Mohon tunggu...
El N. A.
El N. A. Mohon Tunggu... profesional -

Just El

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sugeng Riyadi

8 Agustus 2014   04:53 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:06 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14074231461715300787

SUGENG RIYADI

Hari masih sangat pagi saat telepon rumah berdering berkali-kali. Bergegas aku angkat karena khawatir ada berita penting. Tidak biasanya ada yang menghubungi sepagi ini, jam 4.10, lewat telepon rumah pula!

"Haloooo... Apa kabar Mas GM? Aku Sugeng, masih ingat nggak? Sugeng Riyadi Ketua Serikat Pekerja yang dulu sering ndemo sampean! Aku sekarang wis jadi orang kaya Mas! Aku telepon dari Eropa ini," suara di seberang telepon dengan logat Jawa yang medok.

Ahai.. Tidak perlu waktu lama untuk menebak siapa yang menelponku pagi buta begini. Aku pasti tidak akan lupa sama Sugeng, si tukang demo ini! Hanya dia yang memanggilku dengan sebutan Mas GM alias Mas General Manager!

Telepon Sugeng tadi pagi adalah kontak pertamaku dengan dia setelah belasan tahun kami sama-sama kehilangan jejak. Tepatnya setelah holding company memutuskan menjual seluruh saham perusahaan tempat kami bekerja.

***

Waktu itu, setelah selesai urusan pembayaran pesangon karyawan dan serah terima aset kepada manajemen baru, aku kembali ke Jakarta untuk bertugas di holding company lagi. Sugeng memilih tetap bertahan di Kalimantan Timur. Tawaran dari manajemen baru untuk tetap bekerja di perusahaan ditolaknya. Tawaranku ikut ke Jakarta juga ditolaknya mentah-mentah.

"Kalau kita masih kerja dengan orang lain, kapan kita bisa punya uang banyak Mas GM? Aku kepingin punya uang miliaran," begitu argumentasinya saat dulu menolak ajakanku.

"Bagus itu Geng! Di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin. Kamu pun bisa punya uang bermiliar-miliar. Yang penting kamu usaha keras, ndonga dan yakin. Kamu pasti bisa karena kamu juga berhak kaya dan punya banyak uang!," jawaban standar motivator gratisan.

Sugeng tadi cerita panjang lebar tentang aktifitasnya selepas berhenti kerja sampai sekarang ini. Dulu, dengan bekal uang pesangon, sedikit tabungan dan uang hasil jualan rumah sederhananya dia merintis usaha menjadi petani sawit. Untung pada waktu masih kerja dia rajin beli lahan sedikit demi sedikit. Dia beli saat harganya masih murah.

Dia pun membuat rumah kecil di lokasi kebun yang sangat terpencil dan memindahkan keluarganya ke situ. Istilah dia, mundur sepuluh langkah untuk ancang-ancang lompat seribu langkah.

Strategi yang bener! Sekarang setelah kebunnya jadi, dia tidak perlu lagi hidup di lokasi itu. Dia kembali hidup di kota, di sebuah rumah dan komplek perumahan yang jauh lebih baik dari yang sebelumnya.

Dari tiga orang anaknya, satu orang sudah selesai kuliah dan dua lainnya masih kuliah di kedokteran. Kata Sugeng, "Alhamdulillah aku sudah bisa memutus rantai generasi berpendidikan rendah. Cukup sampai aku saja yang lulusan SMP, anak cucuku harus sekolah sampai yang paling tinggi!"

Keinginannya bisa traveling ke luar negeri sekarang malah sudah jadi kegiatan rutin keluarganya. Sebuah kondisi yang sangat kecil kemungkinannya bisa terjadi bila dia masih tetap bekerja di suatu perusahaan. Terlebih dengan keterbatasan pendidikan yang dia miliki.

Dan begitulah, kesabaran dan kerja kerasnya itu telah mengubah hidupnya. Telah membawanya melompat, jauh meninggalkan nasibnya dahulu.

