Minggu (9/03/14), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan -Muhammad Nuh- serta istrinya mendatangi pondok pesantren al-Munawwariyah, yang tepatnya terletak di Jl. Raya Sudimoro No. 9 Bululawang, Malang.
Beliau beserta rombongan tidak hendak melakukan kegiatan politik atau semacamnya, namun untuk bersilaturrahmi kepada Kyai Maftuh Sa’id, selaku pimpinan pondok, sekaligus mengirimkan undangan atas pernikahan putri beliau.
Awalnya, saya dan keluarga melakukan ‘sambangan’ santri, sebuah rutinitas dwi mingguan untuk mengunjungi adik. Ketika sowan kepada Kyai Maftuh, beliau menyampaikan kabar bahwa Mendikbud akan datang beserta rombongan, untuk menyampaikan undangan.
“Walaupun sekedar undangan, tapi pak Menteri datang sendiri ke pondok ini tidak sekedar lewat pos saja.” kata Kyai.
Suasana kunjungan ini bersifat silaturrahmi, tidak ada kesan formalitas. Para wali santri yang -kebetulan- bertemu dengan beliau pun senang, dan berebut menyalami tangan Pak Nuh dan istrinya. Pengambilan foto untuk dokumentasi pribadipun tak terelakkan.
Sepengatahuan penulis, bukan kali ini saja Mendikbud melakukan kunjungan ke ponpes, beberapa kali beliau sempat hadir dan melepas kangen bersama pengasuh ponpes, pengurus dan santri seluruhnya. Diantaranya kunjungan pada tanggal 24 Agustus 2013.
Tidak diragukan lagi, pondok pesantren merupakan salah satu dari sekian model pendidikan di Indonesia, yang tetap eksis dan diharapkan bisa berkembang seiring dengan putaran roda waktu. Dengan kekhasannya, model pendidikan tradisional –pesantren- ini mampu bersaing dan menjadi alternatif pilihan dalam upaya turut serta mencerdaskan bangsa.
Al-Munawwariyyah sendiri adalah satu dari sekian pondok pesantren di Indonesia yang memadukan model pendidikan tradisional pesantren dan pendidikan Umum Berstandar Nasional sebagai suatu kesatuan sistem pendidikan di pesantren yang didirikan oleh KH. Muh. Maftuh Said, pada tanggal 28 Juli 1983 M, bertepatan dengan tanggal 7 Syawal 1402 H.
Dengan misi penyeimbangan antara pengetahuan agama dan umum, setiap santri al-Munawwariyyah diharuskan menjadi peserta didik dalam kedua level pendidikan yang ada. Sebagai pendiri pondok, Kiai Maftuh bercita-cita mencetak kader bangsa yang tidak hanya mumpuni pada pengetahuan ilmu agama saja, tetapi juga cakap dalam keahlian dibidang ilmu pengetahuan secara umum.
Unit pendidikan yang terdapat di ponpes ini pun beragam, diantaranya:
1. Dirasatul Qur’an
Program ini menjadi jenjang yang wajib diikuti oleh setiap santri. Kecakapan membaca al-Qur’an dengan baik dan benar, serta penguasaan hukum bacaan (tajwid), adalah kelayakan bagi setiap pesertanya
2. Tahfid al-Qur’an
Pendidikan ini merupakan program alternatif bagi santri yang telah menyelesaikan pendidikan pada jenjang dirasat al-Qur’an. Dengan keinginan sendiri dan disetujui walinya, para santri bisa mengikuti program yang menjadi ciri khas al-Munawwariyyah dibanding dengan banyak pondok lainnya. Karena kekhasan ini pula, al-munawwariyyah bisa bekerjasama dengan banyak universitas terkemuka di Indonesia, salah satunya dengan Universitas Islam Negeri Malang (Universitas Maulana Malik Ibrahim).
3. Madrasah Islamiyyah al-Munawwariyah (MIM)
4. Mutala’ah Kutub al-Turast (Kajian Kitab Klasik)
5. Lembaga pendidikan Bahasa asing (LPBA)
6. SDN III al-Munawwariyyah
7. SMP al-Munawwariyyah
8. SMA al-Munawwariyyah
9. SMK al-Munawwariyyah
Selain program intra kulikuler tersebut, santri juga dibekali program ekstra kulikuler yang meliputi, komputer, jurnalistik, retorika, keputrian, kepramukaan, olahraga, pelatihan organisasi dan kepimpinan, qiraat al-Qur’an bi taghani (membaca al-Qur’an dengan lagu), dan lain sebagainya.