Baru-baru ini, Indonesia mempunyai Rumah Budaya Indonesia di kota Ankara Turki, yang baru diresmikan kemaren tanggal 27 November 2015. Rumah budaya ini diharapkan dapat memperkenalkan keragaman budaya dan meningkatkan citra budaya Indonesia, meningkatkan kerja sama di bidang kebudayaan serta menyediakan layanan informasi tentang Indonesia.
Jauh sebelum Rumah Budaya Indonesia terbentuk, para mahasiswa dan diaspora Indonesia yang berada di Turki dengan aktif memperkenalkan budaya Indonesia pada ajang perkenalan budaya negara (Ülke Tanıtım) yang diikuti oleh para diaspora yang berada di Turki. Performance Indonesia dengan Tari Saman (Aceh) pasti mencuri perhatian para penonton yang hadir serta mendapatkan apresiasi dan sambutan yang hangat, disamping juga memperkenalkan makanan khas Indonesia yang terkenal kaya akan bumbu-bumbuannya.
Ketika ditanya asal kita, kemudian kita menjawab Indonesia, pasti mereka akan dengan cepat menyergah “müslüman kardeşi” yang artinya saudara sesama muslim. Bagi orang Turki yang sudah pernah melaksanakan ibadah haji, maka kesan mendalam yang diingat dengan jemaah haji Indonesia adalah orang-orang yang ramah dan sangat sopan.
Tetapi tidak semua hal yang diterima orang Turki tentang Indonesia itu tepat, misalnya seperti kabar bahwa setiap anak muda yang hendak menikah, maka sebelumnya harus pergi haji atau harus melangsungkan akad nikah di tanah suci Makkah, atau berita mengenai masih adanya suku pedalaman yang kanibal, dan masih banyak lagi.
Penutup
Indonesia dan Turki mempunyai entry point besar yaitu pada keadaan penduduknya yang sama-sama mayoritas Islam, maka budaya yang berlandaskan pada nilai-nilai Islami disitulah kita berada pada posisi yang sama dengan Turki, meskipun memiliki ekspresi ke-Islam-an yang berbeda.
Agenda promosi budaya Turki dalam mewujudkan Turkinisasi atau “Neo Ottoman” dilakukan begitu serius serta massif, hal itu merupakan sisi positif yang mesti kita tiru untuk kita garap, jangan sampai kita masih diributkan dengan saling claim atas asal-muasal suatu seni dan tradisi budaya tertentu dengan saudara serumpun kita, sehingga melupakan agenda besar untuk mempromisikan kekayaan budaya kita.
Cesar Chaves, seorang aktifis buruh Amerika mengatakan “Preservations of one’s own culture does not require contempt or disrespect for other”, suatu budaya untuk dapat terus hidup, tidaklah dengan cara meremehkan atau tidak menghormati terhadap budaya lain, akan tetapi justru dengan saling memberikan apresiasi dan penghargaan terhadap budaya lain, maka akan dapat terus berkembang dan solid.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H