Mohon tunggu...
Laela Wahid
Laela Wahid Mohon Tunggu... -

pencarianku terus saja meredup, aku kembali tanpa sekalipun menemuimu, dan yang kulihat tak ada yang lain selain diriku sendiri .

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hati Wanita

5 Juni 2012   02:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:23 759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kardi, laki- laki tambun berkulit coklat tua yang sering kali aku lihat tengah bersujud menyembah Tuhannya itu tak ku sangka sanggup menyakiti wanita yang telah memberinya seorang anak laki- laki. Kardi, seorang pria tanpa banyak bicara dan memliki senyum hangat itu tak aku kira mampu mengkhianati cinta putih istri yang istiqomah penuh hormat terhadapnya. Memang tak pantas aku menghakiminya macam itu sebab aku bukanlah siapa- siapa dari bagian hidup mereka kecuali seorang gadis yang tak lagi suci karena ulah adik wanita yang telah menempuh hidup bersama kardi selama delapan tahun terakhir ini, tapi aku masih menitikkan air mata ketika wanita kurus berparas manis ini memelukku penuh duka , terbersit sesal di hatiku ketika aku ingat pesan singkat yang aku kirim untuk adiknya yang seorang itu
" Kau boleh menyakiti wanita manapun dengan cara dan dengan alasan apapun, tapi kau tahu dari semua wanita yang tersakiti ada wanita yang paling tersakiti oleh sikapmu, ibumu, kakakmu dan juga aku yang tulus menyanyangimu "
pesan yang aku kirim untuk adik wanita yang saat ini masih ku peluk semenit setelah aku pergi dari rumahnya dengan linangan air mata, tapi itu sudah dua bulan yang lalu.
" aku ikhlas nen jika mas kardi harus pergi meninggalkanku juga Debi demi wanita murahan itu, Lonte yang menghujatku wanita tak berbudi padahal dia jauh tak tau malu mengambil suamiku" isak mbak yeni di pelukakanku, ada amarah , dendam juga cemburu dalam hatinya. dan aku hanya terdiam , miris aku mendengar wanita yang begitu baik dan penuh perhatian itu mengucap kata yang begitu hina, mbak yeni melepaskan pelukannya, sedetik kemudian ada senyum aneh di wajahnya, aku menatapnya tajam menunggu apa yang akan keluar dari otaknya tentu saja dengan penuh pesona yang tak tertahankan ketika dia membulatkan matanya lucu dan kemudian mengungkapkan ide gilanya " bagaimana kalau aku selingkuh nen, aku ingin balas dendam " aku luruh , mengambil napas dan beristighfar, mbak yeni melenguh dia tau aku pasti tak akan bilang iya untuk menyetujui, tapi apalah artinya persetujuanku toh aku bukan siapa- siapa dalam kehidupan mereka , lalu wajahnya murung kembali, wajahnya tertunduk menatapi ubin yang dingin membisu.
" mbak yeni mau menginap atau aku antarkan pulang ?" tanyaku menyudahi kebisuan yang dingin itu, cukup tegas agar mbak yeni tau apa salahnya akan kodrat dan kewajibannya sebagai seorang muslimah dan seorang istri, tapi wanita yang masih aku anggap tangguh ini menitikkan air mata dan mulai terisak lagi
" tegakah kau membiarkan saudara semukminmu ini tersakiti hati dan perasaannya nen, ketika harus menatap wajah suami yang begitu ku cintai telah berpaling ke wanita lain, aku benci, muak, tapi juga tak bisa menepis rasa sayang juga cintaku terhadapnya " dia memelukku lagi , ada sesak di dadaku,
' inilah kecewaku mbak, kecewaku terhadap adikmu, lelaki yang aku harapkan bisa menjadi imam dunia akhiratku, dia juga mengkhianatiku, lebih sadis dia jadikan aku pelampiasan untuk membuat mantan pacarnya kembali padanya lalu campakkan aku begitu saja setelah dia ambil satu- satunya yang aku banggakan sebagai seorang perempuan dan tentu saja setelah sang mantan kembali padanya ' tak terasa aku juga menitikkan air mata, merasakan pedihnya hati wanita yang masih kuharapkan bisa kuat sepertiku, setidaknya dia harus lebih kuat dari aku demi keluarga juga anaknya yang hanya seorang itu, tapi jauh lebih dari itu aku menangis untuk diriku sendiri ternyata.
Malam ini kami tidur berdua masih menyimak dia mengupas lembar demi lembar buku- buku luka di hatinya , pedih dan pilu, tentu saja kita wanita yang pada hakikatnya lemah, butuh perlindungan juga ketulusan kasih sayang, tapi tak sedikit dari kita yang bejat juga, sama bejatnya dari para lelaki yang kebanyakan namun kita harus pura- pura kuat untuk tetap melanjutkan hidup.
" Mbak, kau masih muslimah kan, masih seorang istri juga seorang ibu, aku harap kau bisa menekan sedikit perasaanmu untuk tetap mempertahankan mahligai yang kalian bina atas nama Tuhanmu itu"
mbak yeni menatapku nanar, aku tahu dia terluka, tapi jauh dari itu hal yang bisa menggoyahkan arsy Allah karena perceraian akan lebih menyakitkan bagi Debi anaknya, dan aku tak mau hal itu terbersit sedikitpun di hati muslimah yang masih ku anggap mulia ini.
" mbak kau masih ingatkan ketika aku datang mengadu tentang lukaku, kau mengatakan padaku bahwa tak akan terjadi suatu apapun tanpa Ridho dari Allah, aku tanamkan betul - betul kalimatmu itu di hati ku , cukup membuatku kuat sebab aku tau kita wanita harus istiqomah karena segalanya itu milik-Nya dan akan kembali padaNya juga, tak ada yang lebih membahagiakan ketika kita berpasrah akan luka yang begitu dalam sebab Allah lebih tau apa yang terbaik buat umatnya, hikmah yang menjadikan kita lebih dewasa untuk memahami bahwa Allah itu menyanyangi kita umatnya yang bersabar dan bertawakal" mbak yeni menitikkan air mata lagi kemudian memelukku begitu dalam
" ini karma nen..kenapa muslimah selembut kau terlukai oleh adikku yang tak tau malu itu " sesal mbak yeni, dan aku juga menitikkan air mata
" sudah lah mbak, semua sudah terjadi, kedepannya kita harus lebih baik , pintaku mbak padamu jangan pernah tinggalkan rumah suamimu dalam keadaan seperti apapun, jika kau mampu kewajibanmu menyadarkan suamimu itu ke jalan yang benar, tapi jika di rasa itu berat pasrahkanlah semua pada yang maha kuasa". mbak yeni tersenyum lembut padaku lalu terlelap dalam dukanya yang dalam seperti dukaku, entah lebih dalam dari itu ataukah tidak tapi yang pasti sama, kita sama- sama wanita yang tersakiti.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun