Hal yang telah dilakukan oleh Herman Hery itu bisa menjadi ilham bagi Gibran. Dia bisa menggunakan jasa preman, polisi, untuk mengintimidasi pelaku usaha catering lainnya di Solo. Namun Gibran tidak melakukannya. Justru dia mengajari rakyat Indonesia dan dunia bagaimana seharusnya menjadi anak presiden. Gibran mencetuskan ide baru, ide luar biasa bagaimana contoh menjadi anak presiden yang terkenal.
Bagi Gibran, menjadi anak seorang Presiden, berarti, harus menjauh, tidak ikut campur, tidak boleh berkolusi dengan ayahnya. Menjadi seorang anak Presiden berarti menjadi cambuk bagaimana caranya merintis jalan sendiri, mencari makan sendiri dan menjadi tenar sendiri. Adalah hal yang tabu, amat dilarang, jika anak seorang presiden, ikut-ikutan nebeng nama ayahnya. Itulah aturan yang dibuat sendiri oleh Gibran.
Mungkin bagi seorang Gibran, adalah hal yang sangat menjijikkan, kotor dan amat memalukan jika ia menggunakan nama ayahnya agar mudah mendirikan perusahaan, mendapat saham cuma-cuma di sebuah perusahan, mendapat pinjaman dari bank atau mendapat kemudahan-kemudahan istimewa dalam berbisnis.
Bagi Gibran, KKN (kolusi, Korupsi dan Nepotisme) adalah hal yang amat hina. Itulah sebabnya Gibran tidak merendahkan derajat keluarganya dengan memanfaatkan jabatan dan kekuasaan yang dimilik ayahnya. Gibran dengan sadar menjauhi jabatan ayahnya yang telah menjadi presiden. Gibran justru terpacu dan harus bermental baja untuk merintis usaha sendiri dari awal dengan proses jatuh-bangunnya. Dan ternyata ia berhasil. Ya, berhasil menyaingi ayahnya Jokowi untuk menjadi sukses dan tenar dengan jalan sendiri. Sebaliknya, Gibran gagal mengikuti anak-anak presiden sebelumnya dan juga politikus Herman Hery.
Salam Kompasiana,
Asaaro Lahagu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H