"Pokoknya sekarang semua serba melompat Mas.. Pendapatanku pun sekarang sudah melompati sampean!," katamu tadi sambil terbahak-bahak.

"Kurang ajar kamu..!"

"Mas GM, nomer rekening sampean berapa? Tolong aku dikasih yo..!"

"Buat apa?"

"Bagi-bagi rejeki Mas.. Yo hitung-hitung buat bayar kuliahku ke sampean dulu. Aku bisa jadi begini kan karena ajaran dan donga dari sampean dulu.. Ilmu akal okol ukil!"

"Wualah, semakin kurang ajar kamu itu.. Lha orang lain kalau tanya itu paling tanya nomer HP apa PIN.. Kamu kok tanya nomer rekening!"

"Ha.. Ha.. Ha.. Ha.."

"Serius kamu mau transfer Geng?"

"Lha ya serius to Mas GM, masa aku berani bohong sama sampean! Minggu depan sepulang dari Eropa pasti aku transfer Mas! "

"Kalau begitu sini aku minta nomer HP-mu, nanti nomer rekeninge aku SMS!"

Begitulah sebagian obrolanku dengan Sugeng tadi pagi. Setelah tutup telepon aku langsung kirim SMS ke Sugeng:

"Geng.. Tolong uangnya dibagi 2 dan ditransfer ke Rek. BCA No. XXXXXXX dan No.YYYYYYY. Aku belum anggap kamu kaya & sukses kalau belum bisa transfer rutin ke dua rek. itu atau rek. lain yg sejenis! Tepati janjimu yo!"

Dua nomer rek. bank yang aku SMS ke Sugeng itu rekening salah satu panti asuhan dan rekening pengelola bantuan korban Gaza. Mereka pasti lebih membutuhkan.

***

Sebenarnya aku tidak terlalu kaget melihat kesuksesan Sugeng, justru akan sangat kaget kalau dia gagal. Sepanjang yang aku tahu, ada beberapa karakter Sugeng yang menonjol yang dapat mendukung kesuksesan dia.

Dari awal kenal sampai waktu terakhir ketemu, Sugeng selalu bilang ingin jadi petani. Dia konsisten dengan cita-citanya dan berusaha keras untuk itu. Dengan sabar dia dulu membeli lahan sedikit demi sedikit sesuai kemampuannya. Dia juga mencoba menanam berbagai tanaman seperti cabe, padi, jagung, dan semangka

Suatu saat saya pernah tanya, kenapa ingin jadi petani? Kenapa bukan yang lain, seperti buka bengkel sesuai dengan pekerjaan dia di perusahaan. Sugeng bilang, "Menjadi petani adalah salah satu peluang usaha yang sangat prospektif dan terbuka untuk semua orang. Termasuk aku yang sekolahnya hanya lulus SMP."

Sugeng orangnya tidak mudah menyerah. Aku lihat dia pernah gagal beberapa kali saat menanam cabe, padi, jagung, dan semangka. Mungkin waktu itu dia belum bisa konsentrasi penuh di kebunnya karena masih kerja. Hebatnya kegagalan-kegagalan itu tetap tidak menyurutkan semangatnya menjadi petani!

Manusia satu ini memang punya kelebihan yang sering tidak dipikirkan orang lain, buktinya dia bisa jadi Ketua Serikat Pekerja selama bertahun-tahun. Tidak mudah mengelola serikat pekerja yang mempunyai anggota 2500 karyawan!

***

Cita-cita sederhana kalau diperjuangkan dengan cara yang luar biasa maka hasilnya akan menjadi luar biasa pula.

Cita-cita luar biasa kalau diperjuangkan dengan cara yang sederhana / biasa-biasa hasilnya tentu akan sederhana pula.

Sumber Gambar: http://statis.dakwatuna.com/wp-content/uploads/2014/06/petani.jpg

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun