Mohon tunggu...
Asaaro Lahagu
Asaaro Lahagu Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Isu

Warga biasa, tinggal di Jakarta. E-mail: lahagu@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Kini Asyik Serang Balik, Bersihkan Penegak Hukum, Buru Koruptor ke Ujung Dunia

24 April 2016   07:13 Diperbarui: 29 April 2016   09:28 19256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Presiden Jokowi saat tiba di Bandara Internasional Jemarn, Tegel, 18 April 2016 lalu (Setneg.go.id)"][/caption]“Hajar mereka lebih garang, sangar dan galak,” demikian perintah menderu Jokowi kepada para aparat penegak hukumnya awal 2016 lalu. Setelah menghukum mati para gembong Narkoba Jilid 1 dan 2, Jokowi memerintahkan Kepala BNN, Budi Waseso, tampil all-out menghabisi para Bandar Narkoba.

Menghadapi teroris, Jokowi tak mundur selangkah pun, ia memerintahkan Kepala BNPT, Tito Karnavian, terus menghajar para teroris sampai ke sarangnya. Operasi Tinombala pun dilakukan besar-besaran di Sulawesi memburu kelompok Santoso. Jokowi ingin agar bibit teroris dicabut sampai ke akar-akarnya.

Lewat Kepala BIN, Sutiyoso, Jokowi perintahkan agar memburu asset-aset Indonesia di luar negeri. Dengan anggaran yang diajukan BIN 3,7 triliun, Sutiyoso ingin menangkap para koruptor di luar negeri atau dimana pun di ujung dunia. Hasilnya Koruptor BLBI, Samadikun Hartono, ditangkap di China. Buronan Bank Century, Hartawan Aluwi ditangkap di Singapura.

Ke depan, Jokowi akan memburu dengan ngotot semua para koruptor di luar negeri. Jokowi akan menggunakan segala cara yang ada untuk memburu aset Indonesia yang disembunyikan para koruptor di luar negeri. Itulah sebabnya anggaran BIN terus ditingkatkan, kerjasama dengan negara lain dibina, dan Undang-undang Tax Amnesty terus dikebut. Ke depan uang WNI sebesar 11,4 ribu triliun yang di luar negeri (di negara-negara tax heaven), akan menjadi fokus perburuan hebat Jokowi.

Dengan data lengkap yang dikantonginya, Jokowi memaksa WNI yang punya duit di luar negeri itu memilih dua option. Duit anda boleh tetap simpan di luar negeri namun anda harus bayar pajak di Indonesia. Pilihan kedua, tarik duit anda di luar negeri, simpan di bank-bank nasional untuk dipinjam pemerintah sebagai modal pembangunan infrastruktur. Dan anda tidak perlu bayar pajak. Tentu saja ada skenario ketiga jika dua option itu tidak digubris oleh para pemilik duit 11, 4 ribu tirliun itu.

Skenario ketiga itu menjadi semakin jelas ketika Jokowi membina hubungan mesra dengan China, mengunjungi Amerika Serikat dan terakhir keliling Eropa untuk menyampaikan misi rahasianya. Jika China, Amerika, dan Eropa Barat terus berteriak Indonesia sebagai negara korup, maka Jokowi meminta bantuan mereka memberikan data orang Indonesia yang ada duitnya di negera tersebut. Jika Jokowi ingin menyita uang itu, maka negara lain siap membantu.

Skenarionya adalah jika asal duitnya itu tidak jelas alias dari hasil korupsi, pencucian uang, penipuan, penjualan Narkoba, praktek illegal logging, illegal fishing, pencurian minyak dan seterusnya, maka akan disita oleh negara. Nah, skenario itu hanya terjadi jika ada perjanjian rahasia dengan negara lain. Nampaknya dukungan negara lain itu mengalir ketika banyak pemimpin negara lain datang mengunjungi Jokowi dan sebaliknya Jokowi datang mengunjungi mereka termasuk ke Eropa terakhir ini dan tentu saja misi rahasia Jokowi diselipkan.

Jokowi tentu punya prinsip. Sambil bekerja mati-matian membangun negeri ini lewat geliat ekonomi, Indonesia juga harus memanfaatkan duit yang sudah dihasilkan termasuk duit 11,4 ribu triliun itu. Selain memburu duit itu, Jokowi juga menggalakan pemberantasan korupsi di dalam negeri ini. Nah, fokusnya bukan hanya kepada pelaku korupsi, tetapi kepada para penegak hukum. Membersihkan para penegak hukum, akan menjadi fokus hebat Jokowi.

Untuk mencapai tujuan strategisnya, Jokowi terus memerintahkan KPK untuk menghajar para penegak hukum terlebih dahulu. Jelas, tidak mungkin sapu kotor membersihkan lantai kotor. Pusat fokus pembersihan yang diinginkan Jokowi adalah Kejaksaaan, Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung, BPK, DPRD dan DPR. Karena di insitusi inilah para maling, tikus dan mafia bersarang.

Maka tak heran jika Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK baru-baru ini di Kejaksaan Tinggi DKI, Jawa Barat, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, penangkapan anggota DPRD Sanusi, anggota DPR Damayanti adalah aksi pembersihan para penegak hukum dan para pembuat undang-undang. Jika KPK mengobrak-abrik Mahkamah Agung (MA) sekarang ini, karena memang di situlah pusat mafianya. Fakta bahwa tuntutan PSSI dan partai politik selalu memang melawan pemerintah di MA karena memang di sana ada jaringan mafia hukumnya.

KPK sekarang sedang mengambil ancang-ancang untuk membersihkan BPK yang menyebut dirinya itu sebagai lembaga tak pernah bersalah. Di sana juga ada mafia besarnya. Tentu saja KPK tidak akan terpengaruh ocehan DPR dan DPRD DKI agar menetapkan Ahok sebagai tersangka Sumber Waras. Justru KPK semakin giat mengintai BPK dan DPRD DKI yang memang terbukti banyak bermain terkait wewenang mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun