Mohon tunggu...
Asaaro Lahagu
Asaaro Lahagu Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Isu

Warga biasa, tinggal di Jakarta. E-mail: lahagu@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gempa Ahok Goncang Jakarta, Amien Rais dan Rizal Ramli Siaga 1

19 September 2016   14:55 Diperbarui: 19 September 2016   21:53 8805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Amin Rais dan Rizal Ramli saat ini dalam posisi siaga 1. Dua orang ini dalam seminggu terakhir silih berganti menghajar Ahok.  Keduanya menyerang Ahok secara frontal dan membabi buta. Alasannya, mereka sangat terusik  gempa Ahok di DKI Jakarta. Walau Amin Rais tinggal di Yogyakarta, tetapi efek getaran gempa Ahok di Jakarta mengguncang dan meluluhlantahkan sanubarinya.

Sejak menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta 2014, Ahok telah meluluhlantahkan tantanan Jakarta. Keberadaan Ahok selama dua tahun terakhir ini dirasakan bagaikan gempa skala 8 Richter. Jakarta selama 30 tahun sejak era Ali Sadikin berakhir, praktis berada dalam situasi tentram, aman, damai. Kota ini berhasil dikendalikan oleh birokrat korup, preman berdasi dan para anggota DPRD yang rakus.

Dalam tiga dasawarsa terakhir, Jakarta dikendalikan oleh para gubernur yang birokratnya korup, didukung oleh anggota DPRD yang korup plus ormas-ormas haus dana hibah dan para pengusaha hitam. Mereka semua berbagai rata, dapat bagian yang sama, saling melindungi dan menutupi borok masing-masing. Hasilnya Jakarta aman, damai dan tentram. 

Kerja sama birokrat, pengusaha pejabat yang disokong oleh preman berdasi plus mafia hukum, telah membuat Jakarta menderita. Masalah banjir, kemacetan, PKL liar, preman liar, parkir liar, rumah liar yang kumuh bercampur dengan aneka kriminal geng kota tak kunjung bisa diatasi. Jakarta kemudian menjadi kota rimba yang dipenuhi oleh makhluk-makhluk ganas bernama manusia. Tetapi ajaibnya mereka semua hidup damai berdampingan karena mendapat bagian yang sama dan sama rata.

Alhasil Jakarta bermetafora menjadi kota dengan dua sisi yakni surga dan neraka. Jakarta menjadi neraka kemiskinan, kesemrawutan, kekumuhan yang memalukan dibanding kota-kota terkemuka Asia lainnya. Sementara itu dari sisi surganya, Jakarta menjadi  sarang tawon bagi kaum borjuis, birokrat sukses, pejabat lihai, penegak hukum licik dan pengusaha bandel. Mereka semakin hari semakin makmur, mapan, kaya raya dan mampu mempertahankan jabatannya lewat relasi rumit yang turun-temurun.

Di tengah kemampanan itu, tiba-tiba mereka terusik oleh kedatangan Jokowi yang ndeso dan Ahok yang double minoritas. Ketika Jokowi yang gilang-gemilang sukses menjadi Presiden RI, jabatannya sebagai gubernur DKI langsung diambil alih oleh Ahok. Sepeninggal Jokowi, Ahok di DKI Jakarta semakin menjadi-jadi dan membuat terguncang kaum borjuis kota.

Ahok dalam strateginya bukannya melanjutkan kemampanan para maling dan begal APBD serta ikut berpesta-pora bersama mereka, justru Ahok datang menghancurkan tantanan itu. Dalam kurun waktu dua tahun, Ahok berjuang keras mengubah drastis mental priyayi birokrat Jakarta. Ia langsung menutup keran korupsi APBD, memecat ribuan birokrat bobrok dan melawan hegemoni ormas-ormas liar. Ahok dengan garang  menggusur dan merelokasi rumah-rumah kumuh di pinggir waduk, bangunan liar di tanah negara dan jalur hijau. Ahok merubah wajah kelurahan yang sebelumnya penuh dengan loket-loket suap menjadi sebuah kantor sekelas bank.

Sepak terjang Ahok yang garang disertai omongan kasar dan teriakan maling bagi mereka yang mencuri uang negara, telah menjadi gempa dahsyat bagi berbagai pihak. Duit-duit haram dan aliran dana yang dulunya mengalir, kini kering-kerontang di era Ahok. Seolah berpacu dengan waktu, Ahok terus membenahi Jakarta di berbagai sisi. Gebrakan Ahok di Jakarta mengundang decak kagum para pemimpin luar negeri yang berkunjung ke Jakarta. Ahok adalah harapan dan masa depan bangsanya.

Akan tetapi berbagai pihak yang terusik terus melakukan perlawanan sengit. Mulanya Ahok dipandang sebelah mata dan dengan mudah akan ditakhlukan dan dijatuhkan. Konspirasi sebagian besar anggota DPRD untuk menjatuhkan Ahok berulang kali gagal. Pun konspirasi DPRD DKI dengan BPK dan DPR Senayan terkait Sumber Waras, juga menemui jalan terjal.

Kasus-kasus reklamasi dan pembelian lahan sendiri di Cengkareng juga terus digaungkan untuk menjatuhkan Ahok, namun gagal. Tekanan keras yang dilancarkan ormas FPI untuk menjegal Ahok dan berbagai organisasi yang baru terbentuk dengan tema “Lawan Ahok” terus buntu. Ahok kemudian terus dikeroyok habis-habisan. Ahmad Dhani memanfaatkan kepopulerannya menghantam Ahok, namun mental. Aktivis Ratna Sarumpaet berjuang all out menghabisi Ahok, namun tak mempan.

Seterusnya Abraham Lunggana dari PPP, Muhammad Taufik dari Gerinda, Habiburahman, Yusril Ihrza Mahendra, silih berganti menyerang Ahok, namun tetap tak berhasil. Pun jebakan batman jalur independen dan selanjutnya koalisi kekeluargaan pimpinan Bambang DH, juga bubar jalan. Bahkan wakil ketua DPR Fadli Zon dan Fahri Hamzah ikut turun tangan melawan Ahok, namun tetap saja gagal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun