Mohon tunggu...
El N. A.
El N. A. Mohon Tunggu... profesional -

Just El

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Takdir Suara

7 Agustus 2014   04:22 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:13 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14074846381770301025

 

TAKDIR SUARA

Kau sebenarnya hanya satu kata saja. Tapi bukan kata biasa. Kau adalah satu kata dengan banyak makna istimewa. Kau seperti jimat yang dapat digunakan untuk apa saja. Karena itu banyak yang ingin menguasaimu. Bahkan dengan segala cara dan pada berapapun harga. Karena kau adalah keniscayaan bagi mereka.

*

Suara, kau adalah satu kata itu. Banyak yang mencari dan memburumu. Ke mana kau sembunyi, ke sana pemburu mencari. Tak peduli di kolong jembatan, di tengah hutan atau di seberang lautan. Tak peduli di tempat ibadah, di tempat prostitusi atau di penjara. Kau tetap terus dicari.

Suara, kau adalah satu kata itu. Yang memburumu itu bukanlah pemburu biasa. Dari rakyat biasa sampai konglomerat, baik yang terhormat maupun yang jahat, Dari Kopral sampai Jenderal. Dari yang tidak kenal agama sampai yang mengaku pemuka agama. Semua turun tangan, memburu dan mengejarmu.

Suara, kau adalah satu kata itu. Saat kau tahu menjadi rebutan di sana sini. Kau pun mulai genit dan saling bertengkar sendiri. Perang segi empat tak dapat dihindari. Lalu berhamburlah berbagai macam amunisi: uang, janji, caci maki, fitnah keji sampai ayat-ayat suci. Tak hanya serangan darat, serangan udara juga menjadi-jadi. Semakin membuat gaduh negeri ini. Sayangnya kau terlihat sangat menikmati, berlenggak-lenggok ke kanan dan kiri. Membuat panas suasana hati.

Suara, kau adalah satu kata itu. Semua berdarah-darah hanya untuk satu tujuan yang sama, mendapatkanmu sebanyak-banyaknya! Sayang kau lupa bertanya, mereka berdarah-darah sebenarnya untuk siapa? Masih adakah kata ikhlas dan mengabdi dalam kamus bahasa kita?

Suara, kau adalah satu kata itu. Kau adalah simbol kekuatan dan kekuasaan. Menguasaimu lebih banyak adalah jalan bagi para pemburu menuju kekuasaan yang tak mau menunggu. Itu adalah keniscayaan baginya tapi tidak bagimu. Itulah mengapa mereka memburumu sampai gelap mata.

Suara, kau adalah satu kata itu. Ketika waktumu tiba, kau pun berganti rupa. Berubah menjadi lipatan kertas saja. Dibawa masuk bilik dan ditusuk dengan kejamnya. Kau pun tergeletak, dipungut dan masuk kotak tidak berdaya. Kau kehilangan ruh, menjadi bangkai dan tidak punya hak apa-apa. Kecuali hak untuk diam saat dihitung dan dibawa ke mana-mana. Pun bila ada yang membuang dan tak mengakuinya.

*

Suara, kau adalah satu kata itu. Sungguh tragis nasibmu! Dipuja-puja, diburu sedemikian rupa sampai dijanjikan tempat seperti surga. Tapi nanti di akhir cerita, kau tetaplah si pelengkap pesta. Seperti makanan yang dinikmati sesaat, lalu jadi kotoran, dibuang dan dilupakan begitu saja!

Di akhir cerita kau pun akan dipaksa kembali pada makna semula. Hanya sebagai suara saja yang hilang makna istimewanya. Kembali pada sifat alami yang kau punya, yang semakin lama semakin pelan terdengar. Yang pada saatnya akan hilang, sama sekali tak terdengar dan dilupakan!

Ah suara… Jaman boleh baru, tapi takdirmu akan selalu begitu dan tetap begitu.Kau yang selalu gede rumangsa rupanya.

EL

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun