[caption caption="Alat berat digunakan untuk meratakan Kalijodo (Senin 29/2/2016). (Foto Liputan6.com/Gembur Surya)"]
[/caption]
Ahok adalah pribadi yang berwatak sangar, keras kepala dan tak mengenal takut. Apa yang ada di otaknya, ia coba wujudkan dengan tangan besi. Bedanya dengan orang biasa, Ahok tidak bertindak konyol, tetapi ia bertindak dengan cerdas, pakai otak, taktik dan strategi. Tidak berlebihan jika Kapolda Metro Jaya, Tito Karnavian, menyebutnya bukan gubernur biasa, tetapi gubernur yang luar biasa. Menurut Tito, Ahok adalah gubernur yang cepat ngomong dan cepat merealisasikan ucapannya. Buktinya dalam hitungan bulan, beberapa kantor Polsek di Jakarta, selesai dibangun dengan amat cepat.
Gubernur sebelumnya, bolehlah berkoak-koak sebagai gubernur paling hebat, berprestasi atau apalah namanya. Tetapi warga Jakarta tahu betul siapa gubernur yang lurus, petarung dan pekerja keras. Warga Jakarta juga tahu jika ibu kota selama puluhan tahun berjalan tanpa pemerintah alias auto pilot. Selama puluhan tahun, Jakarta dikuasai oleh para preman, mafia dan para koruptor berdasi yang menyamar sebagai anggota DPRD dan pejabat. Mereka menguasai lahan-lahan negara, mengutip uang parkir semberangan dan mengelola lapak-lapak PKL liar. Mereka terus berpesta pora menggerogoti uang ABPD lewat proyek-proyek fiktif.
Tanpa kehadiran Negara di ibu kota, maka organisasi kemasyarakatan seperti FPI, menjelma menjadi ormas yang sangat berkuasa di ibu kota. Mereka bebas merazia tempat-tempat yang melanggar menurut kacamata mereka sendiri. Kehadiran negara di ibu kota pun dirasa kurang bahkan absen. Padahal ada ribuan tentara dan polisi di ibu kota yang digaji dengan pajak rakyat. Namun aparat itu, tidak bisa berbuat apa-apa karena gubernurnya sendiri ikut kongkang-lingkong dan tunduk kepada kemauan para preman, mafia dan koruptor.
Sekarang, warga Jakarta merasa bahwa negara baru benar-benar hadir di ibukota. Ketika warga Jakarta melewati trotoar yang telah dibangun, jalan yang telah dicor, sungai-sungai dibersihkan dan lahan parkir dikuasai oleh Pemrov DKI, maka kehadiran negara benar-benar terasa. Slogan “Negara tidak boleh kalah” baru benar-benar bermakna di era Ahok. Sebelumnya slogan itu tinggal slogan. Publik masih ingat bagaimana Tanah Abang, Waduk Pluit, Waduk Rio-Rio, Kampung Pulo dan tempat-tempat bantaran sungai dikuasai oleh preman dulunya. Pemerintah terlihat tak berani mengusiknya.Tetapi sekarang, satu-persatu tempat-tempat itu telah dikuasai oleh Ahok. Kekuasaan preman di ibu kota pun semakin meredup diganti dengan kekuasan Pemrov DKI yang semakin kuat unjuk gigi.
Terkait penertiban Kalijodo, publik melihat bahwa Ahok sudah benar dalam menggunakan kekuasaannya. Ia menegakkan kekuasaan negara dengan manusiawi namun dengan tegas dan keras. Mereka yang ber-KTK DKI dipindahkan ke rumah susun, yang mau pulang ke kampong dikasih ongkos. Itulah sisi manusiawinya. Sisi ketegasannya, Ahok menggunakan taktik blitzkrieg, sebuah serangan kilat yang menderu. Jika Jerman saat perang dunia ke II memakai taktik blitzkrieg untuk menguasai Eropa, maka Ahok memakai taktik itu secara terbatas di Kalijodo. Ahok dengan cepat meratakan Kalijodo dalam waktu tiga minggu. Ia menggunakan kombinasi kekuatan: media, aparat TNI-Polri, pemerintah dan masyarakat. Ahok tidak butuh waktu dua tahun seperti yang Risma butuhkan saat menggusur lokalisasi Dolly di Surabaya.
Banyak pihak yang terkejut ketika Ahok dengan secepat kilat menertibkan Kalijodo. Pihak-pihak yang membenci Ahok selalu mengaitkannya dengan politik. Namun Ahok menjawabnya dengan lugas bahwa itu bukan pencitraan. Dipicu oleh kecelakaan Fortuner di Daan Mogot yang penyebabnya berawal dari Kalijodo, Ahok pun bergerak secepat kilat membereskan sumber masalahnya. Ahok tidak menunggu korban lain berjatuhan. Taktik blitzkrieg untuk menakhlukkan Kalijodo ditempuh Ahok. Hasilnya gilang-gemilang.
Taktik menjepit Kalijodo lewat aparat telah membuat preman sekelas Daeng Aziz tak berkutik. Daeng Aziz yang disebut-sebut sebagai preman paling sangar, karena pernah menodongkan pistol kepada Kombes Krisna Murti, kini tak berkutik di tahanan. Ia menjadi tersangka pencurian listrik selama bertahun-tahun. Pun pengacara vokal Razman Nasution, tidak ubahnya seperti pengacara kemarin sore yang bingung dan tidak tahu harus berbuat apa-apa untuk membela warga Kalijodo.
Kebenaran di tangan pemimpin yang benar, lurus dan tegas seperti Ahok memang harus diakui akan selalu menang pada akhirnya. Jika seseorang pemimpin benar berusaha sekuat tenaga menegakkan kebenaran, memperjuangkan keadilan social dan kesejahteraan rakyat, maka pihak-pihak yang menyebut dirinya preman hebat, mafia tak tersentuh dan pejabat kebal hukum, tidak berkutik alias kalah. Preman Tanah Abang dan Kalijodo adalah contohnya.
Hari ini penertiban Kalijodo berlangsung dengan aman. Kalijodo pun telah rata dengan tanah. Tidak ada perlawanan dan tidak ada kericuhan seperti yang diperkirakan sebelumnya. Penertiban Kalijodo yang begitu cepat dan aman tidak lepas dari buah koordinasi dan sinergi pemerintahan Ahok yang strategis selama ini. Ahok berhasil mengendalikan wali kota, para pejabat di bawahnya termasuk Satpol PP 100 %. Tak ada lagi pejabat yang berani melakukan kongkang-lingkong dengan pengusa Kalijodo. Ahok juga menarik simpati para petinggi TNI-Polri untuk mendukung segala kebijakannya. Taktik Ahok sebelumnya yang merapat terus kepada TNI-Polri, berbuah manis. Saat menertibkan Kalijdo, tidak kurang 5.600 personil gabungan TNI, Polri dan Satpol PP terjun langsung ke Kalijdo untuk melakukan pengamanan. Itu adalah kekuatan dahsyat negara yang dihadirkan Ahok.