan gempa itu. Baeha kemudian terpaksa meratapi nasibnya di hotel prodeo alias penjara KPK selama beberapa tahun. Jadilah Nias yang sudah miskin, dilanda gempa lalu uang bantuan dikorup oleh pemimpinnya masuk dalam lingkaran setan kemiskinan dan menyandang gelar sebagai daerah paling tertinggal dan termiskin di wilayah Propinsi Sumatera Utara.

Secara geografis, letak Pulau Nias yang terpencil di wilayah barat Indonesia, tak diperhitungkan secara ekonomi maupun politis. Pulau Nias bukanlah terletak di jalur perdagangan, jalur hilir-mudik manusia. Pulau itu seolah terasing dan teralienasi dari masyarakat luar. Masyarakat Nias yang sebagian besar penduduknya sebagai petani palawija, padi, karet dan nelayan, terus menjerit ketika harga komodoti karet sejak empat tahun belakangan ini hanya berkisar Rp. 4.000 sampai Rp. 5.000 per kg. Itu tidak sebanding dengan pengeluaran masyarakat Nias yang terus mengimpor beras dari daerah lain.

Nias pun terus menerus bergulat pada harga kebutuhan sehari-hari yang terus naik. Itu berbanding terbalik dengan penghasilan rakyat yang semakin turun. Masyarakat pun kesulitan memperoleh pembiayaan sekolah anak-anaknya mengecap pendidikan menengah lebih-lebih pendidikan tinggi.

Ketika Jokowi mencalonkan diri menjadi Presiden, Jakowi effect sangat terasa di Nias. Masyarakat Nias mengharapkan sosok Presiden yang mampu membantu pulau itu dari lingkaran kemiskinan. Maka tak heran, persentasi kemenangan Jokowi-JK pada Pilpres 2014 lalu itu di atas 80 persen di seluruh Nias.

Setelah Jokowi menjadi RI-1, terlihat ada upaya keras untuk memajukan daerah Nias. Gerakan membangun Nias lewat sektor pariwisata dengan tagline‘Nias Pesona Pulau Impian’ yang diluncurkan pada tanggal 2 Juni 2016, didukung penuh oleh Jokowi lewat Menteri Pariwisata, Arief Yahya. Ya, Nias Pulau Impian.

Nama ‘Nias Pulau Impian, terdengar hebat menggelegar. Lewat lobi tokoh masyarakat Nias seperti Yasona Laoly, Marinus Gea, Firman Jaya Daeli, Jokowi akhirnya setuju untuk mau ‘lompat batu’ dan merasakan sensasi Nias Pulau impian, Jumat, 19 Agustus 2016 kemarin. Lalu apa sebetulnya muatan dari Pesona Nias Pulau Impian itu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun