Oleh: Cindi Nur Ghaitsa
Tingkat korupsi di Indonesia masih tergolong tinggi berdasarkan data dari Transparency International pada tahun 2023, Indonesia berada diurutan ke-115 dari 180 negara dengan IPK 34. Korupsi adalah tindakan yang sangat merugikan yang bisa menghambat pembangunan dan kesejahteraan bangsa yang disebabkan oleh kepentingan pribadi dari oknum pejabat.
Korupsi memiliki dampak negatif yang besar bagi masyarakat, secara ekonomi terjadi penyimpangan dana yang seharusnya digunakan untuk membangun infrastruktur, kesehatan, pendidikan dan pelayanan publik lainya. Tingkat kepercayaan publik kepada pemerintah juga berkurang karena tindakan ini, apalagi koruptor sering kali diberikan hukuman yang ringan.
Korupsi menjadi persoalan yang sulit ditangani oleh pemerintahan  Indonesia bahkan sampai sekarang, salah satu faktor yang menyebabkan korupsi masih banyak terjadi adalah hukuman yang diberikan kepada koruptor seringkali ringan.
 Salah satu contoh kasus yang terjadi baru-baru ini adalah tersangka kasus korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022 yaitu Harvey Moeis. Ia melanggar pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU TIpikor, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), serta Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang hanya dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar, padahal indonesia mengalami kerugian sebanyak Rp 300 triliun namun, hukuman yang diterima sangat ringan.
Menurut Undang - Undang No 20 Tahun 2001 yang merupakan perubahan dari Undang - Undang No 31 1999, Pasal 2 dan 3 menjelaskan bahwa suatu korupsi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana paling singkat 4 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 milyar rupiah. Ada juga Putusan MK Nomor 25/PUU-XIV/2016 yang mengatur bahwa dalam kasus korupsi (buka suap dan gratifikasi), kerugian negara atau kerugian ekonomi harus bersifat nyata, bukan potensi.
Nyatanya koruptor yang  menyebabkan kerugian 300 triliun hanya dijatuhi hukuman 6,5 tahun saja, berbeda dengan negara maju seperti China yang menjatuhi hukuman mati terhadap Li Jianping yang melakukan korupsi senilai Rp 6,8 triliun, sedangkan di indonesia koruptor hampir tidak pernah dijatuhi hukuman mati. Ini membuktikan hukuman di Indonesia sangat ringan dan tidak membuat pelaku korupsi jera.
Melihat banyak nya tindakan korupsi di Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 55 tahun 2012 tentang strategi nasional pencegahan dan pemberantasan korupsi jangka panjang tahun 2012-2025. Maka adanya pendidikan anti korupsi. Perilaku anti korupsi ini bertujuan untuk meningkatkan usaha pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, dalam membangun budaya ini masyarakat tentunya mengambil peran besar dan ikut membangun budaya anti korupsi ini.
Menurut Badan Anti Korupsi (BPS) indeks perilaku anti korupsi pada tahun 2024 sebesar 3,85 pada skala 0 sampai 5. Angka ini lebih rendah dibandingkan 2023 yang mencapai 3,92.