[caption caption="Ruang sidang DPR (KOMPAS.com)"][/caption]
Pada awalnya pembahasan APBN 2016 oleh DPR berjalan sangat alot. Saking alotnya, dua kubu di DPR (KIH dan KMP) yang katanya sudah membaur, kembali berhadap-hadapan. Seminggu sebelumnya, para anggota DPR yang tergabung dalam KMP dengan sesumbar mengatakan bahwa mereka  tidak akan mendukung RAPBN 2016 menjadi APBN 2016 karena hanya menguntungkan citra pemerintahan Jokowi. Â
Manufer para elit dari partai-partai KMP itu dimaknai oleh para elit dari partai-partai KIH sebagai bentuk penjegalan dari program Nawacita Jokowi. Para petinggi PDIP sudah melempar sinyal peringatan bahwa jika APBN 2016 gagal disahkan, maka 250 juta rakyat Indonesia menjadi tanggung jawab partai-partai KMP.
Namun aksi saling menyerang antara KIH dan KMP itu hanya terjadi di tataran permukaannya saja. Karena secara diam-diam kedua kubu saling melobi, saling mencari titik tengah alias tawar-menawar alias politik dagang sapi. Terjunnya Luhut, Parmono Anung dan Jusuf Kalla dalam melobi para petinggi KMP ternyata berhasil. Berhasil karena adanya tawar-menawar proyek di antara masing-masing pihak.
Jumat, 30 Oktober 2015, DPR akhirnya menyetujui APBN 2016 dan disahkan menjadi undang-undang. Pemerintah pun lega. Lobi-lobi tingkat tinggi dan saling mengecam pun hanya dagelan dan berakhir juga dengan win-win solution. Kini pemerintahan Jokowi tinggal mematangkan berbagai macam program agar asumsi dalam APBN 2016 dapat terealisasi.
Jika ditelisik postur APBN 2016 itu, terlihat  tidak banyak berubah dibandingkan dengan APBN-P 2015. Selalu saja ada defisit, alias pengeluaran  lebih besar daripada pendapatan, alias utang. Jika dilihat lebih mendetail lagi, maka dalam APBN 2016 itu,  belanja kementerian dan lembaga mendominasi belanja negara. Satu hal yang paling menyiksa masyarakat nantinya adalah pengurangan subsidi energi bahkan adanya penghapusan subsidi bagi 23 juta pelanggan PLN.
Dalam APBN 2016 itu pendapatan negara ditargetkan akan mencapai Rp 1.848 triliun. Pendapatan pajak diharapkan dapat menyumbang pendapatan sebesar 73% dari pendapatan negara. Kendatipun target pendapatan pajak tahun ini bisa dipastikan meleset, namun pemerintah dalam APBN 2016 itu, masih yakin bahwa tahun depan pendapatan pajak akan naik hampir 5% dari target tahun ini. Alasannya adalah adanya keyakinan pemerintah bahwa kebijakan tax amnesty dan penurunan pajak penghasilan revaluasi aset bisa mendongkrak pendapatan pajak.
Dari sisi belanja negara, pengeluaran dalam  APBN 2016 sebesar Rp 2.121 triliun. Alokasi belanja negara APBN 2016 tidak banyak berubah kecuali anggaran infrastruktur yang sedikit menggembirakan. Janji pemerintah untuk mengalokasikan subsidi energi untuk pembangunan infrastruktur dalam APBN 2016 naik menjadi 313 triliun atau 14,8% dari APBN 2016. Dibandingkan dengan APBN 2015, anggaran inftrastruktur mengalami kenaikan 8%.Â
Dari sisi belanja negara inilah sempat ada tarik menarik antara DPR dengan Pemerintah. DPR mempersoalkan Penyertaan Modal Negara (PMN) ke beberapa BUMN sebesar Rp 38 triliun yang diminta oleh Menteri BUMN Rini Soemarno. Namun setelah DPR dan pemerintah mencari titik tengah akhirnya DPR setuju dana PMN itu.
DPR Bersorak dan 2 Kebohongan Pemerintah
Tentu saja publik heran, mengapa APBN 2016 itu yang sebelumya sedemikian alot, lama dan penuh dengan intrik lalu dengan mudahnya disetujui dalam rapat paripurna DPR 30 Oktober 2015 itu tanpa interupsi? Rupanya alotnya pembahasan APBN tersebut bukan karena kepentingan rakyat tetapi karena memang ada kepentingan elit-elit partai dan bagi-bagi proyek dari dua koalisi tersebut.