Mohon tunggu...
Asaaro Lahagu
Asaaro Lahagu Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Isu

Warga biasa, tinggal di Jakarta. E-mail: lahagu@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Berjiwa Rocker, Gagal Didikte oleh PDIP dan PAN, Paksa Setya Novanto Bermanufer Akhir

7 Januari 2016   05:13 Diperbarui: 7 Januari 2016   07:02 5061
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ucapan Jokowi bahwa ia tidak boleh didikte, ditekan, diatur, didesak-desak terkait perombakan kabinet, amat mengejutkan. Itu adalah pernyataan keras, pernyataan sekeras batu (rock). Sama seperti musik rock yang membahana sangat keras dan meraung-raung, Jokowi di awal tahun 2016 mulai meraung, membahana bagai musik rok.

Pernyataan keras Jokowi di atas jelas  memberi warning kepada siapapun bahwa sekarang Jokowi adalah Jokowi, seorang Presiden yang memiliki mandat langsung dari rakyat. Apa makna dari pernyataan Jokowi itu?

Pertama, Jokowi semakin menegaskan dirinya sebagai seorang pribadi yang keras dan tegas. Istilah Reza Chalid dan Novanto, ‘koppig’. Karakter itu semakin ia tunjukkan untuk menghadapi lawan-lawannya yang ‘bernafsu’ sekali untuk mendiktenya.

Kedua, Jokowi memberi pesan jelas kepada siapapun termasuk kepada PDIP dan PAN bahwa reshuffle kabinet itu adalah hak prerogative Presiden dan bukan hak PDIP, PAN, DPR atau siapapun. Soal puas, tidak puas, bagus, tidak bagus kinerja para menterinya, itu urusan Jokowi. Demikian juga penilaian kinerja para menteri, itu juga domainnya Presiden.

Ketiga, Jokowi mengubah desakan reshuffle kabinet itu sebagai energi membangkitkan untuk para menterinya agar fokus, giat dan kencang cara kerjanya. Rongrongan para politisi, ketua partai untuk mengganti menteri yang tidak mau bekerja keras, akan benar-benar dilakukan jika para menteri itu tidak mampu bekerja dengan baik. Semakin keras suara perombakan kabinet, maka Jokowi mengharapkan para menteri itu juga semakin kencang bekerja keras.

Keempat, Jokowi ingin agar tahun 2016 ini, ekonomi lebih bergerak, lebih kencang, lebih efisien. Kebiasaan selama ini bahwa anggaran baru mulai kencang dipakai akhir tahun, sekarang diubah, mulai digunakan sejak Januari, Februari dan seterusnya. Itu berarti, kerja keras sudah di depan mata. Penggantian menteri di saat semua bekerja keras, adalah hal yang mengganggu, tidak efisien dan efektif.

Kelima, Jokowi tahu bahwa begitu banyak orang rakus di sekitar partai, istana, DPR yang ingin menjadi menteri. Dengan motif yang sarat dengan nuansa politis, orang-orang itu tidak lebih baik dari menterinya sekarang. Bahkan jika ada wajah baru pada kabinetnya, malahan itu justru menjadi beban baru. Jokowi belajar betul pada sosok Indryono Soesilo, orang pintar, yang gagal bekerja sebagai menteri.

Bagi Jokowi, Indonesia tidak butuh orang pintar, orang cerdas, orang yang pandai berteori, orang hebat, tetapi Indonesia butuh orang pekerja, jujur, ikhlas dan tanpa pamrih untuk membenahi negeri ini. Dan tampaknya Jokowi masih puas kinerja Menteri Susi, Sudirman Said, Rini Soemarno, Ignasius Jonan. Jadi mereka masih belum perlu diganti.

PDIP dan PAN semakin Garang

Semprotan Presiden Jokowi yang mengatakan bahwa ia tidak boleh didikte, diatur dan didorong-dorong akan diuji terus-menerus oleh PDIP dan PAN. Selama ini, partai terdepan yang mendorong Jokowi untuk mereshuffle kabinetnya adalah PDIP dan PAN. PDIP sangat bernafsu untuk mengganti Menteri BUMN Rini Soemarni dan Menteri ESDM Sudirman Said. Tujuannya tidak lain untuk menguasai lahan sangat basah yang dikendalikan oleh kedua menteri itu.

Ke depan, PDIP akan bersuara semakin garang untuk menekan presiden Jokowi dengan berbagai cara. Sepanjang keinginan PDIP belum terpenuhi, maka PDIP terus menerus menguji ketahanan Jokowi. Sudah jelas bahwa sebagai partai pemenang pemilu dan memiliki jumlah anggota DPR di parlemen, PDIP memiliki kekuatan untuk menekan Jokowi.

Tentu saja ucapan Jokowi yang sangat tegas itu, akan diuji, dicobai sejauh mana kekuatan keras kepalanya Jokowi itu. Megawati tentu akan memakai PDIP untuk mencoba bersikap lebih garang mengatur Jokowi. Di sini harga diri Megawati kemungkinan disentil, digaruk, digelitik atas ucapan Jokowi itu.

Sementara itu kesabaran PAN  juga diuji. Dukungan yang telah mereka nyatakan kepada Jokowi secara resmi, kesetiaan mereka untuk mendepak Novanto dari ketua DPR dan kesabaran mereka untuk menunggu masuk dalam kabinet akan menjadi bom waktu bagi Jokowi. Jika Jokowi tidak mengokomodasi kepentingan PAN dalam kabinet, maka PAN bisa berubah menjadi ‘singa’ yang setiap waktu siap memangsa Jokowi.

Rumor dua kursi menteri yang akan diberikan kepada PAN, dan itu memang diharapkan PAN, akan menjadi harga mati untuk menguji kesetiaan PAN. Jika Jokowi ternyata tidak memasukkan PAN ke dalam pemerintahan, maka PAN merasa malu dan harga dirinya terasa terinjak-injak. Kendatipun dukungan PAN kepada Jokowi dinyatakan tanpa syarat, namun dalam politik, tidaklah demikian. Politik adalah kepentingan, harus ada untungnya dan sekecil mungkin ruginya.

Manufer Akhir Setya Novanto

Untuk menyelamatkan dirinya dari ancaman hukum, maka Novanto terus merengek kepada Ical agar dia ditempatkan sebagai ketua Fraksi Golkar di DPR dan ketua Komisi III. Ical yang memang mengandalkan Novanto dari segi dana, tidak mampu menolak permintaan Novanto itu kendatipun resikonya sangat tinggi bagi reputasi Golkar. Namun demi kesetiakawanan, Ical rela menanggung resiko itu.

Ngototnya Aburizal Bakri mempertahankan Golkar dari genggamannya jelas telah membuat partai Golkar semakin terbenam. Walaupun di Pilkada Desember lalu, suara Golkar sudah sangat anjilok, namun Ical, panggilan Aburizal tetap menolak menyelenggarakan Munas Bersama. Dan bahkan lewat Nurdin Halid, Ical memberi sanksi kepada Akbar Tanjung yang terus mendesak Munas bersama.

Nyatanya, Ical dan Novanto sudah sedemikian terikat akan kepentingan pribadi dan tidak lagi mementingkan kepentingan Golkar yang ke depannya. Mereka terlihat terus menguasai Golkar yang semakin rapuh dan tidak peduli cara menyelamatkannya. Manufer Novanto yang mendepak orang-orang Ade Komarudin di DPR adalah contohnya. Ia rela menyepak kawannya sendiri demi untuk menyelamatkan dirinya.

Novanto sadar bahwa jika dia masih ketua fraksi Golkar di DPR sekaligus ketua komisi III, maka masih ada kesempatan membela diri dari jeratan hukum sekaligus kesempatan membalas dendam kepada Sudirman Said, Jusuf Kalla dan kepada Presiden Jokowi sendiri. Maka tanpa rasa malu pun, Novanto menandatangani sendiri surat pengangkatan dirinya sebagai ketua Fraksi Golkar di DPR. Demi menyelamatkan diri dan misi membalas dendam, Novanto terpaksa melakukan manufer akhir.

Penunjukkan Novanto sebagai ketua komisi III menggantikan Ade Komarudin sekaligus ketua Fraksi Golkar di DPR, jelas menimbulkan kegaduhan-kegaduhan baru. Jika MKD memvonis Novanto pada sidang MKD berikutnya dengan hukuman tidak boleh menjabat apapun di alat kelengkapan DPR, karena telah melakukan pelanggaran berat, maka Novanto kembali semakin terperosok.

Manufer Novanto yang tak sabar merombak susunan kepemimpinan fraksi dan alat kelengkapan dewan  di DPR jelas semakin menambah musuh-musuh Novanto di internal partainya sendiri. Disepaknya Bambang Soesantyo, Ahmad Noor Supit dengan menggantikannya dengan orang-orangnya sendiri telah menambah runyamnya sosok Novanto di DPR.

Selanjutnya tekanan dari berbagai pihak agar Kejaksaan Agung segera memeriksa Novanto terkait kasus Papa Minta Saham, sudah mendapat lampu hijau dari istana. Kemarin, istana telah mengeluarkan pernyataan bahwa Kejaksaan Agung bisa memeriksa Novanto tanpa ijin Presiden. Jika Kejaksaan Agung mulai menggarap lebih intens Novanto, maka jelas Novanto semakin tersudut yang otomatis Aburizal Bakri juga semakin tersudut. Sementara itu Jokowi semakin kuat.

Jadi di awal tahun 2016 ini, rakyat Indonesia akan melihat  Presidennya yang semakin kuat, keras seperti batu (rock), bukan lagi petugas partai, tidak bisa didikte, diatur oleh partai dan tidak bisa ditekan. Namun justru itulah letak kelemahannya, karena PDIP, PAN dan partai-partai lain yang mempunyai kekuasaan di Parlemen akan semakin garang, semakin emosi, semakin getol untuk menguji dan merongrong kekuasaan Presiden Jokowi. Akankah kegaduhan-kegaduhan baru akan terus mewarnai pemerintahan Jokowi di tahun 2016 ini? Mari kita saksikan bersama.

Salam Kompasiana,

Asaaro Lahagu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun