Dunia terhenyak oleh teror di Paris yang merenggut 129 nyawa dan ratusan korban terluka. Media sosial diriuhkan dengan ucapan belasungkawa, sekalipun ada pula para pendukung Daulah Islamiyah atau the Islamic State (dulu ISIS) yang menyerukan kemenangan. Lewat situs resminya, ISIS mengaku sebagai dalang dari aksi biadab tersebut.
Beberapa pengamat terorisme turut bicara terkait teror di Paris 13 November kemarin. Mereka menyatakan adanya indikasi balas dendam dari kelompok ekstrimis ISIS kepada pemerintah Perancis akibat penyerangan dan pengeboman terhadap markas-markas ISIS. Seperti diketahui, Perancis adalah sekutu AS dan Inggris yang terus-menerus melancarkan serangan terhadap ISIS. Perancis juga seolah-olah tampil sebagai leader selama AS ditimpa krisis ekonomi.
Sehubungan dengan teror, Bashar al-Assad mengkritisi pemerintah Perancis karena mendukung pemberontak untuk melawan rezimnya. Senada dengan Assad, ISIS mengancam kebijakan luar negeri Perancis.
Let France and those who walk in its path know that they will remain on the top of the list of targets of the Islamic State, and that the smell of death will never leave their noses as long as they lead the convoy of the Crusader campaign, and dare to curse our Prophet, Allah’s peace and blessings be upon him, and are proud of fighting Islam in France and striking the Muslims in the land of the Caliphate with their planes, which did not help them at all in the streets of Paris and its rotten alleys. (Sumber: ISIS, diterjemahkan oleh SITE)
Banyak tuduhan yang tendensius dengan mengatakan bahwa teror di Paris disebabkan oleh teroris yang dilatih, dipersenjatai, dan didanai oleh pemerintah AS dan sekutunya. Mereka menuduh pemerintah Perancis ikut andil membiakkan para teroris untuk menumbangkan Bassar al-Assad. Memang, apa yang sudah Assad perbuat kepada rakyatnya, sehingga timbul pemberontakan?
Bahwa ada keterlibatan AS dan sekutunya dalam konflik di Suriah bukan merupakan penyebab utama adanya teror seperti di Paris atau lebih dari itu, lahirnya ISIS. Sejarah mencatat ratusan tahun pemberontakan silih-berganti di tanah Arab, sesama muslim bermusuhan, dan perebutan kekuasaan.
Ancaman dari ISIS pasca teror juga tidak menyebutkan Suriah, melainkan pernyataan yang bersifat umum – ‘in the land of the Caliphate’. Faktanya, Perancis tidak saja menyerang ISIS, pemerintahnya mengeluarkan kebijakan untuk menggempur Boko Haram di Nigeria dan Al-Qaeda di Mali.
Bukan faktor tunggal yang menyebabkan Paris diteror. Diskusi yang berabad-abad menyibak tabir sejarah masyarakat muslim di Arab melalui pertanyaan – bagaimana sistem demokrasi dan liberalisme dapat bersanding dengan fundamentalisme religius yang tidak liberal? Tengok tragedi Charlie Hebdo atau kasus Ahmadiyah, misalnya.
Edward Snowden dan Dokumen NSA
Lagi-lagi tokoh fenomenal Edward Snowden disebut-sebut membocorkan dokumen NSA tentang keterlibatan sekutu AS untuk membentuk dan mendanai ISIS. Kabar ini adalah hoax yang bersumber dari media Farsnews di Iran, lalu disebarluaskan ke media-media online. Dua artikel saya sudah mengulasnya setahun kemarin. Alamat URL berita itu masih bisa dikunjungi, tetapi isinya dihapus. Tampak bagaimana redaksi Farsnews dengan sengaja berusaha untuk menghilangkan jejak. Untung saja halaman berita itu tersimpan di Archieve.is.
Selain itu, Snowden tidak pernah mengucapkan secara eksplisit adanya dokumen NSA tentang keterlibatan sekutu AS untuk membentuk dan mendanai ISIS. Ia tidak pernah pula menyebarkan dokumen tentang itu. The Intersept, media yang membocorkan dokumen-dokumen dari Snowden, tidak memuatnya.