Amin Rais, sesepuh demokrasi, melihat krisis ekonomi Indonesia bak Tsunami Aceh. Agar selamat, Amin Rais mengusulkan agar Presiden Jokowi melakukan musyawarah nasional, yang di dalamnya diundang Amin Rais tentunya. Jika tidak, Indonesia berpotensi hancur dan tinggal sejarah seperti Uni Soviet dan Yugoslavia. Namun Jokowi tidak menggubris usul itu.
Beda lagi dengan Aburizal Bakri, ketua partai Golkar versi Munas Bali. Ical, panggilan Aburizal mengatakan bahwa untuk menghadapi krisis, perlu dibentuk crisis center yang bisa memonitor segala hal yang telah dilakukan dan akan dilakukan. Wapres Jusuf Kalla, langsung menolak ide Ical untuk membentuk krisis center itu dan mengatakan sama sekali tidak perlu.
Sementara tiga peringatan sekaligus saran mantan Presiden SBY tak ditanggapi serius oleh Jokowi karena memang Jokowi sangat percaya diri akan kekuatan tempurnya. Apa saja kekuatan Jokowi dalam menghadapi krisis yang sudah di depan mata itu?
Pertama, Panglima TNI Gatot, KSAD Mulyono dan 450 ribu personil militer AD, AU, AL. Sebelumnya Jokowi telah mengantisipasi segala situasi menjelang akhir tahun 2015 yang berbarengan dengan Pilkada. Presiden Jokowi telah menunjuk Gatot, anak emas Moeldoko di angkatan darat untuk memimpin TNI. Sekarang TNI sangat kuat di belakang Jokowi. Ingat, sekarang Jokowi telah seia-sekata dengan TNI untuk memobilisasi seluruh kekuatan TNI untuk mengawal kesediaan pangan. Bahkan TNI telah rela turun ke sawah sebagai penyuluh pertanian.
Sejarah telah membuktikan bahwa seorang presiden bila tidak didukung oleh militer, maka kekuatannya semakin keropos, gampang dijatuhkan di tengah krisis. Separah apapun krisis ekonomi Indonesia, bila TNI masih di belakang Jokowi, Jokowi tidak akan pernah bisa dilengserkan. Demonstrasi mahasiswa dan ormas-ormas kemasyarakatan akan dibungkam oleh kekuatan TNI.
Kedua, Kapolri Badrodin Haiti dan kabareskrim Budi Waseso beserta 425 ribu personil Polisi. Kendati publik tidak suka gaya Budi Waseso yang terkesan tidak menghormati Presiden Jokowi, namun faktanya gebrakan Kapolri dan Kabreskrim dalam mendukung apapun kebijakan Jokowi sudah sangat luar biasa. Polisi telah siap mengamankan penimbunan bahan pangan, memastikan distribusi pangan dan dengan tegas menindak siapapun yang menimbun bahan pangan.
Lihat kerja keras Kabareskrim Budi Waseso. Ia langsung terjun ke lapangan mengusut mafia daging sapi dengan meninjau peternakan sapi di Tangerang. Budi Waseso juga ikut langsung menggeledah kantor Pelindo II kemarin untuk membongkar tuntas kasus dwelling time. Sebelumnya tanpa enggan, Budi Waseso telah memperingatkan Pansel Capim KPK terkait Capim yang telah ditetapkan tersangka. Gebrakan Budi Waseso ini telah menakutkan siapapun yang berencana bermain, mengambil keuntungan di tengah krisis yang sedang terjadi.
Ketiga, dana cadangan devisa lebih 100 milyar dollar. Penggunaan dana BI 10 triliun kemarin untuk membeli kembali saham-saham BUMN, telah mendorong kenaikan IHSG dan juga dollar di bawah level 14.000 Rupiah. Peringatan Faisal Basri bahwa buyback saham-saham pemerintah itu ibarat menggarami laut tidak mempan memang benar. Namun dalam satu-dua hari kemarin, kebijakan itu untuk sementara sangat ampuh menahan gejolak rupiah dan menaikkan indeks IHSG. Jokowi akan menggunakan cadangan devisi ini ke depan sambil menunggu penyerapan anggaran yang mulai terasa September-Oktober.
Keempat, adanya ratusan triliun dana anggaran yang belum diserap. Jika penyerapan anggaran ratusan triliun itu mulai terserap kencang dari Agustus dan terus hingga September, Oktober, maka ekonomi kembali pulih. Untuk mempercepat penyerapan anggaran, Jokowi telah memberikan lima arahan kepada semua kepala daerah, yakni diskresi keuangan tidak bisa dipidanakan; tindakan administrasi pemerintahan terbuka juga dilakukan tuntutan secara perdata, tidak harus dipidanakan; aparat dalam melihat kerugian negara harus konkret yang benar-benar atas niat untuk mencuri; BPK dan BPKP jika melihat ada indikasi kesalahan administrasi keuangan negara, diberi waktu 60 hari untuk perbaikan; tidak boleh melakukan ekspose tersangka sebelum dilakukan penuntutan.
Kelima, Pilkada serentak Desember 2015. Perputaran ekonomi menjelang Pilkada Serentak tahun 2015 sungguh luar biasa. Para calon kepala daerah tentu akan berkampanye dan mengeluarkan uang. Pemerintah dan KPU juga akan mengeluarkan uang untuk biaya kotak suara, pengawas dan penyelenggaran pemilu. Duit itu akan menggerakan roda ekononomi. Maka untuk menyelenggarakan Pilkada serentak secara damai, lancar dan sukses, sudah sejak dua bulan lalu, para personil Polisi dan TNI telah melakukan latihan-latihan dan skenario pengamanan Pilkada Serentak di tiap-tiap daerah. Tentu saja, sukses tidaknya Pilkada serentak amat menentukan kelanjutan pemerintahan Jokowi. Ada usaha-usaha luar biasa dalam mempersiapkan Pilkada Serentak itu.
Keenam, aturan ketat penggunaan dollar, perintah kepada bank menyalurkan kredit. Untuk menahan gejolak rupiah, Jokowi lewat Gubernur BI, telah memerintahkan pembatasan pembelian dollar maksimal 25 ribu perbulan per nasabah. Selain itu, Jokowi telah memerintahkan bank-bank BUMN dan swasta lainnya agar membantu pemerintah untuk meningkatkan penyaluran kredit kepada para UKM. Usaha extra luar biasa juga telah sedang ditempuh Jokowi untuk meminta uang WNI yang ada di Singapura sebesar lebih 4 ribu triliun agar kembali ke Indonesia dengan berbagai iming-iming keuntungan. Akhir Agustus ini juga Jokowi akan menentukan siapa pemenang proyek kereta cepat Jakarta-Bandung antara Cina atau Jepang. Sekali lagi kepolisian terus mengawal kebijakan ini agar berjalan dengan semestinya.