Kami mendapat kesempatan untuk mengitari beberapa tempat bersejarah di kabupaten Siak sore itu. Matahari mengeluarkan panasnya yang teramat sehingga banyak yang mengerinyitkan dahi. Untung saja panitia berinisiatif untuk menyewa kendaraan sehingga paparan langsung matahari bisa terhalang.
Alangkah senangnya hati saya melihat kendaraan yang terparkir di depan Asrama Haji Siak yang kami tempati. Bukan alat transportasi biasa, melainkan sebuah odong-odong. Saya tak langsung menaikinya, tetapi malah tertarik untuk memperhatikan alat transportasi tersebut. Pada bagian atas kaca depan terdapat ilustrasi istana siak berwarna kuning emas lengkap dengan awannya, berlatar hijau dengan ukiran berwarna putih. Tepat pada gambar bagian atas istana tersusun kalimat  Angkutan wisata Siak yang diapit oleh dua foto istana. Selain itu, juga dilengkapi dengan dua kaca spion besar ala spion truk, dua spion kaca mobil biasa, serta gambar kartun marsha.
Odong-odong yang berada di hadapan saya memiliki warna orange, hijau dan kuning. Karna penasaran saya menaiki odong-odong tersebut. Ternyata ada banyak bangku di dalamnya sekitar 14 bangku. Saya memilih duduk di bangku deretan ke tiga bersama seorang teman bernama Ayu. Saya juga melihat aksesoris yang menempel di kaca odong-odong seekor bebek kecil berwarna kuning dan tiga dadu yang masing-masig berwarna putih, birudan merah, juga terdapat gantungan berbentuk hati tujuh buah warna kuning dengan bintang segi lima di tengahnya. Meski terlihat sederhana odong-odong ini juga dilengkapi LCD sehingga, dalam perjalanan kami mendapat hiburan beberapa lagu yang dinyanyikan anak-anak. Wajah ceria para peserta dan panitia kanal Sastrawi Bahana tak bisa disembunyikan.
Odong-odong berwarna dominan orange itu melaju tidak terlalu kencang. Kira-kira 20 menit perjalanan kami sampai di pemakaman tua yang memiliki keunikan tersendiri pula. Makam itu diselubungi akar pohon terdapat terowongan untuk melihat dua kuburan yang bersanding. Sebelum sampai ke makam tersebut kami disuguhkan foto Syed Abdurrahman dan beberapa kuburan lainnya. Setelah menyaksikan kuburan bersejarah itu kami melanjutkan perjalanan ke tangsi Belanda yang katanya sudah berdiri semenjak 1819 dan kami mengahiri perjalanan dengan mendapatkan pelajaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H