Mohon tunggu...
Asaaro Lahagu
Asaaro Lahagu Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Isu

Warga biasa, tinggal di Jakarta. E-mail: lahagu@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Gibran Sukses Saingi Jokowi, Gagal Ikuti Herman Hery

4 Januari 2016   14:46 Diperbarui: 7 Januari 2016   03:00 46598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Putra Sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming sedang memamerkan salah satu menu andalannya (Foto: Liputan6.com)"][/caption]

Bila Gibran Rakabuming tenar karena nebeng nama Jokowi, itu biasa. Semua anak raja, presiden dan perdana menteri di dunia ini melakukan hal itu. Dan mereka tenar, terkenal dan dipuja bak selebritis. Namun Gibran, putera sulung Jokowi tidak melakukan itu. Seperti ayahnya Jokowi yang merintis jalan tenarnya sendiri, Gibran juga meniti dunianya sendiri: dunia katering, dunia olah dan saji makanan.

Gibran fokus dengan dunia catering. Dia terus mengotak-atik berbagai menu, sajian dan maunya lidah orang. Gibran terus berinovasi, terus berpromosi dan meningkatkan terus manajeman sumber daya dan mutu. Dia sadar bahwa tanpa inovasi, promosi dan manajemen yang baik, maka usahanya akan bangkrut, ketinggalan jaman dan ditinggal pelanggannya. Sekarang berkat kegigihannya, usaha catering Gibran telah sukses dan bermain pada skala besar. Luar biasa.

Dalam meraih kesuksesan, Gibran sama sekali tidak menghiraukan nama tenar ayahnya. Untuk membuktikannya di depan publik, Gibran tidak mau kalau dia dipanggil sebagai putera Presiden, tetapi putera Jokowi. Ia memasang wajah kecut bila ada media yang mewawancarainya. Dan justru itulah salah satu ciri uniknya yang membuat namanya semakin tenar. Gibran berbeda dengan anak pejabat lain yang sangat bangga diwawancarai media dan berlindung di balik nama tenar dan kekuasaan ayahnya.

Gibran nyatanya semakin tenar, dan semakin tenar bukan karena nebeng nama besar ayahnya, Jokowi. Gibran tenar karena mental gigihnya untuk membuka usaha sendiri, berjuang sendiri dan berbeda sendiri. Bukan tidak mustahil kelak, Gibran dikenal bukan karena anak seorang presiden, tetapi karena seorang pionir, seorang pencetus, seorang inovatif hebat terbaik di bidang katering makanan. Itulah jalan tenar gaya Gibran.

Sebagai seorang putera Jokowi, Gibran berusaha keras untuk menyaingi ayahnya. Jika Jokowi tenar berkat ide mobil Asemkanya, ide blusukan gilanya dan baju kotak-kotaknya, Gibran tidak mau mencontoh itu. Gibran terpacu untuk menemukan caranya sendiri menjadi tenar secara unik. Ya, sama seperti ayahnya yang tenar dengan cara unik luar biasa. Dan ternyata, Gibran mulai berhasil. Ia berhasil dalam memajukan usahanya, dunia katering dan bukan dunia mebel seperti ayahnya.

Gagal Ikuti Herman Hery

Jika Herman Hery dapat dengan leluasa menggunakan kekuasaannya sebagai anggota DPR dan para pelindungnya PDIP, tidak demikian dengan Gibran Rakabuming. Gibran bisa saja menggunakan kekuasaan ayahnya untuk memonopoli usaha catering di Solo lalu merambah ke Surabaya, Bandung, Semarang dan Jakarta. Mungkin banyak orang yang ketakutan dan mau tunduk pada maunya Gibran. Gibran bisa saja belajar kepada putera para presiden sebelumnya yang sukses menjadi pengusaha berkat nebeng pada nama dan kekuasaan ayahnya.

Namun Gibran jelas gagal mencontoh Herman Hery yang tenar berkat makiannya kepada perwira Polisi di NTT. Sebagaimana diberitakan, Herman Hery, anggota DPR Senayan, anggota komisi III DPR yang membidangi hukum, dengan pongahnya memaki-maki seorang perwira polisi, Albert Neno, yang telah menyita barang dagangannya berupa minuman beralkohol. Tetapi apa yang terjadi kemudian?

Berkat kekuasaan yang ada di genggamannya, Herman Hery berhasil memaksa Kapolda NTT untuk mengembalikan barang sitaan yang telah mereka lakukan. Itu pertama kali dalam sejarah. Barang sitaan dikembalikan oleh polisi kepada pemilik barang. Padahal tindakan polisi itu jelas-jelas sudah sesuai dengan aturan.

Bukan hanya itu, Herman Hery juga ‘sukses’ membuat Kapolda NTT dicopot dari jabatannya. Dan bukan tidak mungkin, laporan polisi kepada polisi atas makian Herman Hery itu justru menjadi blunder bagi si polisi yang  melapor, Albert Neno. Sungguh luar biasa. Nah itulah contoh bagaimana menggunakan kekuasaan. Ya, kekuasaan untuk mengamankan bisnis dan bisnis untuk meraih kekuasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun