Ulang tahun Ahok yang ke-50 adalah umur yang matang dalam berpolitik. Umur itu tidak terlalu muda dan juga tidak terlalu tua. Artinya jika belum 50 tahun maka terlalu muda dikunyah oleh mulut-mulut serigala yang ada di birokrasi Pemrov DKI, DPRD dan DPR Senayan. Sementara jika sudah berumur 60 tahun ke atas, maka akan mulai kurang gesit bertarung dengan para singa kelaparan di berbagai lini birokrasi dan institusi rakus pemerintahan.
Ketika Ahok hari ini (29/6/2016) mencapai umur 50 tahun, maka ia matang sempurna bertempur penuh energi bertarung dengan para maling APBD, koruptor proyek, tikus-tikus pengusaha dan preman liar penyerobot lahan negara. Jika Ahok terus-menerus diserang di berbagai lini dan ia terlihat semakin asyik bertarung, tak terkalahkan, tak kenal lelah, itu karena umurnya yang 50 tahun, umur emas paling matang dalam berpolitik.
Ahok jelas telah memaknai sejarah hidupnya yang 50 tahun dan memunculkan dirinya di depan publik sebagai pejuang, pedobrak dan penghancur kebiasaan para politikus kotor. Ahok muncul sebagai cahaya keadilan sosial di tengah kebobrokan para elit politik dan penguasa. Figuritas Ahok ini, jelas membuat iri para politikus yang lain. Berbeda dengan para politikus semacam Lulung, Fadli Zon, Fahri Hamzah, Muhammad Taufik, Muhammad Sanusi, Hary Azhar (kini ketua BPK), Yusril, Ahmad Dhani, yang memang berhasil memunculkan dirinya di muka publik namun sarat dengan berbagai blunder dan citra diri negatif.
Di umurnya yang 50 tahun, harus diakui bahwa Ahok telah memunculkan dirinya sebagai idola publik. Publik yang sudah bosan dengan kemunafikan para elit politik yang selalu mengatasnamakan rakyat, menaruh harapan baru pada sosok Ahok yang revolusioner. Pengumpulan KTP dengan jumlah lebih dari satu juta itu (kini terus diverifikasi oleh Teman Ahok), adalah bukti riil dukungan publik kepada sosok seoran Ahok. Ahok muncul sebagai magnet publik karena gagasannya yang brilian, keberaniannya memberantas berbagai kecurangan dan kegigihannya melawan korupsi yang sudah mengakar di birokrasi pemerintahan.
Sejarah banyak mencatat betapa ketika seseorang yang berintegritas muncul dari sebuah sistem yang sudah rusak, orang tersebut akan dimusuhi. Dan itulah rumusan kuno yang berlaku bagi seorang Ahok. Ahok terlihat terus-menerus digebuk dari dalam maupun dari luar. Ahok terus dihancurkan karakternya. Ahok terus diserang dengan berbagai cara. Kenapa? Ahok jelas menjadi ancaman yang nyata karena sudah mengganggu ketentraman para lintah dan tikus yang sudah lama bersarang. Maka ketika Ahok gagal dijatuhkan pun gagal dijadikan tersangka, maka lawan-lawan Ahok terus mencari cara lain yang masih ada untuk menyerangnya. Hal itu terlihat pada kasus Sumber Waras yang sengaja dibuat tiada ujungnya.
Ketika Ahok gagal dijegal oleh BPK lewat KPK, DPR Senayan yang mempunyai hak angket, mulai turun all-out menjegal Ahok. Setelah lebaran, DPR berencana akan membentuk Pansus Sumber Waras. Tentu saja pembentukan Pansus oleh DPR itu nantinya justru diinginkan publik agar borok-borok BPK dan juga DPR akan terlihat secara benderang. Publik pun paham bahwa akhir dari Pansus ngotot itu nantinya akan berakhir menguap persis seperti kasus Century  yang dipitieskan begitu saja. Pansus Sumber Waras kalau memang menjadi kenyataan, diprediksi hanya akan menjadi panggung oknum-oknum DPR yang ingin menebus rasa malunya bersama ketua BPK Hary Azhar. Seperti diberitakan media, Hary Azhar terus ngotot bahwa tetap ada kerugian negara sebesar Rp. 191 miliar di Sumber Waras dan menuntut Pemrov DKI untuk mengembalikannya sampai kiamat.
Kasus terkini yang bisa menjadi senjata menyerang Ahok adalah kasus pembelian lahan sendiri di Cengkareng dengan harga 648 miliar Rupiah oleh Pemprov DKI Jakarta. Kasus ini pada tataran teertentu akan bisa menjatukan krediblitas seorang Ahok. Kasus ini terbilang mencengangkan dan menggegerkan publik. Bagaimana mungkin Pemrov DKI yang dikomandoi Ahok bisa dikadalin? Bagaimana bisa terjadi sebuah lahan 4,4 hektar yang dimiliki oleh Pemprov DKI Jakarta dijual oleh orang lain bernama Toety Soekarno dan dibeli kembali oleh Pemrov DKI dengan harga sungguh fantatis? Pertanyaan itu sebetulnya kalau ditelisik tradisi di belakang, maka akan mudah dijawab.
