Mohon tunggu...
Rahmadi
Rahmadi Mohon Tunggu... Profesional -

Masyarakat umum dengan perspektif yang berbeda

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Generasi Pengejar Gelar

25 Mei 2016   11:44 Diperbarui: 25 Mei 2016   11:54 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berdasarkan data dari forlap dikti terdapat 4.438 perguruan tinggi se-Indonesia, yang terdiri dari 1.107 Akademi, 241 Politeknik, Sekolah Tinggi, 129 Institut, dan 541 Universitas.  Dari jumlah tersebut, ratusan ribu sarjana diwisuda setiap tahunnya. Bahkan pada tahun 2020 Indonesia diprediksi akan menjadi negara kelima dengan jumlah sarjana terbanyak didunia. Prediksi itu tidak mengherankan karena memang jumlah penduduk kita yang tinggi dan umur produktif yang juga tinggi. Namun pengangguran masih menjadi masalah bagi para sarjana saat ini.

Kita pinggirkan dulu hal-hal yang menyangkut dengan tidak tersedianya lowongan kerja yang cukup, ekonomi yang sedang tidak baik, atau tanggung jawab pemerintah dalam menyediakan pekerjaan atau menyediakan modal bagi yang benar-benar mau memulai usaha. Sekarang coba kita lihat kepada sosok pengangguran terdidik itu sendiri.

Penulis sering mendengar para S.Pd yang menganggur susah cari kerja sedangkan mereka tidak mau jadi guru karena gajinya kecil, atau rekan penulis dengan gelar S.Kep yang mencari pekerjaan di bidang perbankan dengan alasan bidang dia mengharuskan dia untuk jaga malam dirumah sakit. Atau contoh lainnya seorang S.Kom yang bahkan saat komputer mati sendiri dia yang panik duluan. Atau S.Ak yang bahkan menjurnal saja tidak bisa.

Disitulah penulis melihat masalahnya. Masalah muncul pada para sarjana yang bertitel berbagai macam yang menganggur karena kurangnya skill dan tidak mau mendedikasikan diri mereka dibidang keilmuan mereka. Seharusnya mereka sudah tahu risiko yang muncul atas pilihan awal program studi yang akan ditempuh, lapangan kerja yang akan dicari saat gelar sudah didapat, dan bagaimana mereka menjalani pekerjaan dibidang mereka. Saat mereka memlih program studi pendidikan, mereka harus menjadi pendidik. Saat mereka memilih bidang kesehatan, mereka harus menjadi orang yang membantu meningkatkan kualitas kesehatan masnyarakat Indonesia

Masalah kedua adalah masalah perencanaan sebelum memulai kuliah. Tamatan SMA sekarang banyak yang mengutamakan dulu “yang penting kuliah”. Disitu juga bencana pengangguran dimulai. Tidak tahu apa yang dilakukan setelah mendapat gelar membuat mereka juga akhirnya saling berebut kemana saja ada tulisan “Tersedia Lowongan”. Tidak akan menjadi masalah jika mereka mempunya skill yang dibutuhkan, tapi dari persaingan yang muncul akan semakin kecil peluang kita untuk mendapatkan posisi yang tidak seberapa.

Menurut penulis, jika saja semua tamatan SMA Indonesia sudah membuat perencanaan masa depan mereka, maka pengangguran akan berkurang tidak sebanyak sekarang. Cari lah program studi yang cukup menjanjikan dimasa depan contohnya seperti bidang IT, namun harus mengasah skill tentunya. Dan kalau pun sudah terlanjur kuliah coba mulai susun perencanaan akan diapakan ijazah setelah diwisuda. Jika memang bekerja dibidang kuliah tidak cukup menjanjikan bagi anda, saatnya untuk mengasah skill dibidang yang menjadi passion dan perbanyak lah relasi selagi masa kuliah,sehingga setelah wisuda kita bisa mendapatkan job dari relasi-relasi yang sudah diperbanyak sesuai dengan skill yang dimiliki, atau mungkin bisa membuat usaha sesuai skill tersebut sehingga malah menambah lapangan pekerjaan baru, dengan syarat kuliah tetap dijalani dengan baik dan wisuda dengan ipk yang baik. Atau tetap kuliah dengan baik, benar, dan serius sehingga anda menjadi ahli dibidang anda dan bisa menjadi nilai jual bagi anda.

Sepanjang pembahasan ini penulis tidak mempersempit  istilah bekerja dengan pekerjaan formal saja,tapi termasuk memanfaatkan skill dibidang usaha non formal.

Jadi saatnya pemuda Indonesia untuk berkaca kembali kepada diri sendiri tentang skill dan kemampuan diri sebelum menuntut pemerintah membuka lapangan kerja baru. Karena jika pun lapangan kerja baru ada dan kita tidak cakap, maka tetap tidak ada tempat buat kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun