Mohon tunggu...
Kyra Nadin
Kyra Nadin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Saya adalah seorang mahasiswa aktif Fakultas Hukum

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada Perguruan Tinggi di 2024

14 Juni 2024   14:45 Diperbarui: 14 Juni 2024   15:21 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Perguruan tinggi di Indonesia telah mengalami kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang signifikan pada tahun ajaran 2024/2025. Kenaikan ini telah memicu gelombang protes dari mahasiswa dan orang tua di berbagai wilayah, dengan beberapa kampus bahkan mencabut peraturan baru rektor yang membatalkan kenaikan UKT. Dalam artikel ini, kita akan membahas implikasi kenaikan UKT terhadap aksesibilitas pendidikan tinggi dan alternatif pendapatan yang dapat diusulkan.


Kenaikan UKT yang signifikan telah memberatkan mahasiswa dan keluarga, terutama dari kalangan menengah ke bawah. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan jumlah penduduk miskin di Indonesia masih sangat tinggi, sehingga kenaikan UKT ini dapat memperburuk ketidakadilan sosial dan ekonomi di Indonesia. Banyak orang tua yang harus mengambil pinjaman dengan bunga tinggi demi biaya kuliah anaknya, menciptakan beban finansial yang berat.


Kenaikan UKT juga menyoroti ketergantungan banyak universitas pada UKT sebagai sumber pendapatan utama. Hal ini menuntut solusi yang lebih komprehensif dan berkelanjutan berbentuk diversifikasi sumber pendapatan universitas. Sebagai contoh, universitas memiliki tiga penyangga operasional selain UKT, yakni jasa riset dan konsultansi, Badan Usaha Milik Kampus (BUMK), dan monetisasi Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Namun, tiap penyangga memang memiliki kompleksitas tersendiri yang memerlukan tata kelola dan penanganan secara bijaksana.


Dalam beberapa waktu belakangan, mahasiswa di berbagai daerah melakukan demonstrasi sebagai bentuk protes atas kenaikan UKT yang dinilai sangat memberatkan. Pemerintah akhirnya memutuskan untuk membatalkan kenaikan UKT, setelah menindaklanjuti masukan masyarakat terkait implementasi UKT tahun ajaran 2024/2025 dan sejumlah koordinasi dengan perguruan tinggi negeri (PTN), termasuk PTN berbadan hukum (PTN-BH).


Namun, kenaikan UKT yang sebelumnya telah ditetapkan masih mempengaruhi beberapa kampus. Dalam beberapa hal, kenaikan UKT dapat dianggap sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam hal ini mendorong perguruan tinggi agar dapat memberikan pembelajaran yang relevan kepada mahasiswa. Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) diterbitkan sebagai dasar peningkatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bagi PTN dan PTN-BH.


Namun, kenaikan UKT juga dapat memperburuk ketidakadilan sosial dan ekonomi di Indonesia. Banyak orang tua yang tidak sanggup menyekolahkan anaknya ke jenjang perguruan tinggi akibat kenaikan UKT. Kasus seorang ibu di Jakarta yang harus mengambil pinjaman dengan bunga tinggi demi biaya kuliah anaknya menggambarkan beratnya beban finansial ini. Siswa dari keluarga kurang mampu semakin terpinggirkan dalam mengakses pendidikan tinggi, menciptakan ketidakadilan yang mencolok.

Dalam beberapa tahun ke depan, perguruan tinggi di Indonesia harus mempertimbangkan alternatif pendapatan yang lebih berkelanjutan dan komprehensif. Diversifikasi sumber pendapatan universitas, seperti jasa riset dan konsultansi, BUMK, dan monetisasi HAKI, dapat membantu mengurangi ketergantungan pada UKT. Selain itu, pemerintah juga harus meningkatkan bantuan pendidikan, seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) agar lebih tepat sasaran dan membantu siswa dari keluarga kurang mampu.

Dalam kesimpulan, kenaikan UKT pada perguruan tinggi di 2024 telah memicu kontroversi dan dilema aksesibilitas pendidikan tinggi. Pemerintah dan perguruan tinggi harus mempertimbangkan alternatif pendapatan yang lebih berkelanjutan dan komprehensif untuk mengurangi ketergantungan pada UKT. Dengan demikian, pendidikan tinggi dapat diakses oleh siswa dari berbagai latar belakang dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun