Politik babi buta tengah dimainkan oleh beberapa anggota MKD untuk menjegal kasus etik Novanto. Tak luput pimpinan DPR ikut andil untuk melakukan pembelaan terhadap ketuanya, Setya Novanto. Sebut saja, Fahri Hamzah dan Fadli Zon terang-terangan memberikan pernyataan yang kontraproduktif terhadap kinerja MKD untuk mengusut dugaan pelanggaran etik koleganya di KMP itu.
Istilah membabi buta cocok disematkan pada gaya berpolitik anggota parlemen yang pro Novanto. Tak ubahnya babi buta yang menabrak apapun di depannya, mereka selalu bersilat lidah untuk menepis dugaan pelanggaran etik oleh novanto dan menyerang balik Sudirman Said dan kesaksian Maroef tanpa argumentasi yang valid.
Lebih parah lagi, mereka seolah-olah tak menghiraukan martabat diri dan kehormatan lembaganya. Kiranya perilaku mereka ini telah dicontohkan oleh pimpinan KMP, Prabowo yang tanpa malu menolak hasil Pilpres dan akhirnya ditolak gugatannya di MK.
Ada apa dengan Akbar Faizal?
Seorang anggota MKD, Ridwan Bae (F-Golkar) melaporkannya kepada MKD dengan tuduhan berbicara ke media saat agenda pemanggilan Novanto. Seperti diketahui, sidang ketiga yang dihadiri oleh Novanto digelar tertutup. Selanjutnya, entah bagaimana, hari ini (16/12) Pimpinan DPR mendadak mengirim surat pemberhentian sementara AF dari keanggotannya di MKD kepada Fraksi Nasdem.
Ada lima kejanggalan terkait penonaktifan AF tersebut, yaitu:
- mendegradasi konstelasi politik di MKD karena AF dikenal sebagai anggota yang vokal dan kritis terhadap dugaan pelanggaran etik Novanto;
- Jika poin (1) benar, kemungkinan terjadi lobi politik dalam sidang MKD yang diagendakan untuk memutus perkara itu. AF mengatakan dirinya sempat dilobi oleh salah satu anggota pro Novanto, tetapi ia tidak berkenan untuk menyebutkan nama orang itu;
- Sehubungan dengan poin (2), artinya, gerbong pro Novanto memerlukan tambahan suara untuk meloloskan Novanto atau setidak-tidaknya mengimbangi jumlah suara yang menyatakan bahwa Novanto terbukti melanggar etika. Sementara, prediksi suara ialah 9 lawan 8 antara perwakilan dari KP3 dan KMP;
- Berdasarkan poin (3), walaupun mayoritas suara mengarah pada putusan pelanggaran etika, masih terdapat peluang bagi anggota MKD dari perwakilan KMP untuk mempersoalkan kategori sanksi yang dijatuhkan kepada Novanto. Perlu dicatat, Supratman (F-Gerindra) lewat program Aiman (Kompas TV) telah mengungkapkan adanya beda penafsiran atas sanksi pelanggaran etika. Sanksi ringan yang kedua dianggap tidak otomatis membuat Novanto dijatuhi sanksi sedang jika substansi persoalan berbeda. Sebelumnya, Novanto mendapatkan sanksi ringan karena pertemuannya dengan Donald Trump;
- Pimpinan DPR tidak bersikap adil untuk menonaktifkan AF, sedangkan ketiga anggota MKD dari Fraksi Golkar, yakni Kahar Muzakir, Ridwan Bae dan Kadir tidak diperlakukan sama. Padahal, AF pun telah melaporkan mereka ke MKD karena menghadiri konferensi pers Luhut Binsar Panjaitan. Anggota MKD selaku hakim etik sepatutnya menjaga netralitas dengan tidak bertemu dengan siapapun pihak yang dimungkinkan terkait kasus Novanto. Terlebih, konferensi pers Luhut hanyalah merupakan pembelaan dirinya pribadi seperti ditegaskan oleh Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Kemudian, apakah pengaduan Ridwan Bae tentang AF telah diproses melalui rapat MKD? Bagaimana mungkin seseorang diyatakan sebagai tertuduh jika laporan pengaduan belum diverifikasi? Tidak serta-merta setiap laporan ke MKD diterima dan lantas memosisikan anggota parlemen sebagai si tertuduh. Jika begini cara kerja Pimpinan DPR setiap kali ada persidangan etik, bisa saja seluruh hakim etik akan terus dilaporkan dan MKD gagal merampungkan persidangan.
Dugaan pelanggaran etika berat
Ketika artikel ini saya kirimkan, 9 anggota MKD menjatuhkan sanksi sedang dan 6 lainnya sanksi berat kepada Setya Novanto. Mengecewakan karena justru wakil dari F-PDIP turut pula memutuskan sanksi berat. Apa masalahnya? Tiga siasat berada di balik putusan sanksi berat tersebut, ialah:
- dalam Peraturan DPR tentang MKD, sanksi berat yang dinyatakan oleh anggota MKD adalah bersifat dugaan dan bukan vonis. Karena itu, tidak langsung berdampak kepada Novanto seperti halnya vonis sanksi sedang yang langsung menurunkan Novanto dari kursi kepemimpinan DPR;
- upaya pencitraan. Dengan adanya dugaan pelanggaran etika berat, maka mereka mengharap bahwa rakyat bersimpati. Seluruh anggota MKD pembela Novanto memutuskan dugaan sanksi berat;
- upaya mengulur waktu menjelang reses. Sanksi berat hanya dijatuhkan oleh tim panel yang beranggotakan 3 dari MKD dan 4 dari masyarakat umum. Pembentukan tim panel selambat-lambatnya sepuluh hari sejak diputuskan adanya dugaan pelanggaran etik berat oleh MKD. Tim panel bekerja paling lama 30 hari dan dapat diperpanjang dua kali. Lalu, putusan panel mesti dilaporkan lewat rapat paripurna DPR untuk mendapatkan persetujuan pemberhentian keanggotaan DPR;
- sanksi berat menyebabkan Novanto dinonaktifkan paling singkat 3 bulan atau diberhentikan dari keanggotaan DPR. Namun jika tim panel memutuskan bahwa Novanto tidak melanggar etika, ia dapat kembali menjabat Ketua DPR dan tetap menjadi anggota. Tim panel dibentuk oleh MKD yang selama ini mempertontonkan politik oligarki dan tidak profesional, maka belum dipastikan independensi orang-orang yang tergabung dalam tim panel.