Soal kesepakatan sejumlah pakar mengenai pengobatan kanker yang sebenarnya tak melulu harus diatasi dengan terapi medis konvensional macam kemoterapi dan operasi tampaknya sudah berkali-kali diungkap dalam tulisan terdahulu, jadi tampaknya tidak usah berbasa basi soal itu.
Memang masih kontroversial juga di dunia medis, apalagi di negara berkembang macam Indonesia yang kebanyakan metode pengobatannya masih dengan mudah digiring dengan prinsip pengobatan populer.
Semoga bukan dianggap bikin hoax baru ya, soalnya sebenarnya memang ini baru dalam skala rumor. Katanya memang metode pengobatan kanker di negara-negara berkembang sebenarnya cukup dipengaruhi oleh pemodal dunia farmasi besar. Bagaimanapun kalau kemoterapi masih banyak digunakan, maka para pelaku farmas diuntungkan, apalagi mereka juga biasa sedikit bebas membandrol obat-obat kanker dengan harga cukup tinggi.
Sementara di negara maju sejumlah klinik-klinik modern dibuka dengan layanan terbatas, pasien berskala kecil namun menerapkan metode-metode berbeda yang tidak sejalan dengan koridor pengobatan konvensional. Tentu saja bukan lantas klinik-klinik ini ilegal, faktanya sejumlah klinik malah dikoordinasi atau setidaknya dalam monitor instansi kesehatan atau lembaga riset legal.
Klinik-klinik ini mengenalkan sejumlah metode untuk menangani kanker, termasuk pula dengan menerapkan sejumlah program diet yang dipercaya memiliki kemampuan melemahkan sel kanker. Ada banyak kanker yang bisa diatasi dengan sejumlah metode diet, termasuk  mengobati kanker usus, kanker hati, kanker paru-paru, kanker rahim dan banyak lagi.
Salah satu program diet yang banyak digadang cukup canggih untuk mengatasi kanker adalah diet ketogenik. Sebelum berpanjang lebar soal bagaimana diet ini bekerja terhadap sel kanker, kita kenalan dulu saja dengan diet ketogenik ini.
Apa sebenarnya diet ketogenik?
Asal muasal konsep diet ketogenik berasal kata keton. Keton sendiri sangat berkaitan dengan sistem metabolisme tubuh dan kadar glukosa dalam darah.
Sederhananya begini...
Metabolisme tubuh dalam memproduksi energi sejatinya membutuhkan glukosa sebagai bahan baku. Nah...kalau kadar glukosa dalam darah tidak cukup, maka secara alami tubuh (dalam hal ini sel tubuh) akan mencari sumber energi baru yakni lemak atau cadangan lemak.
Efek dari proses pembentukan energi dari lemak ini menyebabkan tubuh melepas sejenis senyawa kimia residu bernama keton. Keton memiliki aroma unik yang khas, sedikit mirip dengan bau kuteks. Aroma eton ini yang kemudian akan muncul sebagai bau badan pada mereka yang tubuhnya memproduksi keton dalam jumlah besar. Pada titik dimana kadar keton dalam tubuh relatif tinggi tubuh disebut mengalami kondisi ketosis.