Mohon tunggu...
Anggie Primadini
Anggie Primadini Mohon Tunggu... -

Globetrotter

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Serunya Junior Masterchef Indonesia

8 Juli 2014   22:05 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:58 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Beberapa bulan terakhir, saya punya 'hobi' baru: nonton Junior Masterchef Indonesia. Sebetulnya, hobi baru saya ini terasa agak aneh, bahkan untuk saya sendiri. Saya nggak hobi masak ( biarpun hobi makan !), dan memang nggak terlalu suka masak kecuali kepepet, itupun sebatas masakan rumahan yang gampang-gampang ( tapi bukan mi instan lho....). Intinya, saya masak sekedar untuk survive; kalau sudah kelewat bosan dengan menu-menu restoran di sekitar tempat tinggal saya.

Kembali ke Junior Masterchef, ‘aneh’ yang kedua adalah, selama ini, ‘Masterchef’ dewasa juga bukan acara televisi favorit saya, biarpun pasti saya akan memilih nonton Masterchef daripada nonton sinetron. Tapi, saya menikmati sekali nonton Junior Masterchef. Ketertarikan saya dipicu oleh kekaguman saya melihat keterampilan dan kecekatan chef-chef kecil yang berusia 8-13 tahun itu unjuk aksi di dapur yang berstandar profesional. Lebih dari itu, hidangan yang mereka hasilkan juga luar biasa- biarpun saya tidak bisa ikut merasakan, hehehe….Tapi saya percayalah dengan komentar 3 chef profesional yang jadi jurinya…..

Yang saya tonton lebih dulu adalah Junior Masterchef USA, yang membuat saya ikutan ngefans dengan si gembil Alexander Weiss yang akhirnya keluar sebagai juara. Karena itu, saya senang sekali ketika ternyata  RCTI memproduksi juga Junior Masterchef Indonesia, dengan kontestan yang kualitasnya sama bagusnya. Setiap hari Minggu sore, saya selalu memastikan sudah sampai di rumah sebelum jam 16.00, siap menyaksikan kembali aksi chef-chef kecil itu. Bahkan ketika beberapa waktu yang lalu saya mendapat libur tak terduga dari kantor, salah satu aktivitas favorit saya adalah melihat lagi seluruh episode Junior Masterchef USA dan Indonesia via YouTube.

Skill para chef cilik ini pantas dikagumi. Sampai sekarang pun, saya tidak pernah bisa bergerak luwes di dapur; tidak seperti mereka yang sangat percaya diri, tanpa resep pula! Dari sisi hiburan, saya juga menikmati kepribadian masing-masing kontestan; terutama si lucu Alex yang seandainya ada kategori kontestan favorit pilihan pemirsa, saya yakin dia akan menang telak ! Waktu saya berumur 8 tahun, mana bisa saya buat sushi panda seperti Alex, goreng telur saja belum bisa !

Mayoritas kontestan Junior Masterchef bercita-cita ingin jadi professional chef. Zidan misalnya, sudah bercita-cita ingin membuka restoran Indonesia di luar negeri. Wah, ambisinya ini bukan main-main, bahkan sangat mulia. Promosi kuliner saat ini menjadi salah satu garda depan diplomasi budaya. Kebetulan saya pernah bertugas di Kanada selama 4 tahun. Saya melihat sendiri bagaimana di Toronto, kota terbesar dan kota bisnis utama di Kanada, kuliner Jepang, Korea, China, dan Thailand bertarung di satu battleground. Vietnam mulai menyusul. ‘Pertarungan’ kuliner ini tidak kalah sengitnya dengan pertarungan investasi MNC besar. Masing-masing cuisine menawarkan berbagai menu mulai dari streetfood sampai fine dining demi menjaring pasar yang lebih luas.

Saya melihat bagaimana di tengah suhu awal musim dingin di Kanada yang bisa mencapai minus belasan derajat celcius, orang rela antri untuk mencoba restoran-restoran ramen khas Jepang yang tidak mengenal sistem reservasi. Indonesia dengan keragaman kuliner yang sangat kaya, bisa jadi pemain yang sangat diperhitungkan; di manapun promosi kuliner itu dilakukan. Mudah-mudahan, Zidan tidak sendirian dan konsisten dengan cita-citanya sekarang.

Lebih jauh lagi, saya seperti merasakan ‘angin segar’ mendengar para kontestan ini bercita-cita jadi professional chef. Biarpun mungkin saja nanti dengan bertambahnya usia cita-cita mereka juga berubah, tapi senang sekali melihat dan mendengar anak-anak Indonesia sekarang sudah punya pilihan cita-cita yang semakin beragam, bukan cuma yang sering kita dengar di lagu-lagu anak tahun 90-an.

Acara ini juga cukup berhasil mengedepankan kebhinnekaan. Dalam invention test, saya lihat para kontestan mampu menerjemahkan keberagaman yang ada di antara mereka lewat masakan yang dipilih. Afaf misalnya. Si Cantik ini berasal dari keluarga keturunan Timur Tengah, tepatnya Yaman. Pada beberapa kali invention test, Afaf mengolah masakan berempah a la Timur Tengah yang sering diganjar pujian juri; seperti masakan ayamnya di episode Mom’s Favorite Dish. Afaf mengingatkan saya pada Dara Yu, runner up Junior Masterchef USA yang juga peka terhadap kekayaan budaya yang dibawanya. Dara yang keturunan Tiongkok sering memberikan sentuhan Asia pada masakan-masakannya, termasuk untuk menu lengkap Grand Final yang terus menerus dipuji Gordon Ramsay yang terkenal pelit pujian.

Alexander Weiss, sang Juara Junior Masterchef USA, tampil sebagai tamu kejutan di episode 4 besar, yang langsung disambut pandangan penuh kekaguman dari empat chef cilik yang masih memperebutkan dua tempat di Grand Final. Melihat anak-anak pra- ABG yang starstruck ketika ketemu Justin Bieber atau One Direction sudah biasa; tapi sangat refreshing melihat empat chef cilik yang senang bukan main dikejutkan oleh kehadiran idola mereka, yang sama-sama aspiring chef ! The kind of starstruck initiated by the sense of achievement!

Tapi, ketika Grand Final selesai dan Afaf keluar sebagai Juara 1 Junior Masterchef Indonesia, terjadi aftermath yang mengejutkan di media sosial. Seperti sekian juta pemirsa yang lain, dari awal saya juga punya 'jagoan', biarpun saya berpendapat semua kontestan sangat jago memasak, apalagi kalau dibanding saya, hehe....Tapi saya memang menjagokan Zidan, Revo, dan Afaf. Saat saya menonton kembali episode Grand Final Junior Masterchef Indonesia di Youtube, saya kaget sekali ketika iseng-iseng saya membaca komentar-komentar yang ada.  Sekedar info, saya memang bukan termasuk viewer yang rajin membaca komentar. Ternyata, dari sisi pemirsa, sudah terbentuk dua kubu, ibaratnya ' Team Zidan' dan ' Team Afaf'.

Zidan yang kalem dan selalu bekerja dengan tenang dan sistematis, memang banyak dijagokan sejak episode awal. Dan memang, selama kompetisi, Zidan berkali-kali keluar sebagai pemenang di segmen pertama sehingga tidak perlu ikut babak eliminasi. Yang membuat pemirsa- kalau saya taksir, kebanyakan berusia dewasa dalam kisaran 21 tahun ke atas- 'jatuh hati', adalah pembawaannya yang santun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun