Mohon tunggu...
Asaaro Lahagu
Asaaro Lahagu Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Isu

Warga biasa, tinggal di Jakarta. E-mail: lahagu@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Beking Penuh, Ahok ‘Hancurkan’ Jakarta, Tionghoa Terusik

21 Februari 2016   10:26 Diperbarui: 25 Desember 2016   21:29 374284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (Foto Tribun Jakarta)"][/caption]Memuji Jokowi, membanggakan Ahok, mungkin sudah basi. Tetapi ada satu hal yang terus mengusik pikiran saya: melihat hubungan luar biasa keduanya pada masa lalu dan sekarang. Publik tahu bahwa Jokowi adalah Jawa yang Islam sedangkan Ahok adalah Tionghoa yang Kristen. Namun publik mungkin kurang tahu esensi mendalam hubungan keduanya.

Dalam diri Jokowi dan Ahok meleburlah sifat patriotisme, nasionalisme dan pancasilaisme sejati yang menyala-nyala. Makna kedalaman rasa dan nilai religiositas keislaman dan kekristenan bertemu dalam diri mereka. Nilai-nilai kedua agama besar itu menjadi nyata, hidup dan bercahaya ketika dua orang ini bertemu. Budaya Jawa yang tertanam dalam diri Jokowi dan nilai-nilai hidup warisan leluhur Ahok yang Tionghoa, menyatu, bertemu, saling melengkapi dan membentuk mazab dan etos kerja dahsyat sebagai pemimpin hebat.

Ketika gaya kepemimpinan khas Jokowi bertemu dengan gaya kepemimpinan sangar Ahok, maka keduanya menjadi klop, sempurna. Sama sekali kedua gaya itu tidak bertentangan, tetapi pas, tepat, ibarat baut dan mur, saling mengikat. Itulah sebabnya ketika Jokowi bertemu dengan Ahok, ia merasa lebih hebat, lebih kuat dan lebih sangar. Demikian juga sebaliknya. Ketika Ahok bertemu dengan Jokowi, jiwa, energi dan aura Ahok semakin bersinar dan berkilau.

Publik sangat jarang melihat Ahok mengkritik pedas Jokowi. Demikian juga sebaliknya Jokowi sangat jarang mengkritik gaya Ahok memerintah. Karena memang, gaya kepemimpinan Jokowi baik saat ia DKI-1 maupun setelah menjadi RI-1, sangat pas dan mengena di hati Ahok. Hal yang sama juga dirasakan Jokowi. Sesangar apapun Ahok saat menjadi wakilnya sebagai DKI-2 dan sekarang menjadi DKI-1, juga pas, tepat dan mengena. Nah inilah hubungan yang luar biasa kedua pemimpin terbaik bangsa saat ini.

Berdasarkan hubungan yang bagai baut dan mur itu, Ahok menjelma menjadi jantung kekuatan Jokowi di pentas nasional. Jika Ahok dilumpuhkan, maka hilanglah setengah kekuatan Jokowi. Di pentas nasional dan terutama di DKI, Ahok adalah bamper hebat sekaligus buldozernya Jokowi. Ahok adalah perpanjangan tangan paling dipercaya Jokowi. Keberadaan Ahok di ibukota, yang juga sangat strategis, adalah keuntungan sangat besar bagi Jokowi. Tanpa Ahok di Jakarta, maka setengah energi Jokowi habis untuk membenahi carut-marut Jakarta.

Jika Jokowi dengan cepat melantik Ahok sebagai Gubernur DKI untuk mengganti dirinya yang telah menjadi Presiden awal tahun 2015, itu karena alasan strategis Jokowi. Jokowi sangat butuh Ahok di Jakarta.  Walaupun mayoritas anggota DPRD DKI Jakarta tidak menginginkan Ahok sebagai Gubernur, namun karena dukungan Jokowi, para anggota DPRD itu tidak berkutik. Hak yang sama ketika Ahok digoyang dengan hak angket lalu mau dilanjutkan dengan hak menyatakan pendapat, Jokowi lagi-lagi mem-beking Ahok. Ketika BPK dan mungkin juga KPK berkomplotan melakukan kriminalisasi kepada Ahok terkait kasus Sumber Waras, lagi-lagi Jokowi muncul membela Ahok. Jelas dan amat jelas, tanpa Jokowi, Ahok sudah mungkin terdepak dari DKI-1.

Berkat beking penuh Jokowi di tingkat nasional itu, Ahok tanpa ragu ‘menghancurkan’ Jakarta. Menghancurkan dalam arti mengubah drastis, merevolusi dan merebut Jakarta dari tangan koruptor, mafia, preman dan para pengemplak pajak. Ia menghancurkan wajah Jakarta dari tangan preman Tanah Abang, Monas dan Kemayoran. Ia menghancurkan dan merebut Jakarta dari tangan pemukim liar, parkir liar, PKL liar dan perampas tanah negara di Waduk Pluit, Rio-Rio dan Kampung Pulo. Ahok pun dengan ganas mendesain ulang budaya birokrat Jakarta yang korup tanpa ampun. Ia memecat, merotasi, mengganti, menstafkan, memecat lagi dan mengangkat kembali para pejabat di DKI yang tidak bisa bekerja. Mental ‘raja’ para pejabat DKI Jakarta dihancurkan Ahok dengan lelang jabatan, pemecatan dan aplikasi atmosfir persaingan sengit.

Tak tanggung-tanggung, dalam upayanya menghancurkan Jakarta dari tangan penjahat, Ahok menampilkan wajah garang dan lontaran-lontaran kasar yang pedas, menyinggung dan menyayat hati. Kata-kata Ahok yang kasar kepada mereka yang mencuri uang negara luar biasa tajam. Akibatnya, orang-orang Tionghoa yang nota bene sesuku Ahok, terusik dan takut. Saking takutnya warga Tionghoa akibat kata-kata kotor Ahok itu, membuat Jaya Suprana (pendiri MURI) Indonesia yang juga berasal dari etnis Tionghoa, ikut-ikutan terusik dan menulis surat terbuka kepada Ahok. Menurut Jaya Suprana, kata-kata kasar Ahok itu bisa menyulut kebencian luar biasa suku lain untuk menyerang kembali etnis Tionghoa, etnis Ahok sendiri.

Namun Ahok benar-benar berbeda. Ia tidak peduli keselamatan etnisnya, agamanya, keluarganya dan bahkan dirinya sendiri. Ahok juga terus menghancurkan mental korup para anggota DPRD DKI Jakarta dengan program e-budgeting-nya. Perang heroik Ahok yang melawan semua anggota DPRD semester pertama tahun 2015 yang lalu, telah berhasil meluluhlantakan keganasan korupsi anggota DPRD. Berkat beking penuh Jokowi, Ahok pun keluar sebagai pemenang vs DPRD. Selanjutnya, Ahok tanpa ragu terus menghancurkan Jakarta dari tangan para pengemplak pajak di berbagai perusahaan, pabrik, restoran, hotel, toko, pengembang, transportasi (baca Metromini), tempat-tempat hiburan termasuk yang terakhir Kalijodo. Manusia Jakarta yang korup, liar, tak taat pajak, makan gaji buta, terus dihancurkan Ahok.

Ahok juga terus menghancurkan Jakarta yang miskin dengan filosofofi keadilan sosialnya. Ahok membebaskan rumah yang berharga di bawah 1 miliar dari PBB, sedangkan rumah-rumah mewah dikenakan pajak berkali-kali lipat.  Ahok terus dan terus membangun gedung-gedung mewah sekolah negeri yang lebih mentereng, mengubah wajah Jakarta dengan jalan cor beton, trotoar bagi pejalan kaki, taman dan sarana-sarana publik lainnya. Ia terus menggelontarkan dana besar lewat  kartu Jakarta pintar untuk membiayai pendidikan anak sekolah dasar sampai perguruan tinggi dan kartu Jakarta sehat bagi kaum miskin. Inilah keadilan sosial yang diyakini Ahok.

Satu hal yang menyolok dari Ahok. Mental pengusaha yang selama ini biasa kongkanglingkong dengan pejabat Pemrov DKI Jakarta, sekarang semakin dihancurkan Ahok. Hasilnya, para pengusaha yang dulunya sangat mudah meraup keuntungan dari kongkanglingkong itu (baca bagi-bagi proyek) tidak lagi bisa lagi seperti itu dan sekarang banyak yang bangkrut. Dan kita pun tahu para pengusaha yang selama ini dimanjakan dengan berbagai proyek dengan keuntungan melimpah, sudah dihancurkan Ahok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun