Mohon tunggu...
Diana Tri Handayani
Diana Tri Handayani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saya mahasiswi jurusan psikologi di UBHARA JAYA

A fan of education, I have a health profession and continue my education as a psychology student As a Creative content creator, which makes me a part time writer Happy to share and learn and discuss with you. So, if you have an interesting topic to talk about, I'm here!

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Selera Hanyalah Soal Bagaimana Uang dan Faktor Lainnya Mendukung

20 Desember 2022   10:08 Diperbarui: 20 Desember 2022   10:10 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

SAAT MELIHAT ORANG memakai pakaian warna hijau, dengan paduan rok biru telur asin, kerudung pink, sepatu merah, dan tas kuning menyala di pusat perbelanjaan, apa yang ada di pikiran kita? Ya. Tidak dapat dimungkiri, pemandangan sosok orang tersebut memang mencuri perhatian. Namun tidak sedikit yang akan mencibir, "Buruk sekali selera berpakaiannya." Dan, barulah setelah gaya tabrak warna-tabrak motif menjadi tren di dunia fashion, pandangan kita berubah.

Selera, sering kali dihubung-hubungkan dengan kemampuan seseorang dalam memilah-padukan sesuatu. Sehingga bila seseorang berpenampilan beda nyeleneh, dan tidak mengikuti standar 'baik' kebanyakaan orang, mereka akan di nilai memiliki selera yang buruk. Seperti juga dalam hal makanan. Ketika dalam sebuah kelompok lebih banyak menyukai masakan Jepang, dan hanya kita yang tidak doyan, maka akan muncul sindirian, "Selera rendahan memang tidak pantas berada di sini."

Tidak semua orang berpikir bahwa selera adalah bentuk kompromi, yang dibangun dan dimantapkan oleh hal-hal yang mendukungnya.

Seseorang terlihat sangat cantik ketika mengenakan paduan baju, celana, tas, dan sepatu yang senada ketika pergi ke sebuah mal. Orang ini kemudian dianggap memiliki selera fashion yang bagus. Padahal, bisa saja kemampuan memilah- padukan apa yang akan dipakainya didukung oleh kemampuan finansial yang bagus. Sedangkan seseorang yang dompetnya pas-pasan, hanya bisa membeli satu tas, sepasang sepatu, dan jin yang sama, dan harus dipadukan dengan model, warna, dan motif pakaian yang dimiliki.

Maka tidak adil rasanya bila menghakimi selera orang lain padahal setiap orang memiliki faktor-faktor tertentu yang memengaruhi selera mereka. Ada orang yang tidak bisa makan daging, karena vegetarian. Ada orang yang lebih lahap melahap masakan Padang dan merasa tercekik bila menelan masakan Jepang, bukan berarti karena seleranya rendah. Mereka demikian bisa karena bentuk komprominya terhadap isi dompet. Bisa juga karena pengaruh pikiran yang merasa waswas akan halal tidaknya makanan yang dinikmati. Untuk itu lah, JANGAN SUKA MENJATUHKAN SELERA ORANG LAIN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun