Mohon tunggu...
laela fitri
laela fitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Halo saya Laela

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

"Ayah" berbeda dengan "Figur Ayah"

6 Juni 2024   09:45 Diperbarui: 6 Juni 2024   09:45 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Dalam peran sebagai individu, laki-laki pastinya suatu saat akan memiliki peran sebagai sosok ayah dalam keluarganya. Menjadi ayah bisa dikatakan sebagai salah satu tantangan yang cukup besar bagi seluruh laki-laki didunia. Karena menjadi sosok ayah tidak hanya sekedar sebagai pencari nafkah namun juga berperan sebagai figur dengan tugas yang lebih luas, mulai dari menata kesejahteraan keluarga hingga membentuk kenyamanan dalam keluarga. Ayah sebagai figur dalam kehidupan keluarga memerlukan cinta, kasih sayang, dedikasi dan keterlibatan aktif secara langsung. Ayah dianggap sebagai pilar paling penting dalam berkeluarga, bukan hanya memiliki peran bertanggung jawab dalam hal finansial, tentunya juga harus memilik peran sebagai pemimpin, pengasuh, pembimbing, dan pelindung bagi keluarganya. 

Menurut data yang ada, Indonesia dikatakan ada di urutan ketiga dunia dengan julukan sebagai fatherless country, yakni negara yang memiliki gejala atau keadaan pada masyarakatnya berupa ketidakadaan peran ayah sebagai figur dan tidak adanya keterlibatan ayah secara aktif bagi kehidupan anaknya. Ayah dianggap hadir dan ada secara fisik saja, tetapi tidak hadir dalam hal psikologis bagi keluarganya. Peran ayah hanya sebatas sebagai pencari nafkah dan pemenuh kebutuhan finansial. Hal ini yang membuat pandangan bahwa ayah dianggap "tidak terlalu" berjasa dibanding peran ibu, karena kehadiran figur ayah tidak nampak dalam hal mengurus anak dalam keluarga. Anak memiliki sosok ayah, namun kehilangan figur ayah. Keyakinan mengenai tidak adanya peran ayah karena di Indonesia sendiri dipengaruhi oleh stereotip budaya yang menjelaskan jika laki-laki tidak seharusnya dan tidak perlu terlibat dalam pengasuhan anak. Peran ayah seringkali tidak terlibat secara aktif dalam pengasuhan anak karena terkekang dengan sistem patriarki yang menganggap bahwa ayahlah pencari nafkah dan ibu pengurus segala sesuatu yang ada dirumah. 

Hal ini tentunya berdampak pada tumbuh kembang anak, namun ternyata tidak hanya pada hal tersebut, dampak pertama dari hal ini mengarah pada ibu. Seperti yang dikatakan oleh Ustadz Bendri Jaisyurrahman "Indonesia ini unik, ke ayahan di Indonesia ini terdampak pertama bukan pada anak melainkan pada istri, istri-istri yang terluka jiwanya bahkan baby blues, itu karena bapak yang tidak berperan, bayi lahir gendong kek, terlibat kek ganti popoknya. Tetapi ini nggak, kamu tu habis lahiran males banget sih, kemudian muncul labeling bahwa istri manja, labeling-lebeling tersebut menunjukkan dia tidak memahami perannya sebagai bapak". Inilah petaka dan kesalahan pertama dalam peran ayah, ayah yang seharusnya sebagai pengayom dalam keluarga tidak menunjukkan perlakuan mengayomi sama sekali. Bahkan menurut Ustadz Bendri Jaisyurrahman, "rumah dibangun semegah apapun tidak akan menjamin anak pulang jika ibu menjadi pribadi yang menyebalkan, sebab petaka pertama pengasuhan adalah ketika ibu tak lagi di rindukan, saya tidak salahkan ibu, disini kenapa ibu yang ambil aturan, urusan gadget ibu, urusan belajar semua, urusan solat sebagainya, karena bapak yang nggak berperan, kalau bapak berperan dia akan bikin habis maghrib gada main gadget harus baca qur'an". Peran ayah sebagai pemimpin sendiri malah diambil alih oleh seorang ibu. Lewat hal seperti itulah kesejahteraan keluarga mulai berkurang karena ayah sama sekali tidak menunjukkan kepemimpinannya. 

Anak tanpa figur ayah tentunya juga sangat berdampak pada perkembangan anak, anak akan cenderung memiliki perasaan mudah marah, harga diri yang rendah dan akan menunjukkan kesulitan ketika berinteraksi dengan ayahnya sendiri. Dampak dari tidak adanya figur ayah sangat berdampak pada psikologis anak mulai dari perasaan kecemburuan, kesepian, menentang dan menunjukkan emosi negatif lainnya, yang tentu saja berpengaruh pada kesejahteraan psikologis anak. 

Selain pada psikologis, tidak adanya figur ayah dalam keluarga terlebih dalam kehidupan anak juga akan berdampak pada prestasi pendidikan dan pencapaiannya. Hal ini disebabkan oleh kekurangan perhatian dan peran aktif seorang ayah terhadap perkembangan anak. Itulah penyebab anak menjadi tidak merasa dibimbing karena ayah yang dianggap sebagai pemimpin tidak turut andil dan tidak memiliki figur ayah di dalamnya. Karena anak akan belajar cara memimpin, mengambil suatu keputusan dan teguh pendirian pada prinsip dari ayahnya sebagai figur dalam keluarga. Anak juga memperoleh kepercayaan diri dan rasa aman dari sosok ayahnya yang dianggap sebagai pemimpin. Jadi sosok ayah tidak bisa mengayomi jika tidak ada figur ayah di dalamnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun