Antropologi sebagai sebuah disipli ilmu tentunya bukan merupakan sesuatu yang sederhana karena melihat obyek yang diteliti adalah manusia dengan segala yang berkaitan dengannya, adalah sesuatu yang sangat kompleks. Sedangkan kita tahu manusia adalah makhluk yang paling susah untuk difahami.
Antropologi adalah studi tentang manusia dengan segala hal yang berkaitan dengan manusia, segala hal yang dihasilkan oleh manusia baik berupa sejarah, perilaku, budaya dan yang lainnya. Antropologi adalah revisitasi atau hadir atau menghadiri apa yang hendak diteliti. Mencoba untuk menghadiri kembali objek yang akan kita teliti.
Tugas seorang antropolog adalah "discribing" atau mendeskripsikan ulang apa yang telah dia teliti. Seorang antropolog tidak bertugas untuk menghakimi akan tetapi tugasnya adalah memahami. Tugasnya adalah memahami dari sisi budaya (Emic) bukan menilainya dari sisi kaidah-kaidah keilmuan (Etic).
Dalam kajian Antrolopologi Islam terdapat pendapat Ernest Gullner yang dikenal dengan bukunya "Muslim Society". Gullner mengasumsikan bahwa komunitas muslim mempunyai tradisi dan kebiasaan yang sama. Sedangkan dalam konteks Islam Indonesia klasifikasi Clifford Geertz dalam 'The Religion of Java' yang membagi masyarakat jawa dengan Abangan, Santri dan Priyayi dianggap tidak representatif terhadap masyarakat Jawa.
Talal Asad menawarkan konsep 'Dircursive Tradition' dalam memahami Antropologi Islam lebih spesifik terhadap tradisi Islam, Asad menuliskan; "if one wants to write an anthropology of Islam one should begin, as Muslims do, from the concept of a discursive tradition that includes and relates itself to the founding texts of the Qur'an and the Hadith."
Untuk memahami Antropologi Islam, seseorang harus memulai dengan memposisikan sebagaimana seorang Muslim melakukannya, dari konsep tradisi diskursif yang selalu memasukkan dan mengkaitkan dirinya dengan teks-teks dasar, yaitu al-Quran dan Hadis.
Antropologi itu to immerce atau dengan cara menyelaminya. Untuk mengetahui kedalaman sebuah danau kita tidak cukup dengan melihatnya dari kejauhan, akan tetapi kita perlu menceburkan diri didalamnya.
Dircursive Tradition adalah tradisi yang diwacanakan, yang meniscayakan didalamnya terdapat dua hal, yang pertama adalah kontestasi, karena dalam melihat tradisi Islam selalu ada kontestasi kekuasaan didalamnya, siapa yang berkuasa, siapa yang mempunyai otoritas untuk melegitimasi sebuah ideologi untuk kemudian dipraktekkan. Yang kedua adalah akomodatif, yakni tidak mengesampingkan ideologi yang ada, dalam arti mengaitkan tradisi yang dilakukan dengan teks agama yang ada. Oleh karena itu, tradisi ke-Islaman di satu tempat akan sangat berbeda dengan yang ada di tempat lain.
Islam sebagai sebuah agama berbeda dengan Islam sebagai sebuah pemahaman yang dipraktekkan dalam sebuah ritual. Praktek Islam di Jawa akan berbeda dengan Islam yang ada di luar Jawa. Keragaman tradisi dalam Islam, harus dilihat dengan teliti, supaya kekayaan ini tetap terpelihara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H