Ekonomi,satu kata yang cukup sakral dalam berbagai lingkup di kehidupan bernegara dan bermasyarakat.Melansir dari laman CNBC Indonesia yang terbit pada 05 November 2021 pukul 13.30 WIB mengungkapkan bahwa Ekonomi Indonesia pada kuartal tiga tahun 2021 tumbu melambat pada level 3,51 % , realisasi ini lebih rendah dari kuartal sebelumnya yang mencapai 7,07 %. Perlambatan ekonomi ini imbas hantaman Covid Varian Delta sejak Juli 2021 yang mengakibatkan pemerintah memperketat mobilitas masyarakat dan berdampak terhadap perekonomian nasional.
Ya,virus Covid memang menjadi ujian di berbagai bidang tata kehidupan,baik dari bidang kesehatan,pendidikan,mobilisasi manusia (sosial),pun juga ekonomi.Banyak Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang kesulitan bertahan di tengah pandemic yang serba terbatas ini,sektor pariwisata pun ikut limbung dikarenakan pembatasan sosial yang diterapkan pada kebijakan negara.
Di tengah situasi yang serba prhatin ini, kita sebagai manusia yang mengaku memiliki hati nurani  seharusnya kita saling bersinergi,bukan malah menjadi ajang peluang mencari laba untuk pribadi dan sanak family tanpa memikirkan orang lain.
Di awal kasus lonjakan virus ini, oknum-oknum nakal memanfaatkan situasi dengan menaikkan harga masker, kenaikan harga yang sungguh fantastis mencapai jutaan.
Di tahun 2021 ini,harga masker sudah sewajarnya,namun ada permasalahan yang membuat publik terkejut.Melansir dari laman KOMPAS TV yang rilis pada tanggal 02 November 2021,pada headline berita tertulis bahwa Biaya Tes PCR Pernah Capai Jutaan Rupiah,Ternyata Harga Reagennya Cuma Rp 13 Ribu.Â
Pada tanggal yang sama rilis pula berita dari Harian Surabaya Pagi dengan headline berita Luhut,Akhirnya Akui Berbisnis Tes PCR. Akan tetapi pada tanggal 04 November 2021,Tribunnews.com menarasikan klarifikasi Luhut yang bunyinya Saya tak ambil keuntungan sedikit pun.
Tentu saja beredarnya berita ini memantik respon masyarakat,banyak yang geram atas berlakunya kebijakan yang plin-plan dalam huru-hara tes PCR ini. Iya,pada intinya warga bukan bermaksud untuk tidak patuh,melainkan warga sudah terlanjur kecewa atas segala kebijakan yang plin-plan. Pada saat UMKM menjerit karena usahanya diujung tanduk gulung tikar,bantuan dari pemerintah pun banyak yang salah sasaran.
Belum lagi persoalan memalukan dari sang menteri,Juliari Batubara yang tega-teganya mengkorupsi dana bantuan sosial (bansos) yang menyebabkan negara mengalami kerugian sebesar Rp 3,5 Miliar.
Sungguh melampaui batas,dimanakah hati nurani ?
Kita sepakat bahwa banyak negara juga pada kondisi yang sulit dalam hal ekonomi,tapi kondisi akan lebih baik jika tak ada orang-orang rakus yang hanya memikirkan perutnya sendiri.Seorang menteri sosial yang harusnya mengayomi,malam mengkorupsi,tak peduli ganasnya pandemi.
Ya,begitulah salah satu  penyebab porak-porandanya ekonomi suatu negeri yaitu KORUPSI.
Wahai tuan dan puan yang kini sedang memangku kebijakan,kami mohon dengan hormat agar tidak salah tujuan. Ekonomi negara limbung,rakyat pundung,mohon Anda jangan sekadar cari untung. Mari kita bersinergi untuk menstabilkan lagi ekonomi negeri,tentu hal itu sulit digapai kalua para pejabat masih cari-cari peluang korupsi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H