Mohon tunggu...
Laela NH
Laela NH Mohon Tunggu... Mahasiswa - Teknologi Pangan Universitas Diponegoro

-

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Pencegahan Kebusukan Buah sebagai Upaya Mengurangi Foodwaste

13 Desember 2023   10:17 Diperbarui: 13 Desember 2023   10:22 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foodie. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Buah-buahan merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki tingkat konsumsi tinggi. Berbagai vitamin, mineral, dan zat gizi lainnya terkandung dalam buah sehingga dapat memberikan efek dan manfaat yang baik terhadap kesehatan tubuh. Kesadaran masyarakat akan hal tersebut, mampu meningkatkan aspek jual beli buah-buahan. Berdasarkan Pedoman Gizi Seimbang, konsumsi buah untuk hidup sehat dianjurkan 150 gram per hari atau setara dengan dua hingga tiga buah. Oleh karena itu, buah sudah seharusnya menjadi bahan pangan pokok yang disimpan dengan persediaan di dalam rumah
tangga.


Berdasarkan aktivitas respirasinya, buah dibagi menjadi dua, yaitu buah klimaterik dan buah nonklimaterik. Buah nonklimaterik merupakan buah yang memiliki pola respirasi terus menurun selama masa penuaan dan tidak ada produksi etilen setelah buah dipetik sehingga buah ini tidak bisa matang dengan sempurna jika buah dipanen sebelum waktunya. Contoh buah nonklimaterik adalah jeruk, anggur, dan stroberi. Sedangkan buah klimaterik merupakan buah dengan pola respirasi yang meningkat dengan tingkatan paling tinggi sebelum pemasakan dan terdapat lonjakan produksi etilen. Buah klimaterik ini cenderung dipanen saat setengah matang karena cepat mengalami pembusukan ketika buah sudah matang. Buah mangga, alpukat, dan pepaya merupakan contoh buah klimaterik yang umumnya diperjualbelikan dalam kondisi mengkal.

Setiap jenis buah memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Hal tersebut memengaruhi perbedaan cara dalam menyimpannya. Penyimpanan buah yang baik adalah penyimpanan yang mampu mempertahankan mutu buah dan mampu meminimalisir terjadinya pembusukan. Pembusukan pada buah dapat terjadi akibat kesalahan dalam pemilihan cara penyimpanan. Dalam artikel ini, akan dibahas mengenai cara yang tepat untuk menyimpan buah, baik buah jenis klimaterik maupun nonklimaterik. Penyimpanan yang tepat akan mempertahankan kesegaran buah selama persediaan. Selain itu, secara nyata juga dapat berdampak pada pengurangan tingkat food waste dalam rumah tangga akibat buah yang terbuang sia-sia karena kebusukan.

Suhu merupakan hal yang perlu diperhatikan selama masa penyimpanan buah. Setiap buah memiliki suhu optimal untuk mempertahankan kesegarannya. Suhu yang baik untuk menyimpan buah klimaterik belum matang sempurna adalah suhu ruang. Respirasi akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu sehingga dapat mempercepat pematangan pada buah. Penyimpanan suhu yang rendah pada buah mengkal dapat menghambat pematangan melalui penurunan proses metabolisme, seperti respirasi dan transpirasi. Pada buah klimaterik yang sudah matang, penyimpanan dapat dilakukan di suhu rendah untuk memperpanjang umur simpan buah. Suhu dingin dapat menekan produksi etilen buah sehingga dapat memperlambat proses penuaan pada buah.

Beberapa buah memiliki batas toleransi terhadap temperatur rendah. Penyimpanan buah di bawah suhu optimumnya dapat menyebabkan terjadinya kerusakan chilling injury. Gejala terjadinya chilling injury dapat berupa pengerasan kulit buah, pencoklatan daging buah, dan pengurangan tingkat aroma buah. Pada buah manggis, terjadi pengerasan pada kulit buah (hardening) dan timbul bintik-bintik coklat (darkening) saat buah disimpan pada suhu antara 5-10â—¦C. Sedangkan pada buah stroberi, suhu rendah berkisar 4â—¦C merupakan suhu yang optimal untuk memperpanjang umur simpan dengan karakteristik kimiawi terbaik. Pemilihan suhu penyimpanan kembali didasarkan pada jenis buah dengan karakteristiknya.

Pencegahan tingkat kerusakan buah selama penyimpanan juga dapat dilakukan dengan memberikan kemasan. Sifat kemasan yang perlu diperhatikan meliputi permeabilitas akan gas dan uap air. Kemasan konvensional seperti polyprophylene (PP) dan polyethylene (PE) cocok untuk digunakan pada buah. Kemasan plastik PP memiliki permeabilitas yang lebih rendah dibandingkan dengan kemasan plastik PE sehingga lebih mampu untuk menghambat perpindahan air. Dalam arti lain, jumlah uap air yang dapat melewati kemasan PE lebih besar dibandingkan dengan PP. Semakin sedikit uap air yang dapat menembus pengemas, maka akan semakin lama keawetan buah yang disimpan di dalamnya.

Penggunaan plastik dapat memberikan masa simpan buah yang lebih lama karena proses respirasi dan transpirasi pada buah ditekan. Tingkat O2 rendah pada kemasan sehingga tingkat respirasi akan menurun. Selain mencegah kebusukan, penggunaan kemasan plastik juga mampu mencegah pelayuan pada buah karena tidak terjadi penguapan air pada jaringan buah. Tingkat kelayuan dapat diperparah oleh kerusakan mitokondria akibat proses respirasi.

Selain dengan penggunaan suhu yang sesuai dan penambahan kemasan, pencegahan kerusakan dan pembusukan pada buah juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan silica gel. Silica gel merupakan butiran seperti kaca dengan struktur berongga yang memiliki kemampuan untuk menyerap banyak air dan menyerap kelembapan pada suatu ruangan tertutup sehingga dapat menciptakan lingkungan yang kering. Silica gel memiliki tingkat penyerapan yang tinggi yaitu sekitar 35-50% dari berat silica-nya sendiri. Ketika kadar air dalam buah sedikit, maka kerja dan aktivitas enzim tidak maksimal sehingga respirasi dapat terhambat. Terhambatnya respirasi akan berdampak pada proses pematangan pada buah.

Pengurangan laju respirasi, transpirasi, dan produksi etilen merupakan langkah yang tepat untuk mencegah proses penuaan hingga pembusukan pada buah. Kebusukan buah dapat diatasi dengan penyimpanan pada suhu rendah, penggunaan kemasan, dan penggunaan silica gel. Suhu rendah untuk penyimpanan buah perlu diperhatikan agar tidak melebihi batas suhu optimumnya. Suhu rendah yang digunakan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan chilling injury pada buah.

Tingkat kebusukan buah yang rendah dapat mengurangi jumlah food waste akibat kesalahan penanganan bahan pangan. Upaya pengurangan tingkat food waste merupakan bentuk peduli terhadap lingkungan. Food waste dapat mengancam terhadap lingkungan, seperti bau busuk dan dapat menimbulkan bibit-bibit penyakit yang merugikan. Selain itu, food waste diperkirakan menyumbang sekitar 8 hingga 10 persen terhadap emisi gas rumah kaca global. Berdasarkan data Bappenas, food waste yang terbuang di Indonesia pada tahun 2000-2019 mencapai 23-48 juta ton per tahun, di mana sekitar 20 persennya merupakan buah-buahan. Mengurangi produksi limbah makanan dengan mengupayakan tingkat kebusukan buah pada rumah tangga akan sangat berguna terhadap keberlanjutan hidup.

Sumber:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun