Langkah kakinya tergopoh-gopoh, kedua tangannya membawa barang yang dipesan oleh Leo, Gerry dan Keenan. Snack dan beberapa minuman kaleng. Kacamatanya mulai berembun oleh keringat membasahi wajahnya. Ia berusaha mengejar waktu yang semakin sempit. Namun sepertinya lorong menuju kelas terasa sangat panjang dan jauh untuk dilewati. Seperti tak ada ujungnya. Bahkan kedua kaki  sudah sangat letih karena naik tangga. Kelas II-5 berada di lantai 2. Sungguh melelahkan harus melewati dua lantai dengan membawa barang begitu banyak.
Tanpa disadarinya ada seorang gadis yang parasnya ayu melihatnya dari jauh. Rambut hitam panjang sebahu dengan poni samping dan tingginya sepantaran cowok itu. Namanya Nabila. Kedua bola mata menatap lekat cowok itu, Richard Oh. Dia agak berbeda  Bahkan saat ia berjalan kurang manly. Culun terlihat dengan jelas! Setiap hari dia diperlakukan seperti itu. Hatinya terasa pilu. Ternyata kehidupan Richard tidak berbeda jauh dengan dirinya dahulu. Pada akhirnya bisa bertemu dengannya lagi. Setelah sekian lama Nabila mencari begitu lama. Seorang seperti dirinya. Seperti Richard Oh.
Terdengar teriakan dari dalam kelas. Tampak beberapa suara lelaki gaduh dan ribut. Ah, gadis itu penasaran. Ia berjalan mendekati kelas. Kedua matanya membelalak. Richard Oh jatuh tersungkur. bahkan kepalanya hampir saja membentur kaki meja. Namun tak banyak teman sekelas lain perduli dengan dirinya. Beberapa dari mereka hanya melirik diam-diam. Dan sebagian sibuk mengobrol dengan yang lain. "Dasar Richard cupu. Bagaimana, sih? Request sederhana saja tidak bisa dipenuhi." Teriak Keenan. Badannya yang besar dan tinggi. "Bukan minuman ini yang kuminta." Richard tahu apa yang diminta Keenan sudah sesuai dengan permintaannya.
Tangan kananya mengambil kertas dari dalam saku kemeja putih abu-abu. "Keenan, ini pesanan kalian semua. Apa lagi yang salah?" Diberikannya selembar kertas kepada mereka. Wajah Keenan marah. Memerah menahan malu karena gengsi. Sebenarnya ia niat mempermalukan cowok itu karena sesuatu. "Dasar, kamu berani main-main dengan gue?" Kedua tangannya menarik keran Richard dengan keras. Leo dan Gerry tak banyak berkata. Wajah mereka menunduk. Kedua bola mata mereka tidak ingin melihat apa yang terjadi. Mereka tahu Bapak Keenan salah satu sponsor utama di SMA Angkasa ini. Apa daya mereka yang kedua orang tuanya hanya buruh dan supir angkutan umum? Â Dan lagi-lagi Richard Oh akan mengalami kejadian yang sama seperti hari-hari sebelumnya. Namun sepertinya hari ini hari keberuntungan Richard.
"Selamat Siang, Anak-anak! Apakah kalian sudah selesaikan PR Fisika yang saya tugaskan minggu kemarin?" Ucap Pak Ridwan tiba-tiba langsung ke dalam kelas. Keenan melepaskan cengkeraman dari kerah cowok culun itu. "Ah, Sial. Ngapain guru itu datang lebih awal?" Batinnya kesal. Mulutnya cemberut. Richard segera duduk di bangku kelas. Empat deretan dari kursi belakang. Dia mempersiapkan buku pelajaran Fisika. "Hari ini adalah hari yang berbeda." Bisiknya. Senyum terlintas di wajahnya.
Richard Oh memperhatikan senja pada sore hari kemerahan menanti pergantian matahari terbenam. Ia kenakan jaket merah Eiger sambil mengendarai sepeda menuju tempat favoritnya, Cafe Conan. Conan adalah serial komik dari Jepang detektif tentang seorang remaja SMA yang badannya mengecil karena terkena obat khusus. Kegiatan rutin Richard lakukan setiap hari Selasa dan Jumat. Hari ini adalah hari jumat, hari bahagianya bisa berkumpul dan melihat koleksi komik di sana.
Tidak hanya tersedia berbagai koleksi komik favoritnya. Di cafe itu juga menyediakan berbagai makanan ringan dan minuman kopi. Memang cafenya antik. Ah, akhirnya tiba juga! Dia sudah berdiri di bawah papan kayu tulisan Conan dengan lekukan gagang besi hitam. Yah, hari ini menyenangkan dan tidak sabar dengan segelas es kopi Espresso dan Siomay menanti. Tidak hanya itu saja setiap bertemu dengan Pak Antonius, sang pemilik cafe itu. Tubuhnya yang jangkung dengan kumisnya melintang. Dia ramah dan sopan setiap bersama dengannya. Namun yang ia tak sadari ada bayangan tubuh perempuan mengikutinya dari belakang. Membuat masa depannya berubah.
"Hai, Apa kabar?" Nada bicaranya lembut. Sapanya saat Richard mencari buku komik. Senyumnya bahkan  menggetarkan hati Richard. Pandangan mata yang teduh temani sambil memilih buku komik. Tak disangka kalau ia bisa bertemu malaikat secantik ini. Aduh, apakah imajinasi Richard berlebihan? Wajahnya memerah sambil menunduk malu. Untunglah kacamata itu menutupi sebagian wajahnya dari Nabila. Ada getaran berbeda yang dirasakan saat bersama Nabila. Keenan dan kroni-kroninya terus menyuruh Richard melakukan apa saja. Namun selama mengingat kebersamaan bersama gadis itu. Dengan kedua bola mata ramah dan meneduhkan setiap gelisah yang ia rasakan di sekolah. Akhirnya Richard memiliki keberanian lagi. Setelah waktu yang sangat lama.
Maka mereka berdua sering bertemu. Setiap sepulang sekolah ada yang Richard ceritakan kepada Nabila tentang komik. "Detektif Conan itu berbeda. Karena ia  meminum obat dipaksa oleh komunitas berbaju hitam. Maka tubuhnya mengecil dari cowok SMA berubah menjadi anak SD. Namun kepintarannya tidak ada yang berubah. Dia selalu bisa memecahkan setiap kasus pembunuhan. Dengan analisisnya yang tepat. Meski bersembunyi di balik tubuh Detektif Kogoro Mouri." Nabila simak mendengarkan apa yang di katakan oleh Richard. Senyumnya tersimpul sederhana.
 "Bahkan yang kudengar dari Pak Antonius, penggemar berat serial detektif Conan. Meski sudah sering pergi ke Jepang rasanya belum puas dengan komik-komik yang telah di baca selama ini." Ucapnya lagi. Tanpa Richard sadari ada yang memperhatikan dengan bingung. Pak Antonius berharap bisa saja cowok itu kelelahan karena beban sekolah zaman kini.