Indonesiaku akhir-akhir ini sedang memasuki zaman batu, dimana dengan mudah kita temukan banyak orang yang berjualan batu, baik yang masih berbentuk bongkahan maupun yang sudah sedikit halus dengan diasah. Dari pojok warteg hingga ke pojok perkantoran orang-orang asyik membincangkan batu-batuan. Tak hanya satu atau dua, banyak juga yang memakainya lebih dari dua melingkar pada jari-jemari mereka. Sambil sibuk menggosok-gosokkan bebatuannya ke celana levis mereka agar tambah mengkilap.
Itulah fenomena zaman batu di Indonesia yang sedang menjangkiti masyrakat indonesia. Dengan topik batu, dua orang tak sling kenal akhirnya dapat dengan cepat akrab dan begitu dekat, tapi dari masalah batu juga tak jarang terjadi kejahatan maupun penipuan karena bebatuan ini. Begitulah fenomena zaman batu.
Indonesiaku sedang sakit ginjal mungkin karena penyakit batu, meskipun negara ini sedang tidak dalam kondisi fit, tidak dalam kesehatan prima, masyrakatnya tetap asyik masyuk bermain dengan bebatuan hingga karakter masyrakatnya banyak yang ikut membatu. Tengok saja, acara televisi dipenuhi dengan serigala dan macan yang saling terkam persis seperti zaman batu yang masih kanibalis, tak jarang juga kejahatan begalisme juga masih marak. Arjuna dan rahwana yang menghiasi setiap layar kaca sepanjang hari sampai mengidolakan negara dan kebudayaan bangsa lain persis ciri zaman batu dimana masyrakatnya belum punya identitas budaya yang mapan, belum lagi acara-acara kontestasi tak berbobot yang tak tau apa isinya dan apa konsepnya, akan tetapi ironisnya durasinya mulai sore sampai tengah malam, kadang heran dengan apa yang disajian mereka?? Nol besar, hanya sebuah program murahan yang kosong tanpa isi.
Politisi zaman batu masih suka saling adu jotos, mulutnya berbusa ngomongin masalah moral serta penegakan hukum, akan tetapi mereka masih memakai hukum zaman batu. Aksi tipu-tipu rakyat masih belum berhenti dan sepertinya masih jauh untuk sekedar ada keinginan berhenti saja belum ada. Sesama institusi penegak hukum malah saling bermusuhan, saling merobohkan dan mengkriminalisasi satu sama lain. Persis seperti zaman batu yang belum mempunyai fondasi hukum yang mengakar.
Presiden zaman batu, yang sempat banyak ditunggu gebrakannya oleh masyrakat ternyata masih belum dirasakan kiprahnya, harga-harga bahan pokok masih naik, kesejahteraan masyarakat masih belum terperhatikan, pembangunan infrastruktur masih belum terlihat, bahkan presiden zaman batu sempat jadi sorotan lelucon dunia akibat salah menandatangani kebijakan yang akan merugikan masyrakatnya sendiri. Singkatnya presiden zaman batu masih belum dirasakan kiprahnya, bahkan cenderung melemah pengaruhnya akibat banyak tekanan.
Dari presiden zaman batu yang masih lemah, menular kepada perangkat anak buah dibawahya. Perilaku korup masih tersistem secara rapi seperti legal. Dari tingkat terendah balai desa, kecamatan, kabupaten dan seterusnya, praktek rasuah dan korupsi masih dengan gampang dijumpai dengan kasat mata. Bahkan yang katanya mulai kantor urusan agama, sampai menteri agamanya-pun terjerat masalah suap dan korupsi yang dianggap lazim. Indonesia di zaman batu kawan.
Desa kecil di perbatasan cirebon adalah tempat tinggal baru saya yang sementara mengikuti sang istri. Untuk mengurus surat pindah, mengurus KK hingga membuat KTP baru, pada setiap administrasi ditarik uang pungutan administrasi katanya, akan tetapi masyrakat cenderung dibodohi dengan alasan mempermudah. Mereka akan menguruskan segalanya dengan kompensasi kita membayar uang yang dikatakan mereka dengan uang administrasi, membayar 5 ribu untuk setiap satu stempel, padahal itu sama halnya membodohi masyarakat dan membiarkan mereka tetap dengan pungli mereka. Perilaku masyrakat batu menular terstruktur bahkan sampai pada akar paling bawah, di desaku. Untuk mendapatkan KTP yang sudah diatur undang-undang bahwa mulai Januari 2014 kemaren mengurus KTP, KK dan Akta Kelahiran dinyatakan gratis karena ditanggung oleh APBN, dan ternyata pada kenyataannya masih ditarik 50 ribu untuk satu KTP dengan alasan uang administrasi palsu alias pungli. Masyrakat kecil yang pemasukannya tak tentu akan pikir dua kali untuk mengurus pembuatan KTP jika dibebani uang administrasi yang sebesar itu. Belum lagi nanti kalau urus dokumen lain lagi, akan ditarik uang pungli lagi. Perilaku zaman batu!!
Bekas bupatinya diadili, kemudian para ketua RT yang tak tau menau dikerahkan disuruh datang untuk bersaksi guna meringankan dia, karena bupatinya yang sekarang adalah istrinya, sedangkan para perangkatnya yang puas kenyang menikmati hasil uang pungli tak tahu entah kemana, justru para ketua RT yang tak tahu menahu perilaku korup atasannya selalu dijadikan bamper untuk hal yang tidak enak.
Indramayu dengan segala potensi alamnya masih sangat kaya dan siap untuk di eksplorasi dengan lebih maksimal. Masyarakatnya juga mempunyai karakteristik yang kuat sehingga jangan biarkan dihancurkan karakternya oleh sistematisasi sistem yang amoral. Indramayu punya budaya dan karakter tersendiri, jangan rela dengan stigma yang dilekatkan atau seolah mengiyakan bahwa Indramayu berada di bawah budaya Cirebon, memang secara historis Indramayu tidak bisa lepas dari sejarah Cirebon, akan tetapi bukan berarti Indramayu tidak mempunyai budaya sendiri. Indramayu mempunyai karakter dan serta ciri tersendiri untuk bangga menjadi Indramayu. Masyrakat Indramayu bahkan masih melihat sebelah mata dengan kekayaan dan potensi lokal yang ada, banyak yang memilih untuk keluar dari kampungnya untuk pergi berburuh di negeri orang dan pulang dengan kebanggaan serta budaya yang ke asing-asingan.
Indramayu rumah kita, sebenarnya adalah rumah megah dengan segala potensinya yang menunggu untuk digarap, kita akan tahu keindahan dan kemegahan rumah kita kalau kita coba keluar rumah dan pandangnlah rumahmu dari luar, niscaya akan terlihat sejatinya kemegahan rumah kita. Kalaupun dalam rumah kita ada beberapa kotoran ataupun beberapa tikus yang berkeliaran, bukan berarti kita harus keluar rumah atau acuh meninggalkan rumah itu, akan tetapi mari kita bersihkan sama-sama kotoran dan kita basmi tikus-tikusnya.
Saya memang bukan tokoh masyrakat, bukan tokoh partai pemangku kebijakan dan bukan pula tokoh yang punya pengaruh di Indramayu, bahkan saya masih menunggu proses jadinya KTP saya yang mahal dan lambat itu. Akan tetapi saya mempunyai ide dan gagasan, punya nurani dan keinginan tulus untuk warga masyrakat Indramayu, jangan sampai kita dihancurkan oleh karakter perilaku pada zaman batu ini, semoga zaman bebatuan ini cepat berlalu berganti menjadi zaman Indonesia Berlian yang Brillian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H