Mohon tunggu...
Asaaro Lahagu
Asaaro Lahagu Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Isu

Warga biasa, tinggal di Jakarta. E-mail: lahagu@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Ahok Zigzag, Megawati Minta Ahok Jantan, Elit PDIP Merana

25 Maret 2016   19:47 Diperbarui: 25 Maret 2016   22:13 9269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama (Foto: Detik.com)"][/caption]Publik seolah tak menggubris ucapan Ahok yang berulang-ulang. Ia kerap melontarkan pernyataan bahwa dia sangat dekat dengan Megawati. Bagi Ahok, Megawati adalah sosok ibu dalam karir politiknya. Di lain hari, Ahok mengibaratkan Megawati sebagai kakak kandungnya sendiri. Ini adalah hubungan luar biasa. Pada tataran inilah sebetulnya Ahok ‘bermain’ dengan level tinggi.

Ahok tak menggubris elit PDIP lainnya yang terus bersuara sumbang kepadanya. Sejauh ia masih ‘merasa’ dekat dengan Megawati, dan Megawati merasa ‘nyaman’ dengan ucapan ‘kedekatan’ Ahok kepadanya, maka Ahok masih aman. Ahok paham bahwa kunci utama pengendali PDIP ada di Megawati, bukan Puan, bukan Hasto atau Prasetyo. Jadi Ahok sedapat mungkin ‘manggut’ secara cerdas kepada Megawati agar sedapat mungkin Megawati tidak melawannya secara frontal.

Ahok sangat paham sosok seorang Megawati. Jika 20 tahun lalu Megawati adalah seorang pejuang, seorang pembela wong cilik, kini Megawati jelas sudah berubah. Dan inilah yang dipahami betul oleh seorang Ahok. Megawati sekarang adalah sosok penikmat kekuasaan. Ia sudah mabuk kekuasaan. Pergerakannya pun sudah lamban, gemuk, dan tidak selincah dulu. Ia persis seperti Soekarno dan Soeharto di masa tuanya.

Sama seperti kedua presiden pendahulunya itu, Megawati  sudah terlalu lama dipuncak,17 tahun lamanya ia memegang tampuk kekuasaan. Ia jelas sudah jenuh, lelah dan kenyang dengan politik. Dan karena itu ia merasa saatnya untuk menikmati, mabuk dan melupakan wong cilik yang pernah membesarkan namanya.

Bagi Megawati, wong cilik itu sekarang bukan sosok yang dibela tetapi sosok yang dimanfaatkan. Dan setelah wong cilik membesarkan PDIP, partainya, Megawati dan para elit partainya mabuk kemenangan, lalu merasa arogan, sombong, bertingkah bak orang kaya baru yang disertai dengan tindakan-tindakan aneh mereka di mata masyarakat.

Jika wong cilik  mengharapkan Megawati membela KPK dari rongrongan revisi para koruptor, tidak memaksakan Budi Gunawan menjadi Kapolri, terus mendukung Jokowi mengendalikan penuh kabinetnya, malah Megawati bertindak sebaliknya. Ia ingin mengebiri KPK, mendikte Jokowi soal pencalonan Budi Gunawan dan ingin mengendalikan Jokowi dalam kabinetnya. Dan itulah euforia Megawati yang telah berada di puncak.

Mabuknya Megawati di puncak kekuasaannya, membuat ia sangat sensitif pada usaha-usaha yang mendongkelnya ataupun yang meremehkannya. Iapun mudah dipengaruhi, selalu curiga kepada mereka yang ingin menjatuhkannya. Namun ia juga terlihat sebagai sosok yang gampang dilanda kebingungan saat mendengar para pembisiknya. Dan justru itulah yang dimanfaatkan Ahok.

Ahok sangat paham kebuasan kader-kader PDIP di DKI Jakarta. Sebagai partai pemenang pemilu di DKI dan mayoritas di DPRD, kader-kader PDIP sebelumnya yang sangat bernafsu mengendalikan Gubernur Ahok, mengendalikan rekan-rekannya di DPRD, dan menguasai sumber-sumber kue lezat di DKI menjadi gigit jari akibat transparasi dan hantaman seorang Ahok.

Sekarang era Ahok, kader-kader PDIP di DKI sama sekali tidak bisa lagi bermain. Sebagai partai yang pemenang pemilu di DKI dan mayoritas di DPRD, sama sekali tidak memberi keuntungan sama sekali. Semua sumber-sumber pemasukan dari lahan tersembunyi, telah dikeringkan oleh Ahok. Padahal sumber-sumber itulah yang diharapkan sebelumnya. Ketika harapan kader-kader PDIP hanya menjadi mimpi di siang bolong, maka mereka berubah menjadi musuh bebuyutan Ahok. Elit PDIP pun merana di DKI.

Mereka pun menjadi pembisik kepada Megawati. Ketidaksopanan, ketidaksantunan dan kekasaran Ahok di DKI menjadi menu bisikan kepada Megawati. Para elit PDIP di DKI pun terus mengecilkan sepak terjang dan keberhasilan Ahok di DKI. Mereka juga tidak merekomendasi Ahok sebagai Cagub PDIP kepada Mega. Mereka sengaja mengulur-ngulur waktu dengan tujuan untuk menjatuhkan Ahok. Gelagat inilah yang telah dipahami oleh Ahok.

Ketika Megawati mendengar dari para pembisiknya hal-hal negatif tentang Ahok di DKI, menjadi semakin bingung ketika justru mendengar dari berbagai media keberhasilan Ahok di DKI. Dengan merajainya media online yang bisa diakses oleh siapa saja, maka berita yang ditutupi akan dengan mudah dibongkar. Gebrakan membahana Ahok terus-menerus didengar oleh Megawati yang justru bertentangan dari para pembisiknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun