Mohon tunggu...
LA2KP
LA2KP Mohon Tunggu... Mahasiswa - Lembaga Analisis dan Advokasi Kebijakan Publik UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Lembaga Analisis dan Advokasi Kebijakan Publik (LA2KP) merupakan sub unit jurusan Administrasi Publik FISIP UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang diresmikan pada tahun 2019 yang bergerak dalam mengkaji isu-isu terkini yang berkaitan dengan kebijakan publik, memberikan pelatihan dan advokasi kebijakan, serta melakukan riset dan analisis yang bekerjasama dengan lembaga ataupun instansi pemerintahan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Isu Praktik Korupsi Perpajakan, Pemerintah Sudah Berbuat Apa?

14 Maret 2023   07:53 Diperbarui: 14 Maret 2023   12:09 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Setiap negara memiliki perbedaan terkait usaha dalam pembangunan, peningkatan kesejahteraan serta kemakmuran rakyatnya. Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan meningkatkan penerimaan negara melalui sektor perpajakan. Tujuan adanya sumber penerimaan negara yaitu untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan nasional yang diantaranya berasal dari penerimaan pajak dan penerimaan bukan pajak. Pajak merupakan iuran wajib yang bersifat memaksa masyarakat melalui proses peralihan kekayaan kepada pemerintah untuk membiayai pengeluaran rutin negara dengan imbalan secara tidak langsung. Pajak ini bersifat memaksa karena diatur berdasarkan Undang-Undang dan dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya barang-barang dan jasa kolektif dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan umum.

            Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, di tahun 2023 pemerintah dan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) telah sepakat untuk menargetkan penerimaan perpajakan mencapai Rp2.021,2 triliun. Target ini merupakan tertinggi sepanjang sejarah. Penerimaan perpajakan tahun 2023 tumbuh 5,0% dari outlook APBN 2022 yang ditopang oleh penerimaan pajak sebesar Rp1.718,0 triliun dan kepabeanan dan cukai Rp303,2 triliun. Maka, kebijakan penerimaan perpajakan tahun 2023 bertujuan untuk optimalisasi pendapatan negara sebagai wujud implementasi reformasi perpajakan berjalan efektif dalam rangka penguatan konsolidasi fiskal. Tujuan dari optimalisasi pendapatan yang akan dilakukan melalui reformasi perpajakan yaitu untuk perbaikan sistem perpajakan supaya lebih sehat dan adil. Hal ini dilakukan melalui penggalian potensi, perluasan basis perpajakan, peningkatan kepatuhan wajib pajak, serta perbaikan tata kelola dan administrasi perpajakan melalui inovasi pelayanan.

            Menyinggung mengenai praktik korupsi perpajakan terdapat hubungannya dengan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terdapat 3.680 dugaan tindak pidana perpajakan yang terjadi sepanjang semester I/2022. Jumlah tersebut meningkat 100,65% dibandingkan pada semester I/2021. Hal tersebut menjadi dugaan tindak pidana perpajakan pada paruh pertama tahun 2022 meningkat 31,10% dibandingkan pada semester II/2021 yang sebanyak 2.807 kasus. Secara bulanan, dugaan tindak pidana perpajakan paling banyak terjadi pada Maret 2022. PPATK mencatat jumlahnya mencapai 821 kasus. Sedangkan dugaan kejahatan perpajakan memberikan andil cukup besar terhadap total indikasi tindak pidana dalam laporan keuangan transaksi mencurigakan sepanjang Januari-Juni 2022. Besar persentasenya mencapai 8,04% dari totalnya yang sebanyak 45.736 kasus.     Dari data tersebut dapat ditarik indikasi bahwa, aspek dalam pengawasan yang merupakan salah satu fungsi dari Ditjen Pajak Kementerian Keuangan belum maksimal. Maka, otoritas pajak perlu meningkatkan kinerja pengawasan untuk menutup celah tindak pidana tersebut. Hal ini berhubungan dengan etika publik yang merupakan bentuk wujud implementasi dari norma baik atau buruk. Sistem pengawasan dari internal maupun eksternal saja tidak cukup, tetapi harus adanya kesadaran dari dalam diri pejabat publik yang berkenaan dengan etika.

            Dari pemaparan latar belakang diatas dapat ditarik indikasi bahwa peran pemerintah disini sangat penting untuk dapat menindaklanjuti bahkan menjadi peran utama terhadap kasus-kasus mengenai praktik korupsi perpajakan.  Hal ini berhubungan dengan wajib pajak dan pemerintah. Wajib pajak melakukan segala jenis kegiatan yang membutuhkan perlindungan, keamanan, dan fasilitas lain, sedangkan pemerintah memiliki kewajiban untuk memberikan apa yang dibutuhkan oleh wajib pajak. Dalam hal ini pemangku jabatan publik termasuk ke dalam wajib pajak, karena mereka memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Tetapi, dalam hal ini tidak semua pejabat publik menyadari kewajibannya dan termasuk ke dalam wajib pajak.       

            Isu bahkan kasus mengenai korupsi perpajakan sudah sering terjadi, hal ini karena terdapat beberapa faktor penyebab seperti (1) Rendahnya kepatuhan wajib pajak; (2) Lemahnya manajemen restitusi pajak; (3) Lemahnya penegakan hukum pajak; (4) Diskresi otoritas pajak yang luas; (5) Kapabilitas sumber daya manusia, etika, dan integritas petugas pajak; dan (6) Sistem administrasi yang belum optimal serta belum adanya sinkronisasi data dengan sejumlah pemangku kepentingan. Hal ini relevan dengan sosok Rafael Alun Trisambodo, mantan pejabat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan yang menjadi sorotan akibat kekayaan, tindakan penganiayaan oleh anaknya, sampai pada perilaku tidak patuh membayar pajak. Rafael terbukti tidak menunjukkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) secara benar. Kasus tersebut menjadi perhatian besar bagi setiap kalangan dan seharusnya sosok figur pejabat memberikan contoh baik kepada masyarakat terutama dalam hal kepatuhan membayar pajak.

            Peran pemerintah dalam menghadapi persoalan ini harus melakukan upaya pencegahan tindakan penghindaran pajak bahkan praktik korupsi perpajakan. Good governance menjadi indikator penting untuk menangani praktik korupsi perpajakan.  Peran good governance dalam bidang perpajakan yaitu sebagai suatu upaya pencegahan dalam bidang perpajakan. Fenomena tindakan penghindaran pajak merupakan pelanggaran dari hukum perpajakan yang tidak sesuai dengan tujuan dan maksud dari peraturan perundang-undangan. Pemerintah menjadi salah satu dalam perbuatan penghindaran pajak sampai pada praktik korupsi perpajakan. Karena peran pemerintah memiliki kewenangan, sehingga dapat membuat keputusan atau tindakan yang berkaitan dengan pencegahan penghindaran pajak. Pemerintah perlu menerapkan AUPB yang ada pada Undang-Undang Administrasi Pemerintahan dalam bidang perpajakan secara tepat. Oleh karena itu pemerintah dapat mengimplementasikan beberapa asas untuk menindaklanjuti praktik korupsi perpajakan diantaranya (1) Asas kepastian hukum; (2) Asas kemanfaatan; (3) Asas kecermatan; (4) Asas tidak menyalahgunakan kewenangan; (5) Asas keterbukaan; (6) Asas kepentingan hukum; dan (7) Asas pelayanan yang baik. Karena bagaimanapun peran pemerintah yang harus menjadi garda terdepan dalam isu bahkan kasus mengenai korupsi perpajakan. Jika dari pemerintah sendiri tidak berbuat apa-apa bahkan menganggap masalah ini bukan masalah besar, bisa saja praktik korupsi perpajakan ini akan terus terjadi bahkan meningkat jumlah pelakunya.

            Kasus praktik korupsi perpajakan merupakan perbuatan jahat bahkan tidak seharusnya dilakukan oleh pejabat publik. Berita terkait kejahatan tersebut nampaknya belum selesai justru semakin bertambah banyak dan tidak hanya bentuk korupsi perpajakan saja. Pemerintah tentunya telah mengambil langkah dalam segi kebijakan untuk menangani kasus praktik korupsi perpajakan yang telah terjadi. Seperti bentuk implementasi good governance untuk mendukung pemerintah dalam menangani kasus-kasus korupsi, mengimplementasikan asas-asas keharusan membayar pajak terutama bagi pejabat publik, dan tentunya didukung dengan Undang-Undang Perpajakan. Selain peran pemerintah harus bertindak terhadap kasus praktik korupsi, pemerintah pun harus memperbaiki beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya praktik korupsi perpajakan diantaranya, (1) Perlu adanya pengintegrasian data antara wajib pajak dari berbagai kalangan (masyarakat, swasta, dan pemerintah); (2) Perlu adanya keajegan hukum perpajakan beserta sanksi-sanksinya yang diberlakukan; (3) Perlu adanya kerja sama antara otoritas pajak dengan otoritas pemerintah terutama Kementerian Keuangan. Sehubungan dengan itu, membayar pajak merupakan suatu kewajiban sebagai warga negara yang baik, kesadaran dari warga negara tersebut menjadi bentuk nyata terhadap cinta republik dan mendukung sistem pembangunan di Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun