Sebenarnya, dibalik ketangguhan anak-anak korban perceraian, mereka bisa dibilang rapuh, namun mereka tulus dan tak pernah mengada-ngada, mereka perhatian dan penuh cinta, karena hidup mereka kekurangan cinta jadi mereka senang berbagi cinta kepada siapa saja, khususnya anak kecil…
pernah juga mendapat ledekan, kalo cinta itu biasa aja ga usah berlebihan… bagi anak-anak yang kekurangan cinta ini, cinta adalah sesuatu yang langka sejak kecil, jadi wajar saja kami bakal jadi setia setengah mati sama seseorang yang dicinta, bagi anak-anak korban perceraian itu cinta segalanya, cinta adalah kehidupan, yang ibaratnya bisa menebus kehilangan dan kecacatan selama ini… kenapa sy ekstrem bilangnya cacat?, serius kayak rasanya lebaran tu hampa banget selama bertahun2, karena ga ada wajah ayah dan ibu yang dipandang secara bersamaan, ya saya punya jargon “lebaran hampa”, sampai saat ini, bukannya kurang bersyukur, namun ada rasa yg menusuk-nusuk di hati karena hampa,, kekurangan cinta,, jadi tentunya hidup bersama orang yang dicinta adalah impian terbesar.. ah, cinta..
anak-anak yang rapuh ini, melewati hidup yang berat, apalagi ketika ditarik2 kedua orangtuanya, kalo memihak ke salah satu saja, ke ayah saja atau ibu saja, dibilang ga adil, nanti di bilang durhaka, atau bahkan ga tau terimakasih, how hard our life… setidaknya kami berusaha berbagi cinta kepada kedua orangtua,
lebih kompleks lagi kalo jadi anak pertama,, beban psikis yang ditanggung tambah banyak, .. menurut pengamatan saya berbelas tahun ini,, dari beberapa anak dalam keluarga yang orangtuanya bercerai, hanya sedikit yang berhasil menjadi bijak.. kenapa?, karena sebagian besar memilih hidup dengan tipe no. 4 yakni cuek (untuk anak laki-laki) atau tipe 3. untuk anak orang kaya..
well, semoga tulisan ini bisa menginspirasi, semoga kita semua bisa memiliki keluarga yang indah, mempertahankannya sampai tutup usia, mendidik anak-anak kita dengan cinta, sehingga mereka bisa menjadi generasi kebanggan bangsa.. amin allohumma amin, insyaAllah…
“jangan bercerai, walau badai melanda, bertahanlah, fikirkan anak-anak anda, bayangkan wajah dan senyuman mereka, yang tiba-tiba hilang sinarnya meredup atau bahkan berganti tangisan pasca perpisahan, tangisan yang disimpan saja, tak berani ditunjukkan, karena tak ingin mengecewakan, karena tak ingin menambah beban, ya seketika itu, anak yang kecil itu berubah cara fikirnya menjadi seperti orang dewasa, mungkin anda tidak bisa membayangkan atau mengetahui sakit yang mereka rasakan, disini, didalam hati..”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H