Aburizal Bakri alias Ical sepuluh tahun terakhir ini, tersayat terlalu banyak. Sayatan lukanya semakin pedih dan perih. Ia bagaikan banteng yang terluka. Benar, ia mengamuk dan menanduk lawannya. Namun saat dia mengamuk, lawannya terus menebasnya. Sayatan yang dia derita pun semakin banyak. Di tanah airnya, tempat tumpah darahnya, Ical dijegal, dirongrong, ditampar dan disayat-sayat oleh saudara sebangsanya.
Ical yang bagaikan banteng terluka itu pun tenaganya semakin lemah. Lalu ia berteriak histeris, meminta kawan dan lawannya berhenti menyayatnya. “Save my soul”, demikian teriakan SOS Ical yang sayup-sayup terdengar. Ia rela menjilat ludahnya ‘mendukung pemerintah, setuju Munaslub dan bersedia tak maju lagi memperebutkan posisis ketua umum di Golkar’. Namun Ical tetap menyimpan daya jimatnya lewat penguatan Dewan Pertimbangan Partai dimana ia mau menjadi ketuanya.
Ical berteriak histeris karena perlawanannya semakin melemah. Ical memang telah melakukan perlawanan dengan seluruh jiwa raganya, harta dan sumberdayanya. Tetapi kawan dan lawan terlalu banyak yang mengeroyoknya. Matanya pun buram melihat siapa sebenarnya lawan dan kawannya. Sementara ia sendiri, berusaha menyembuhkan lukanya yang datang silih berganti.
Lapindo, itulah luka pertama Ical. Semburan Lapindo yang terjadi pada tahun 2006 telah berbuah malapetaka besar. Ical terus bertanya kepada Khaliknya, apa dosanya sampai perusahaannya Lapindo tiba-tiba menyebabkan semburan luar biasa itu? Energi Ical terhambur banyak menangkis hujatan, makian dan hinaan masyarakat. Hartanya pun tergerus besar mengganti kerugian akibat Lumpur Lapindo itu. Sementara Lapindo sendiri tak membuat untung dan terus menimbulkan kerugian. Utang Ical pun menggunung. Semburan Lapindo telah menjadi awal luka dan kebangkrutannya.
Luka Lapindo berusaha disembuhkan Ical dengan merampas Golkar dari Jusuf Kalla. Dan ia berhasil. Kalla knock out (KO) dan tak lagi menjadi bagian pengurus Golkar dan itu menyimpan luka di hati Kalla. Kalla kemudian menghibur dirinya yang gagal merampas RI-1 dari SBY, dengan menjadi ketua PMI. Sementara Surya Paloh membuat kendaraannya sendiri, partai Nasdem, menyusul Wiranto dengan Hanuranya. Dengan Golkar di tangannya, Ical terus maju di tengah luka Lapindo. Ia pun mulai sembuh dan bahkan berjaya. Dua tahun setelah semburan Lapindo yakni tahun 2008, Ical menjadi orang terkaya Indonesia menggeser orang kaya RI sebelumnya.
Rupanya menjadi orang terkaya Indonesia, telah memabukkan Ical. Golkar di tangan, harta berlimpah, membuat Ical gelap mata. Ia lupa memenuhi kewajibannya, membayar pajak kepada negara. Ia pun dituduh sebagai ‘pengeplak pajak’. Sebuah tuduhan yang menjadi duri dalam dagingnya. Orang lurus Sri Mulyani dan Wapres Budiano mulai menyayatnya terkait pajak. Pelemahan Perekonomian global akhir tahun 2008, telah membuat IHSG merosot. Saham-saham Ical terjun bebas. Permintaan Ical kepada Sri Mulyani dan Budiono agar menghentikan transaksi saham IHSG di Bursa Efek Jakarta saat itu, tak digubris. Ical pun marah. Meriamnya mulai mengarah kepada Sri Mulyani, Menteri Keuangan RI saat itu dan Wapres Budiano.
Dengan cengkramannya yang begitu kuat di Golkar, Ical dengan mudah mencari alasan untuk mendepak Mulyani. Kasus Century yang melibatkan Mulyani pun menjadi sarana menggairahkan Ical untuk mendepak Mulyani. Dan ia pun menang. Lewat pansus Century yang heboh itu, Ical memaksa SBY untuk mendepak Sri Mulyani. Namun Pansus Century itu telah menimbulkan luka di hati SBY yang kehilangan muka saat itu di DPR. Hal yang kemudian dibalas dengan sepadan SBY saat Ical terpaksa menelan ludahnya terkait Pilkada lewat DPRD. Walaupun Ical berhasil mendepak Sri Mulyani, namun sayatannya bersama Budiano telah menimbulkan luka mendalam bagi Ical. Perusahaannya terus merugi, sementara utang terus menggunung.
Luka Lapindo, perusahaan terus mengalami kebangkrutan dan terdepak dari 30 besar orang terkaya RI, membuat Ical mencari penyembuhan baru. Ical lagi-lagi terluka. Obatnya hanya satu, menjadi Presiden Republik Indonesia. Dengan menjadi Presiden, mudah bagi Ical menyembukan luka perusahaannya. BUMN-BUMN adalah jawabannya. Kue lezat BUMN jika bersinergi dengan perusahaannya, dapat menjadi antibiotik hebat bagi lukanya. Itulah impian Ical yang terbesar dalam hidupnya, menjadi orang nomor satu di negerinya.
Selama tiga tahun kemudian (2011-2014), Ical sangat gencarmembangun citra Golkar dan dirinya sebagai Calon Presiden Republik Indonesia. Ia mengerahkan segala sumber dayanya termasuk dua channel televisinya TV One dan Antv serta media online viva news-nya. Tiada hari tanpa iklan Ical di TV one, sampai-sampai publik muntah-muntah melihatnya. Ada keyakinan saat itu bahwa Ical akan berhasil menarik simpati masyarakat Indonesia. Keyakinan itu semakin membuat Ical lebih giat berbuat amal dan bermurah hati kepada masyarakat. Semuanya diiklankan di TV one. Namun apa yang terjadi kemudian?
Tiba-tiba muncul pendekar kurus nan sakti, Jokowi dari Solo. Dengan Mobil Asemkanya, Jokowi melesat menjadi Gubernur DKI Jakarta. Menjelang pemilu legislatif 2014, pengaruh Jokowi di PDIP semakin tak terbendung. Hasilnya di luar prediksi Ical. Benar bahwa Ical berhasil membonsai partai Demokrat. Namun tidak dengan PDIP. Golkar terpaksa harus mengakui PDIP sebagai partai pemenang pemilu 2014. Dan itu karena pengaruh Jokowi. Segala upaya Ical untuk menjegal Jokowi lewat media yang dia miliki gagal total. Jokowi sudah terlalu menjadi media darling bagi ribuan media lain. Ical tersayat lagi. Golkar gagal memenangi pemilu legislatif.
Sayatan kepada Ical itu terus berlanjut ketika ia bagaikan bola pingpong bergerilya ke sana kemari mencari dukungan sebagai calon presiden. Hasilnya? Jangankan menjadi calon Presiden, sebagai calon wakil presiden saja tak berhasil. Jokowi-Kalla tak terbendung menjadi capres dan cawapres RI. Lagi-lagi Ical terluka. Tetapi bukan namanya Ical kalau tidak mencari penyembuhan. Gagal menjadi calon presiden dan wakil presiden, Ical bersama Akbar Tanjung, Prabowo dan Amin Rais membentuk Koalisi Permanen. Impiannya adalah menentukan segala kebijakan pemerintah dan siap- sedia menjegal dan meng-impeachment Jokowi-JK.