Mohon tunggu...
Lady Alif Fardya
Lady Alif Fardya Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Pamulang

Selanjutnya

Tutup

Seni

Peran Politik dalam Karya Sastra Kontemporer

16 Desember 2022   18:25 Diperbarui: 16 Desember 2022   18:27 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                Politik merupakan cara masyarakat dalam hidup berkelompok dengan membuat suatu keputusan. Politik berkaitan tentang membuat kesepakatan antar manusia sehingga dapat hidup bersama dalam suatu kelompok, seperti suku, kota, atau negara. Politik pada umumnya terikat masalah kekuasaan baik dalam membuat keputusan, mengendalikan sumber daya, mengendalikan perilaku orang lain, bahkan seringkali mengendalikan nilai-nilai yang dianut oleh orang lain. Sehingga dapat diartikan bahwa politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan publik pemerintahan dan negara serta tentang segala sesuatu yang terkait proses perumusan dalam kebijakan politik pemerintahan.

                Dewasa ini, tema terkait politik seperti jarang sekali menjadi gagasan utama dalam sebuah karya sastra atau fiksi prosa di era kontemporer ini. Karya sastra umumnya merupakan cerminan atau ciptaan yang disampaikan dengan komunikatif tentang maksud pengarang untuk tujuan keindahan cerita. Pada dasarnya, karya sastra diciptakan atas hasil replika kehidupan dunia nyata, entah berkaitan dengan kisah nyata maupun murni imajinasi pengarangnya saja. Kendati demikian, karya sastra memang tak bisa lepas dari kehidupan nyata manusia. Dalam karya sastra tentunya menceritakan sebuah kisah yakni baik dalam sudut pandang orang pertama, kedua, maupun ketiga. Maka bagaimanakah peranan politik dalam karya sastra di era kontemporer saat ini?

                Karya sastra saat ini yang membahas tentang politik memang tidak sebanyak Angkatan terdahulu seperti orde lama dan orde baru. Hal itu disebabkan banyaknya minat penulis yang lebih memilih untuk menciptakan karya sastra dengan genre berbau romansa. Hal tersebut dikarenakan melihat dari minat pembaca yang menjadi tujuan dari pengarang menuliskan karya sastranya. Masyarakat Indonesia saat ini terlihat acuh tak acuh dengan persoalan politik, sehingga banyak dari beberapa masyarakat umumnya remaja yang lebih memilih membaca kisah romantis yang mendebarkan jiwa mereka dibandingkan dengan permasalahan politik yang rumit dan menguras pikiran.

                Maka dari itu, isu saat ini menjadi gagasan utama dalam sebuah karya sastra. Seperti pada angkatan Balai Pustaka, kisah-kisah dalam karya sastranya menceritakan tentang kebudayaan Indonesia yang terjadi pada masa itu. Serta Angkatan reformasi yang terciptanya banyak karya sastra tentang kritik-kritik yang dilontarkan untuk pemerintahan yang kala itu sedang kacau balau. Untuk era kontemporer saat ini, cenderung karya sastra yang ditulis berkaitan dengan kehidupan romansa yang memang lebih digemari oleh kebanyakan masyarakat di Indonesia terutama remajanya. Kemudian hal tersebut menimbulkan pertanyaan, apakah politik di pemerintahan Indonesia telah stabil? Sehingga tidak lagi dilakukan kritikan melalui karya sastra.

                Tentu saja hal tersebut tidak dapat dikatakan benar, karena nyatanya banyak kasus koripsi dan keborokan lainnya dalam pemerintahan Indonesia saat ini. Lalu apakah tidak membahas politik merupakan kemunduran dalam karya sastra? Atau karya sastra tidak harus selalu dikatikan dengan hal-hal berbau politik? Hal tersebut tergantung bagaimana pengarang dan pembaca dalam menyikapinya. Karena sejatinya, dalam hal bacaan tentu setiap orang memiliki kriteria atau preferensinya masing-masing. Mereka yang gemar politik maka akan membaca buku-buku teori atau karya sastra yang berkaitan dengang politik. Begitu pula sebaliknya, mereka yang tidak tertarik dalam bidang politik maka akan mencari bacaan yang relatif tidak berkaitan dengan politik.

                Meski demikian, masih ada pengarang dan pembaca yang perduli terhadap keadaan politik terutama pemerintaan yang ada di Indonesia saat ini. Tragis memang, sedikit sekali masyarakat yang acuh tak acuh dengan permasalahan politik. Padahal jika dituangkan ke dalam karya sastra, hal tersebut dapat menjadi bahan kritikan terhadap pemerintahan. Contohnya seperti novel Sirkus Pohon karya Andrea Hirata, novel Negeri Para Bedebah karya Tere Liye, dan novel 86 karya Oky Madasari. Di dalam novel-novel tersebut berbicara tentang isu-isu politik, meski bertemakan politik yang dipandang sebagai bahasan yang berat, namun novel tersebut menyajikan bacaan fiksi yang dituliskan secara ringan namun tetap bernuansa politik.

                Politik tentunya memiliki peran penting sebagai tema bagi pengarang yang memang ingin mengangkat bahasan terkait pemerintahan, maka peran politik juga sangat dibutuhkan. Terlebih dalam karya sastra tentu harus ada acuan atau hal yang sifatnya realistis, karena meskipun fiksi, cerita yang ditulis oleh pengarang haruslah berdasarkan riset yang ada di dunia nyata sebab begitulah cara kerja dalam dunia sastra. Terlebih jika tema yang akan digarap adalah soal politik, tentu pengarang harus memiliki wawasan terkait atau sebutan lainnya adalah melek politik. Tentu saja harus demikian, karena tanpa adanya riset terlebih dahulu dalam membuat suatu karya sastra hanya akan membuat kualitas karya tersebut berkurang dan terlihat seperti mengada-ngada.

               

Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun