Pilgub Jakarta 2024 semakin sengit. Masyarakat terbelah. Yang pro Jokowi-Prabowo, tetap garis lurus. Yang muak, membangkang, berbalik melawan. Ridwan Kamil yang secara kasat mata didukung oleh Jokowi-Prabowo sangat yakin menang. Â Namun, rapuh. Siasat licik Jokowi-Prabowo yang menghantam habis PDIP agar tidak bisa mengusung calon, membuat sebagian masyarakat muak dan muntah.
Msyarakat masih ingat. Semua partai minus PDIP, diiming-iming gabung kekuasaan di gerbong Prabowo. Jadilah semuanya mendukung Ridwan-Suswono. Tertingggal calon independen, Dharma-Kun, yang menjadi pajangan. PDIP dibuat gigit jari. Anies menjadi gelandangan. PDIP sendirian dan karena kurang suara di DPRD, akhirnya tidak bisa mengusung calon sendiri. Si Anies, tentu merana. Ternyata tidak lagi dilirik partai.
Tetapi keputusan baru di MK bagai bom nuklir. Koalisi pro Ridwan tersengat. Â PDIP ternyata bisa mengusung calon sendiri. Â Muncul skenario Perpu dari Senayan ditopang Jokowi-Prabowo. Mereka ingin mengebiri keputusan MK tersebut. Namun perlawanan rakyat di sosial media dengan tagar darurat Garuda biru yang masif, membuat Jokowi-Prabowo mundur dari rencana mereka.
Pada akhirnya PDIP walaupun sendirian, bisa mengusung Pramono-Rano Karno menjadi calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta 2024-2029. Awalnya Pramono dilirik sebelah mata. Tak dikenal. Bagaimana tidak, Ridwan-Suswono yang didukung 12 partai menjadi tenar dan sepertinya tidak punya lawan sebanding. Namun, seiring berjalannya waktu, elektabilitas Pramono-Rano secara perlahan namun pasti, terus beranjak naik.
Kini dari beberapa survei, Pramono-Karno sudah di atas angin. Sementara elektabilitas  Ridwan-Suswono (Rido) stagnan dan cenderung turun. Gap di antara mereka sudah di atas 5% dimana Pramono-Rano lebih unggul. Potensi Pramono menang, semakin besar. Potensi Ridwan-Suswono terjungkal menjadi besar.
Fenomena Pilgub DKI Jakarta kali ini menarik. Ketika Jokowi secara kasat mata ikut mendukung Ridwan-Suswono, Anies di pihak lain melakukan hal yang berlawanan dengan mendukung Pramono-Rano. Ada tarik-menarik suara. Namun jika membaca psikologis masyarakat Jakarta, ada rasa muak kepada Jokowi-Prabowo. Skenario licik keduanya yang mematikan lawan Ridwan-Suswono dengan menggganjal PDIP, Â dibaca sudah keterlaluan. Ada rasak muak pada demokrasi yang dimatikan.
Jadi di Pilgub Jakarta besok, potensi Pramono-Anum menang walaupun hanya 1 partai, bisa terjadi. Alasannya masyarakat Jakarta yang muak atas skenario licik Jokowi-Prabowo yang mematikan demokrasi dengan hanya 1 pasangan ditambah 1 pajangan calon independen, dianggap mengerjai masyarakat Jakarta. Akibatnya masyarakat Jakarta melawan dan ramai-ramai memberikan suaranya kepada Pramono-Rano sebagai bentuk perlawanan.
Jadi, ketika Jokowi-Prabowo terlalu licik dan kasat mata membuat skenario yang mematikan demokrasi, masyarakat Jakarta melawan dengan tidak memilih pasangan yang didukung keduanya. Mari kita lihat hasil akhirnya. Begitulah lato-lato.
Salam Kompasiana,
Asaaro Lahagu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H