Ketika mafia tanah bersatu, bekerja sama, sehati sejiwa dan seperjuangan dengan berbagai oknum yang ada di birokrasi, maka seorang pemimpin seperti Ahok tidak berkutik. Ahok terang tidak mampu seorang diri mencium berbagai modus para lintah darat, tikus-tikus yang didukung oleh begitu banyak otak. Ahoh jelas kecolongan apalagi pada awal-awal dia menjabat. Ketika ada Brutus (pengkhianat) yang menggerogoti Ahok dari dalam, maka Ahok sangat bisa dikadalin, ditipu dan dijebak.
Modus pembelian lahan sendiri di Cengkareng itu jelas adalah modus mafia tanah yang selama berpuluh tahun beroperasi selama ini. Publik pun tahu bahwa banyak asset-aset Pemrov DKI telah dikuasai oleh pihak ketiga. Itu tidak mengagetkan. Mengapa? Karena ketika seorang Lurah  bekerja sama dengan camat, wali kota, notaris, BPN, Dinas Perpajakan, Dinas  Perumahan DKI, Dinas pertamanan, preman penjaga tanah, pemilik tanah palsu, pengusaha, pengembang dan saksi-saksi, maka yang benar menjadi salah dan yang salah menjadi benar.
Di DKI Jakarta, kalau anda mempunyai tanah kosong bersertifikat (SHM) anda bisa menjadi korban dari mafia tanah. Tanpa anda tahu, tanah anda yang bersertifikat sekalipun, tiba-tiba sudah sudah dijual kepada pihak lain lengkap dengan bukti-bukti kepemilikan tanah, riwayat tanah dan rekomendasi para lurah, camat, wali kota, BPN dan seterusnya. Jika anda kemudian mengggugatnya di pengadilan dan tidak cukup uang untuk menyogok, maka anda akan kalah di tangan para mafia hakim, mafia pengacara yang telah bekerja dengan sistematis, terstruktur dan masif.
Kasus pembelian lahan sendiri di Cengkareng, telah membuat Ahok benar-benar disengat oleh mafia tanah. Dan itu bisa terjadi karena ada anak buahnya yang korup secara berjemaah di dalamnya. Ahok jelas  diamuk amarah tujuh turunan kerena ia kecolongan. Ia dikhiananti oleh anak buahnya yang kongkalingkong dengan pihak luar. Pertanyaannya adalah apakah Ahok bersalah dan ikut berperan dalam kesalahan fatal pembelian itu?
Jelas Ahok tidak bersalah secara hukum namun ikut memikul tanggung jawab secara moral. Itu kesan publik untuk sementara. Pihak-pihak  yang bersalah  secara hukum akan mengarah kepada anak buahnya seperti para pejabat di dinas perumahan yang bertanggung jawab secara detail atas pembelian lahan itu. Ahok mungkin akan salah jika ia melanggar hukum dengan ikut korupsi di dalamnya, ikut terlibat dan memperkaya diri terkait pembelian itu. Uang terima kasih sebesar Rp. 10 miliar yang ketahuan diterima oleh anak buahnya dan dilaporkan kepada Ahok justru langsung diserahkan Ahok kepada KPK. Itulah suatu bukti kejujuran dan integritas Ahok.
Jika ada pihak yang menyerang Ahok lewat pembelian lahan di Cengkareng itu, maka argumentasinya amat mudah dipatahkan. Benar bahwa Ahok sebagai pimpinan harus mengetahui pembelian itu. Namun ketika semuanya sesuai prosedur menurut laporan anak buahnya seperti memakai harga appraisal, ada notaris resmi, ada pembayaran pajak, ada bukti-bukti kepemilikan tanah dan seterusnya maka seorang pimpinan menyetujuinya. Jelas Ahok bukanlah manusia sempurna yang mampu mendeteksi setiap bentuk-bentuk permainan yang sangat rapi nan sistematis anak buahnya.
Saya amat yakin bahwa Ahok tidak ikut terlibat kongkalingkong dalam pembelian lahan di Cengkareng itu. Justru ketika Ahok mencium bau busuk bawahannya dan dikuatkan oleh temuan BPK yang kali ini tidak ngaco, maka Ahok dengan segera melaporkannya kepada KPK. KPK-lah yang kemudian dengan sumberdayanya akan menyelidiki siapa-siapa yang ikut bermain dalam membeli lahan di Cengkareng itu. Belajar dari kasus itu, ke depan Ahok akan mampu mempertajam lebih tajam intuisinya ketika ada pembelian lahan-lahan baru oleh Pemrov DKI Jakarta. Jadi walaupun disengat oleh mafia tanah di Cengkareng, namun Ahok tetap tegak berdiri dan sulit ia dijatuhkan dalam kasus itu.
Pada hari ulang tahun Ahok yang ke 50 ini, saya ikut mengucapkan selamat ulang Tahun Pak Ahok. Teruslah berperang melawan ketidakadilan sosial di ibu kota agar ke depan ibu kota benar-benar menjadi ibu bagi 250 juta rakyat Indonesia. Anda tentu tidak tidak sendirian. Pedang keadilan pada akhirnya akan selalu menang. Anda tentu bukan manusia sempurna, tetapi manusia yang sedang berbuat sesuatu. Anda bukan dewa tetapi seorang sosok yang terus berusaha mengembalikan keadaan kembali kepada aslinya. Selamat Ulang Tahun, panjang umur dan bertarung selalu.
Salam Kompasiana,
Asaaro Lahagu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H