Publik mengira, isu PKI akan hilang setelah Pilpres 2019. Nyatanya tidak. Isu PKI masih terus digoreng dan dipolitisasi hingga saat ini. Mengapa isu ini digoreng oleh lawan-lawan Jokowi? Mari kita analisis penyebab dan tujuannya dengan hati riang gembira, aman sentosa, tenteram dan bahagia selamanya sambil menyambut new normal ala Jokowi.
Jangan lupa, pernah ada pembantaian massal di Indonesia yang keji dan beringas. Pembantaian massal ini berlangsung dalam kurun waktu 1965–1966 terhadap orang-orang yang dituduh komunis oleh Soeharto. Diperkirakan lebih dari setengah juta orang dibantai dan lebih dari satu juta orang dipenjara dalam peristiwa tersebut.
Pembantaian massal ini hampir tidak pernah disebutkan dalam buku sejarah Indonesia, dan hanya memperoleh sedikit perhatian dari orang Indonesia maupun warga internasional. Di era kebebasan demokrasi ini banyak ahli sejarah terutama dari luar negeri ingin menyingkap misteri pembantaian ini dari berbagai perspektif ideologis.
Vanessda Hearman, seorang sejarahwan yang memberi kuliah di Universitas Charles Darwin, menghabiskan bertahun-tahun waktunya untuk meneliti Kuburan Tanpa Tanda di Jawa Timur. Ia menulis:
“Pada awal 1966 ada sekitar 200.000 orang terbunuh di Jawa Timur, korban tewas tertinggi di kepulauan 17.000 pulau. Tahap pertama bersifat demonstratif dan terbuka, sedangkan yang kedua secara rutin disembelih dari mata publik”, tulis Hearman.
Dalam buknya: “Unmarked Grave”, Hearman memaparkan awal pembantaian. Pembantaian dimulai dari Jakarta. Lalu menyebar ke Jawa Tengah dan Timur, lalu Bali. Ribuan vigilante (orang yang menegakkan hukum dengan caranya sendiri) dan tentara angkatan darat menangkap dan membunuh orang-orang yang dituduh sebagai anggota PKI. Sesudahnya pembantaian terjadi di seluruh Indonesia.
Pembantaian di awal Januari 1966 diringi oleh aksi demonstrasi mahasiswa. Aksi ini digerakkan oleh Angkatan Darat melalui Jendral Syarif Thayeb. Selama kuartal kedua tahun 1966, gerakan demonstrasi itu memuncak sebelum akhirnya mereda pada awal tahun 1967 menjelang pelantikan Soeharto sebagai Pejabat Presiden.
Ketakutan pelurusan sejarah
Soeharto yang paling awal menuduh PKI menjadi dalang dari peristiwa pagi hari Jumat tanggal 01 Oktober 1965 tersebut. Tanpa pemeriksaan dan penyelidikan yang memadai, Soeharto mengambil kesimpulan PKI sebagai dalang.
Kesimpulan ini diambil oleh Soeharto hanya karena Kolonel Untung yang mengaku menjadi pimpinan Dewan Revolusi (kelompok tandingan untuk Dewan jendral) memiliki kedekatan pribadi dengan tokoh-tokoh utama Biro khusus Partai Komunis Indonesia.
Dunia internasional terutama Barat tidak pernah mengecam pembantaian massal ini. Di Barat, pembantaian dan pembersihan ini digambarkan sebagai kemenangan atas komunisme pada Perang Dingin.