Ketika Ahok merasa bahwa BPK akan selalu menyadera dirinya lewat Sumber Waras dan penilaian WDP atau WTP, Ahok langsung menyerang frontal BPK dengan menyebutnya “ngaco”. Pun DPR Senayan, Ahok berani menyebut mereka sebagai “kampungan” saat mencoba-coba memanggil dirinya ke Senayan.
Kini ketika lawan-lawannya menggunakan Surat Al Maidah ayat 51 untuk membungkam dirinya, Ahok pun kerap menyinggung ayat itu di berbagai kesempatan. Ahok malah terus-menerus mempopulerkan Surat Al Maidah ayat 51 itu. Terakhir saat ia berkunjung di Kepulauan Seribu, Ahok lagi-lagi menyinggungnya.
Publik tak paham. Mengapa Ahok terus menyinggung dan mempopulerkan ayat itu. Bukankah sebenarnya Ahok bisa menghindarinya? Namun Ahok toh tetap berani menyinggung ayat itu. Ini berarti sama saja Ahok membakar dirinya lebih dulu. Lalu apa tujuannya? Bagi Ahok tujuannya ada dua. Pertama, ia ingin membuka cakrawala nalar publik soal agama dan kedua, ia ingin memurnikan dirinya apakah arang atau tetap emas bagi bangsa ini.
Lalu apa hasil pembakaran diri yang dilakukan Ahok di Kepulauan Seribu itu terkait penyinggungan ayat 51 itu? Apakah ia akan keluar sebagai arang pengecut atau emas murni? Nalar publiklah yang menjawabnya ke depan. Level kedalaman pemahaman akan Sang Khaliklah yang ikut menentukan.
Jika Ahok kalah di Pilkada 2017 mendatang karena membakar dirinya dengan menyinggung soal agama, maka ia akan menjadi arang. Namun jika ia menang, strategi membakar diri itu berarti strategi jitu yang memurnikan dirinya sebagai emas. Ya, emas murni yang selalu dilempar dengan kotoran namun tetap emas berkilau.
Sekali lagi apakah Ahok arang atau emas pasca membakar dirinya dengan menyinggung Surat Al Maidah ayat 51 itu? Mari kita tunggu si waktu menjawabnya. Yang jelas, sejarah Ahok adalah sejarah bangsa ini ke depan.
Salam Kompasiana,
Asaaro Lahagu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H