Mohon tunggu...
LA2KP
LA2KP Mohon Tunggu... Mahasiswa - Lembaga Analisis dan Advokasi Kebijakan Publik UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Lembaga Analisis dan Advokasi Kebijakan Publik (LA2KP) merupakan sub unit jurusan Administrasi Publik FISIP UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang diresmikan pada tahun 2019 yang bergerak dalam mengkaji isu-isu terkini yang berkaitan dengan kebijakan publik, memberikan pelatihan dan advokasi kebijakan, serta melakukan riset dan analisis yang bekerjasama dengan lembaga ataupun instansi pemerintahan.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kunci yang Terlupakan dalam Pencegahan Terjadinya Suap

10 Mei 2023   18:16 Diperbarui: 10 Mei 2023   18:19 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Korupsi dan praktek suap-menyuap [FNR1] merupakan sesuatu yang akan terus ada dan sulit untuk dihindari. Salah satu contoh kasus yang masih hangat adalah penangkapan walikota Bandung dalam OTT KPK pada 14 April 2023. Yana Mulyana ditetapkan menerima suap mengenai proyek pengadaan Bandung Smart City[FNR2] . Berbagai jenis mata uang dan fasilitas lain senilai Rp924,6 juta ia terima dengan bawahannya yaitu kepala dan sekertaris [FNR3] Dinas Perhubungan Kota Bandung.

Dunia birokrasi di Indonesia memang masih sangat kental akan terjadinya praktik haram ini. Selain yang dilakukan oleh pihak luar, dalam tubuh internal sendiri masih kerap dilakukan kegiatan suap-menyuap terutama oleh pejabat golongan yang lebih rendah pada pemilik kekuasaan lebih tinggi. 

Hal ini dilakukan untuk kepentingan politik sebagai proses pendekatan agar mendapatkan bantuan dalam mencapai kenaikan karir ataupun kemudahan dalam menjalankannya. Proses ini sudah menjadi hal lumrah meski telah dilarang dalam undang-undang.[FNR4]

Dalam perspektif hukum sendiri ada[FNR5] UU No. 20 Tahun 2001 penjelasan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 12 B, yang mengatur mengenai suap pegawai negeri dan penyelenggaraan negara. Meski telah diatur sedemikian rupa, akan tetapi [FNR6] pada prakteknya suap-menyuap masih terus terjadi dengan cara mempermainkan celah hukum dan menjadikannya dalam bentuk hadiah. 

Hal ini terus terjadi karena sifat naluriah manusia yang akan selalu "menjilat" [FNR7] pada pemegang kekuasaan yang lebih tinggi. Oleh karena itu perlu diadakan revolusi akan kesiapan mental pada para pejabat ketika mereka akan menapaki dunia politik.

Revolusi mental dalam ranah birokrasi harus ditujukan secara komprehensif pada dua perubahan utama. Pertama, diperlukan pencegahan pada "mentalitas bawahan" yang membuat pejabat akan selalu tunduk pada atasannya karena takut akan kekuasaan yang dimiliki oleh mereka. Hal tersebut menyebabkan proses pemberian hadiah sebagai bentuk suap terus dilakukan untuk menyenangkan para pemilik kekuasaan. 

Selain itu, para pejabat pun akan menjadi buta terhadap kesalahan dan tidak berani melaporkan atasannya. Hal ini perlu diubah dengan cara memperbaiki pola pikir dan integritas kerja yang tidak hanya untuk mengejar dan menjaga karir tetapi juga fokus memberikan yang terbaik pada publik.

Perubahan kedua adalah penghapusan "mentalitas atasan" yang membuat pejabat bertindak seenaknya karena kekuasaan yang mereka miliki. Mental ini menyebabkan adanya perlakuan istimewa pada mereka yang bersikap lebih menguntungkan. Hal ini dapat menyebabkan munculnya berbagai "mentalitas bawahan". Oleh karena itu, perlu dilakukan revolusi mental dengan cara merubah pola pikir bahwa kekuasaan yang mereka miliki hanya titipan dan bisa hancur kapan saja jika digunakan secara salah.

Meskipun tidak mudah, tetapi revolusi mental ini tetap dapat dilakukan dengan cara bertahap dan perlahan. Pemerintah bisa memulainya dengan cara melakukan edukasi pada setiap elemen pejabat, memperketat aturan secara lebih detail dan menyeluruh serta memberikan sanksi berat setiap tindakan yang dicurigai kegiatan ini. 

Kita bisa mencontoh Negara Inggris yang pejabatnya saling mengkritisi secara terang-terangan satu sama lain, sehingga pelayanan pada rakyat menjadi nomor satu bukannya karir mereka. Oleh karena itu dengan menghapus dua mentalitas di atas tadi, diharapkan proses birokrasi di Indonesia berjalan dengan lebih bersih dan transparan sehingga pelayanan publik semakin membaik dan inovasi yang diciptakan terus meningkat.[FNR8]

Sebagai masyarakat umum, kita dapat berkontribusi dengan melaporkan berbagai kasus suap yang terjadi. Kemampuan sosial media dengan segala caranya dapat menjadi alat mengerikan bagi para pejabat yang dapat menyebabkan kehancuran karir mereka ketika mencoba melakukan suap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun