Mohon tunggu...
Lady Scketzy
Lady Scketzy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Interested in arts

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kuatnya Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal di Era Globalisasi

21 Agustus 2024   00:10 Diperbarui: 21 Agustus 2024   02:04 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kuatnya Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal di Era Globalisasi

Lady Scketzy Vlane

Saat membaca judul, mungkin banyak kalangan orang yang masih kebingungan atas maksud dari "Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal (PBKL)". Beberapa dari mereka bahkan menggunakan bantuan internet untuk mengetahui definisi dari hal tersebut. Namun, yang mereka tidak sadari adalah selama ini mereka bersekolah dengan mengimplementasikan hal tersebut. 

Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal bukan serta merta berarti menggunakan kurikulum tradisional, melainkan tetap melaksanakan budaya negara seiringan dengan kehidupan pendidikan. Contoh sederhananya adalah melaksanakan Upacara Bendera setiap hari Senin, memakai baju batik khas daerah masing-masing di hari tertentu, hingga mempelajari Bahasa Daerah sebagai mata pelajaran sekolah. Setelah mengetahui hal tersebut, kita disadarkan bahwa selama ini kita memang selalu menganut pendidikan dengan basis seperti itu. Tetapi, kita tidak tahu apakah generasi mendatang dapat merasakan hal yang sama, terlebih lagi di Era Globalisasi ini.

Saat ini, PBKL masih tetap eksis di Era Globalisasi. Bahkan kemajuan teknologi pun dimanfaatkam untuk melestarikan budaya dan mendorong generasi muda untuk tetap mempelajari kearifan lokal. Banyak inovasi-inovasi online yang membantu berjalannya pendidikan, seperti; Penerjemah Aksara Jawa, E-book cerita rakyat, dan video tutorial membuat batik. Masyarakat dari berbagai kalangan--tak hanya siswa saja-- antusias untuk memanfaatkan terobosan teknologi ini, terlebih lagi, memang dengan adanya hal tersebut memudahkan kehidupan sehari-hari.

Namun, kita tidak pernah tau bagaimana masa akan mengubah masyarakat. Hal tersebut menimbulkan perasaan was-was kepada generasi masa depan. Belum tentu mereka bisa menyaring budaya luar dan lokal dengan baik dan memiliki kesadaran nasionalisme untuk melestarikan kearifan lokal. Masalah utama yang dihadapi di Era Globalisasi adalah informasi yang berkembang secara cepat dan pesat. Jika informasi yang disebarkan positif, tentu hal ini merupakan sesuatu yang menguntungkan. Namun jika negatif, perkembangan ini bisa menjadi bumerang yang fatal dan bisa mempengaruhi rasa nasionalisme.

Biasanya, orang akan mengatakan solusi yang mudah dan sesuai logika, seperti menyerap informasi positif dan membuang yang negatif. Akan tetapi, belum tentu generasi masa depan yang mengakses internet sudah memiliki pola pikir dewasa untuk mempertimbangkan hal tersebut. Apalagi orang tua sering memberikan gawai kepada anak di usia yang masih sangat belia. Kelabilan dan rasa ingin tahu seorang anak dapat membuat mereka lebih tertarik dengan budaya luar dibandingkan dengan budaya sendiri.

Oleh karena itu, sangat penting peran pemerintah dan masyarakat untuk mencegah permasalahan ini. Salah satu upaya pemerintah untuk dapat mencegah masalah ini adalah dengan membuat program serentak nasional untuk menetapkan kebijakan pendidikan yang diiringi dengan kearifan lokal. Sebagai Rakyat Indonesia, kita harus senantiasa membantu pemerintah dan insan-insan generasi mendatang untuk melestarikan Budaya Indonesia. Di seluruh pelosok negeri, ada mahasiswa-mahasiswa yang berjuang dan mendedikasikan kehidupan mereka untuk senantiasa menjaga budaya luhur. Yaitu mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB) yang berjuang untuk menyebarkan pengetahuan tentang budaya negeri agar eksistensinya terjaga hingga masa di dunia habis.

Inovasi-inovasi mahasiswa yang didukung oleh berbagai kalangan bisa menjadi langkah awal menuju Indonesia Emas 2045 dengan mempraktekkan Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal. Bukan berarti yang boleh berjuang hanya FIB saja, namun mahasiswa-mahasiswa dari fakultas lain pun bisa ikut andil dalam gerakan ini. Di Universitas Ujung Timur Jawa Dwipa, atau yang biasa kita sebut Universitas Airlangga, sudah memberikan contoh langkah pertama melestarikan nilai-nilai budaya kepada generasi muda. Dengan gerakan UNAIR Mengajar (SCOLAH), para relawan bisa mengajarkan pengetahuan tentang daerah kepada anak-anak agar jiwa nasionalisme sudah tertanam.

Dengan metode yang benar dan efektif, Indonesia pasti bisa mempertahankan Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal walaupun sedang digempur di Era Globalisasi. Misi ini tidak dapat diselesaikan seorang diri. Maka, kerja sama dari seluruh warga Indonesia dibutuhkan untuk mencapai tujuan bersama ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun