Kalau kata seorang yang melankolis, hujan itu hanya 10% nya air, sedangkan 90% lainnya adalah kerinduan. Haha, saya setuju sebab saya juga penyuka hujan. Dari kecil malah. Hanya saja sudah berbeda konsep. Kalau sekarang saya suka hujan karena sering menginspirasi saya untuk membuat tulisan, maka dulu saya suka hujan karena sebab yang lain.
Dulu, saya sering bermain hujan. Setiap kali hujan tiba, saya bersiap untuk keluar rumah. Apalagi kalau hujannya siang menjelang sore, sekalian mandi sore. Orang tua saya seringnya tidak melarang sebab mungkin dulu air hujan jarang membuat sakit. Atau mungkin juga dulu anak-anak dibiarkan bermain di alam, jadi kekebalan tubuhnya pun alami. Saya pun tidak sendirian kala bermain hujan. Ada adik-adik dan seringkali teman-teman saya juga ikut hujan-hujanan.
Kami tertawa lepas, berlarian mengejar hujan dan satu hal yang paling seru adalah berdiri di bawah talang rumah karena serasa mandi di air terjun. Sampai saat ini, saya masih terkenang akan hal semacam itu kala hujan tiba. Saya merasa beruntung bisa tinggal di Indonesia yang curah hujannya relatif banyak. Apalagi pernah tinggal di kampung dan merasakan keseruan masa kecil saya di alam.
Bicara soal hujan, saya juga setuju kalau hujan itu salah satu bentuk rezeki dan berkah dari Sang Pencipta. Makanya sering saya diajari melafalkan doa kala hujan, yang artinya : “Ya Allah, jadikanlah hujan ini bermanfaat bagi kami.”
Bagaimana tidak jadi berkah kala hujan tiba? Berbagai tanaman akan tumbuh subur, rumput yang tadinya kering menjadi segar kembali, tanah yang tandus menjadi gembur, dan sungai yang kering, bisa mengalir lagi. Tapi, sudah beberapa tahun ini, hujan seperti menjadi teror yang menakutkan bagi sebagian masyarakat kita. Menyebabkan banjir.
Sebenarnya bukan salah hujan turun. Tapi lebih karena manusianya itu sendiri yang kurang bisa mengelola air hujan atau menanggulangi limpahan hujan. Bisa jadi karena memang berkurangnya daerah resapan hujan, menumpuknya sampah di aliran sungai hingga sungai tak lagi bisa menampung air hujan, atau bisa juga karena drainase yang buruk. Itulah mengapa saat ini warga DKI Jakarta mulai bergerak untuk menabung air hujan.
Menabung Hujan
Pernah mendengar istilah ini? Iya, menabung hujan. Jadi rupanya bukan hanya uang saja ya yang bisa ditabung, tapi ini air hujan. Menabung hujan berarti menampung air yang berlimpah saat hujan tiba untuk bisa digunakan nanti ketika kemarau atau dialihkan untuk fungsi yang lebih membutuhkan banyak air.
Bahkan menabung hujan juga pernah dilakukan oleh peneliti dari Pusat Penelitian Geoteknologi di LIPI mulai dari tahun 2008 lalu. Penelitian itu dilakukan dengan cara mengalirkan air hujan ke dalam bak penampungan di dalam tanah. Sebelum sampai di bak penampungan, air hujan itu juga sudah melewati saringan dalam pipa yang berisi batu kerikil dan ijuk sehingga air hujan yang masuk sudah tidak terkontaminasi oleh kotoran lain.
Dalam skala besar, sebenarnya danau buatan atau bendungan air juga termasuk upaya untuk menampung hujan. Tapi apakah kita sebagai warga biasa yang hanya mempunyai sepetak tanah tidak bisa menabung hujan? Jangan salah, kita juga bisa melakukannya dalam skala yang lebih kecil dan relatif mudah.
Yuk Hemat Air dan Menabungnya Dari Sekarang
Ada banyak cara untuk menghemat penggunaan air di rumah dan menabungnya sebagai cadangan kala musim kemarau tiba. Berikut saya sampaikan beberapa cara yang bisa dilakukan.