Mohon tunggu...
Adhyatmoko
Adhyatmoko Mohon Tunggu... Lainnya - Warga

Profesional

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hukum Alam atau Hukum Tuhan?

31 Agustus 2013   15:08 Diperbarui: 3 Desember 2018   00:41 4005
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan kehidupan religius dari zaman prasejarah Paleolithik, Mesolithik, Megalithik, Neolithik sampai modern tampak jelas berdasarkan fakta-fakta arkeologi dan antropologi - Tuhan Alam yang serba terbatas oleh pemuja batu sampai dengan Tuhan Sejarah oleh para penyembah buku. Keterbatasan Tuhan Alam dimaknai dalam hubungan spiritual terhadap tumbuhan, binatang, dan benda-benda gaib (dinamisme dan animisme). Semakin maju cara berpikir manusia, semakin ia menggambarkan Tuhan serupa dirinya – politheisme dan monotheisme. Manusia mulai mengenal entitas dirinya yang transenden, dan merasakan kebutuhan yang tidak disediakan oleh alam, seperti ilmu pengetahuan, sistem nilai, dan bahasa. Lambat laun Tuhan Sejarah lahir ketika manusia telah mengerti aksara. Tuhan Sejarah dapat menyampaikan riwayat historis/hikayat yang bisa dibaca, dan mengajarkan kebaikan.

Perubahan cara berpikir ke arah transenden memberi esensi Tuhan Sejarah yang serba maha, tak berbentuk (gaib), tak terbatas, dan memiliki intelegensia. Tuhan Sejarah mengalami penambahan atribut kepribadian (eksistensi), atau sifat-sifat tak ubahnya watak para penyembahnya. Manusia berkehendak begitu pula Tuhan; manusia mengasihi begitu pula Tuhan; manusia menghukum begitu pula Tuhan; manusia berencana dan Tuhan menentukan takdir, dst. Segalanya sama dan hanya dilebih-lebihkan karena Tuhan itu serba maha. Ketakterbatasan Tuhan menjadi pelarian dari perasaan keterbatasan oleh manusia. Dan, sudah merupakan sifat manusia untuk escape from reality.

Kini, Tuhan Sejarah semakin cerdas seiring para penyembahnya yang makin pintar. Tuhan Sejarah hadir dalam teologi, bahkan dalam kurun waktu seabad ini telah menunjukkan eksistensi-Nya dalam bidang biologi dan fisika. Mereka mulai kerepotan untuk memberikan atribut kepada-Nya, dari model creationism sampai ID (Intelligent Design) movement. Rupanya mereka seperti memelesetkan ajaran Soekarno, "Jangan sekali-kali meninggalkan (Tuhan) Sejarah”. Jika ditinggalkan, Tuhan tak lagi punya pembela dan rontoklah agama mereka.

Salah satu creationist, Harun Yahya yang digemari oleh para penyandang pikiran akut, menyatakan dalam bukunya Miracle in the Cell.

"Berbagai cabang ilmu pengetahuan seperti paleontologi, genetika, biokimia dan biologi molekuler telah membuktikan bahwa tak mungkin makhluk hidup tercipta akibat kebetulan atau muncul dengan sendirinya dari kondisi alamiah. Sel hidup, demikian dunia ilmiah sepakat, adalah struktur paling kompleks yang pernah ditemukan manusia. Ilmu pengetahuan modern mengungkapkan bahwa satu sel hidup saja memiliki struktur dan berbagai sistem rumit dan saling terkait, yang jauh lebih kompleks daripada sebuah kota besar. Struktur kompleks seperti ini hanya dapat berfungsi apabila masing-masing bagian penyusunnya muncul secara bersamaan dan dalam keadaan sudah berfungsi sepenuhnya. Jika tidak, struktur tersebut tidak akan berguna, dan semakin lama akan rusak dan musnah. Tak mungkin semua bagian penyusun sel itu berkembang secara kebetulan dalam jutaan tahun, seperti pernyataan teori evolusi. Oleh sebab itulah, rancangan yang begitu kompleks dari sebuah sel saja, sudah jelas-jelas menunjukkan bahwa Tuhan-lah yang menciptakan makhluk hidup."

Perhatikan bagian-bagian kalimat yang diblok! 

Ketiga bagian tersebut menunjukkan betapa Harun Yahya tidak menguasai logika paling dasar untuk menyusun silogisme.

(a) Tuhan menciptakan makhluk hidup.

(b) Semua bagian penyusun sel tidak berkembang secara kebetulan. 

(c) Rancangan sel begitu kompleks.

Jika konsep-konsep tersebut disusun menjadi silogisme, kemungkinan terdekatnya ialah:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun